Apabila dicermati dan digali lebih jauh, museum bisa jadi sumber inspirasi buat berkarya seni. Semangat ini diadopsi sejumlah museum yang tengah mengembangkan film pendek.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Satu film pendek berkisah tentang musisi perempuan dari Sumba. Film lainnya tentang dua pelajar kedokteran pada abad ke-20. Meski tampak tidak berhubungan satu sama lain, kedua film ini sama-sama lahir dari pengembangan narasi dan riset museum.
Film mengenai musisi Sumba berjudul Melodi Marapu, sementara film pelajar kedokteran berjudul Bangkit Prinsip Juang. Keduanya diproduksi Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta. Kedua film ini ditayangkan ke publik pada Sabtu (10/12/2022) di Museum Kebangkitan Nasional.
Selain dua film itu, ada tiga film pendek lain yang diproduksi, yaitu Gelombang Sinema Ujung Sumatera, Beban untuk Menang, dan Alunan Melodi. Total ada lima judul film yang diproduksi Museum Kebangkitan Nasional tahun ini.
Kelima film tersebut bakal ditayangkan ke publik melalui Kanal Budaya di Indonesiana TV, platform budaya yang dikembangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Hal ini sesuai dengan dorongan Kemendikbudristek agar museum-museum membuat film pendek untuk Indonesiana TV.
Sebelumnya, Museum Kepresidenan RI Balai Kirti membuat film pendek Kado Istimewa pada tahun 2021. Film yang digarap sutradara Dimas Djayadiningrat ini juga ditayangkan di Indonesiana TV.
Benang merah lain yang mengaitkan film Melodi Marapu dan Bangkit Prinsip Juang yakni tema kebangkitan. Sesuai dengan namanya, tema ini diambil dari narasi Museum Kebangkitan Nasional.
Kebangkitan yang dimaksud tidak melulu soal nasionalisme atau patriotisme. Kebangkitan ini bersifat fluid dan relevan dengan konteks zaman sekarang. Tema kebangkitan pun diterjemahkan ke dalam berbagai cerita, seperti musik, olahraga, dan sejarah.
Sementara Museum Kebangkitan Nasional lekat dengan nilai kebangkitan. Gedung museum berusia ratusan tahun itu dulu adalah Stovia (Sekolah Kedokteran Jawa). Para Bumiputera menimba ilmu untuk jadi dokter di sana.
Stovia juga menjadi saksi berdirinya organisasi Budi Utomo pada 1908. Budi Utomo merupakan bibit munculnya nasionalisme dan semangat melawan penjajahan.
Pelaksana Tugas Kepala Museum Kebangkitan Nasional Pustanto mengutarakan, semangat kebangkitan penting untuk diadopsi publik. Semangat ini membuat seseorang mau belajar, mengevaluasi diri, dan berbuat lebih baik dari sebelumnya. Selain untuk membangun kualitas individu, semangat kebangkitan yang dilakukan secara kolektif dapat memperkuat bangsa.
”Jadi, kebangkitan tidak hanya dimaknai sebagai miliknya tentara atau untuk pertahanan bangsa saja, tetapi semua pihak,” ujar Pustanto.
Di sisi lain, proyek film pendek dengan museum membuka ruang bagi penggiat seni dan budaya untuk berkarya, bahkan mempresentasikan karyanya ke publik. Produser film pendek Atiqah Koto mengatakan, ia terharu bisa ikut memproduksi dua film dokumenter dan satu film fiksi dengan pihak museum.
Film tersebut digarap dari hasil riset bersama pihak Museum Kebangkitan Nasional. Setelah berdiskusi, lahirlah salah satu film dokumenter berjudul Melodi Marapu.
Jadi, kebangkitan tidak hanya dimaknai sebagai miliknya tentara atau untuk pertahanan bangsa saja, tetapi semua pihak.
Melodi Marapu bercerita tentang Kahi Ata Ratu, pemain jungga atau instrumen tradisional Sumba, Nusa Tenggara Timur. Ata Ratu disebut sebagai satu-satunya perempuan yang dapat menciptakan lagu, menyanyi, sekaligus memainkan jungga.
Tidak banyak perempuan yang menggeluti musik dan bermain jungga. Salah satu alasannya, menurut Atiqah, karena budaya patriarki di sana masih begitu kental. Oleh karena itu, Ata Ratu spesial.
Pada narasi film dokumenter, dijelaskan bahwa Ata Ratu mulai bermain jungga pada usia 9 tahun, lantas menciptakan lagu pertama kali pada usia 13 tahun. Mulanya lagu-lagu ciptaan dia terasa sederhana. Idenya datang dari hasil mendengar dan mengamati kondisi sekitar, lantas direnungi.
Menurut budayawan dan aktivis yang menjadi narasumber di film, musik Ata Ratu spesial karena mencuplik kondisi sosial. Ada lagunya yang meminta agar orang tidak memaksa anak menikah, hingga mendorong anak sekolah. Dibuat dengan bahasa Kambera, lirik lagu Ata Ratu mengandung nasihat, ajakan berbuat baik, hingga ajakan melawan ketidakadilan.
”Saya harap ada dukungan dari pemerintah untuk membuat film dengan isu-isu Indonesia. Film agar dibuat menarik supaya tidak jadi hiburan semata, tapi bisa memengaruhi semangat individu yang menonton. Dengan demikian, mungkin film bisa membantu pendidikan,” kata Atiqah.
Sebelumnya, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbud Ahmad Mahendra mengatakan, pemerintah mendukung sineas, misalnya dengan pendanaan melalui Dana Indonesiana. Pemerintah juga memfasilitasi sineas untuk membawa filmnya ke festival film internasional.
Beberapa judul film yang difasilitasi, antara lain, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas; Autobiography; serta Before, Now & Then (Nana). Ketiganya merupakan nomine Film Cerita Panjang Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2022.
Menurut sutradara film Bangkit Prinsip Juang Miracle Risaldi, film merupakan media yang efektif untuk menyampaikan gagasan ke publik. Harapannya keberadaan museum dapat menjadi ruang kolaborasi dan presentasi bagi para pembuat film.
Sementara Bangkit Prinsip Juang bercerita tentang dua laki-laki bumiputera yang belajar mengenai ilmu kedokteran di Stovia pada 1907. Pertemanan keduanya renggang karena konflik berlatar keluarga dan politik kesehatan. Keteguhan keduanya untuk menjadi dokter pun diuji.
”Dulu, ada gesekan seperti ini di Stovia. Menariknya, saat aktor kami melakukan pendalaman karakter, ia bertemu dengan ’warga asli’ Stovia,” tutur Miracle.
Museum nyatanya menyimpan potensi yang bisa jadi inspirasi berkarya. Jika digali, kita mungkin bisa jadi seperti Kim Namjoon alias RM, leader BTS, yang menciptakan lagu Still Life dari kunjungannya ke museum. Siapa yang tahu?