Pemanfaatan Teknik Analisis Nuklir Perlu Diperluas
Teknik analisis nuklir dapat dimanfaatkan secara luas untuk berbagai bidang, mulai dari lingkungan, kesehatan, hingga forensik. Diseminilasi teknologi pun perlu dilakukan secara aktif untuk pengembangan teknik tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teknik analisis nuklir berpeluang besar untuk dimanfaatkan di berbagai bidang, termasuk lingkungan dan kesehatan. Oleh karena itu, pengembangan kompetensi sumber daya manusia serta peningkatan fasilitas yang memadai perlu dilakukan. Indonesia pun didorong untuk memiliki kemandirian di bidang teknologi nuklir.
Peneliti Ahli Utama bidang Kimia Nuklir dan Teknik Analisis Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhayatun mengatakan, teknik analisis nuklir dapat dimanfaatkan untuk mengukur komponen atau unsur renik. Teknik ini dapat diaplikasikan pada hampir semua jenis matriks dengan kepekaan atau sensitivitas yang tinggi.
”Teknik analisis nuklir atau TAN bisa menjadi alat yang sangat diperlukan untuk penelitian ilmu lingkungan dan ilmu lain yang terkait dengan kehidupan. Pengembangan dari penerapan teknik ini bisa untuk radioisotop, radiofarmaka, material, forensik, nutrisi, dan lingkungan,” ujarnya saat memberikan kuliah umum dalam GA Siwabessy Memorial Lecture 2022 di Jakarta, Senin (12/12/2022).
Dalam acara tersebut Muhayatun juga menjadi penerima penghargaan GA Siwabessy Memorial Lecture 2022. Penghargaan tersebut diberikan bagi individu atau organisasi yang dianggap telah memajukan teknologi nuklir di Indonesia.
Teknik analisis nuklir atau TAN ini bisa menjadi alat yang sangat diperlukan untuk penelitian ilmu lingkungan dan ilmu lain yang terkait dengan kehidupan. (Muhayatun)
Muhayatun menyampaikan, contoh teknik analisis nuklir yang telah dilakukan, yakni melalui analisis aktivasi neutron instrumental (INAA), analisis berkas ion (IBA), emisi sinar-x dari partikel yang diinduksi (PIXE), dan analisis radioperunut (zat radioaktif sumber terbuka).
Teknik analisis tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik analisis konvensional. Untuk teknik analisis aktivasi neutron, misalnya, sensitivitas yang dimiliki sangat tinggi hingga mencapai ordo atau ukuran untuk matriks mencapai ppb (bagian per miliar) atau bahkan lebih kecil.
Lingkungan
Muhayatun menjelaskan, teknik analisis nuklir telah dimanfaatkan di bidang lingkungan untuk karakterisasi sampel udara. Teknik ini terbukti dapat melakukan karakterisasi konsentrasi kandungan massa dan unsur pada partikulat udara halus PM 2.5. Partikulat udara tersebut merupakan polutan kecil dengan diameter aerodinamik kurang dari 2,5 mikrometer. Sebagai perbandingan, satu helai rambut berdiameter 70 mikrometer.
Data komposisi dari unsur kimia, seperti PM 2,5, diperlukan untuk menentukan sumber polutan, penilaian risiko pencemaran lingkungan, dan studi dampak kesehatan dari pencemaran yang terjadi. Dengan teknik analisis nuklir, karakterisasi bisa dilakukan secara simultan. ”Jumlah bobot sampel juga sedikit serta lebih efektif secara waktu dan biaya,” kata Muhayatun.
Dari analisis yang dilakukan dengan teknik analisis nuklir pada 17 kota di Indonesia menunjukkan, konsentrasi PM 2,5 di sebagian besar kota di Pulau Jawa umumnya sudah melebihi standar baku kualitas udara di Indonesia. Pada kondisi erupsi gunung meletus dan kebakaran hutan, konsentrasi PM 2,5 akan meningkat secara signifikan.
Pada analisis tersebut juga diketahui bahwa konsentrasi seng dan besi pada PM 2,5 jauh lebih tinggi ditemukan di wilayah yang berada di Pulau Jawa dibandingkan dengan wilayah di luar Pulau Jawa. Hasil yang sama juga terjadi pada konsentrasi pb atau timbal pada PM 2,5.
”Masalah ini perlu diatasi segera agar generasi masa depan bisa lebih baik. Pb yang ada pada darah anak dapat meningkatkan risiko special needs kids (anak berkebutuhan khusus) dan menurunkan gifted kids (anak genius),” tutur Muhayatun.
Mengukur nutrisi
Muhayatun menuturkan, teknik analisis nuklir pun telah diterapkan untuk mengukur nutrisi di masyarakat, salah satunya mengukur komposisi gizi mikro pada air susu ibu (ASI). Untuk mengukur komposisi gizi tersebut, teknik analisis nuklir yang digunakan, yakni analisis aktivasi neutron (AAN) dan teknik dengan X-ray Fluorescence (TXRF).
Penelitian dilakukan di tiga daerah, yakni Kupang, Timur Tengah Selatan, dan Tangerang. Dari studi itu menunjukkan, zat besi yang terkandung dalam air susu ibu (ASI) dengan anak tidak tengkes (stunting) lebih tinggi dibandingkan dengan ASI pada ibu dengan anak tengkes. Selain itu, konsentrasi kandungan selenium, besi, dan seng pada ASI lebih rendah pada ibu yang tinggal di perdesaan dibandingkan dengan ibu di perkotaan.
Menurut Muhayatun, TAN berpeluang besar dimanfaatkan pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk mendukung pengembangan penerapan teknik tersebut perlu dilakukan. Itu meliputi, antara lain, pengembangan fasilitas IBA (analisis berkas ion) yang belum ada di Indonesia. Padahal, itu merupakan pendukung utama dan perangkat utama riset TAN.
”Optimalisasi juga perlu dilakukan melalui program dan kesempatan yang ada di BRIN untuk pengembangan kompetensi SDM dalam penguasaan teknologi analisis nuklir yang advanced (canggih),” tuturnya.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan, pengembangan teknologi nuklir merupakan keniscayaan untuk masa depan bangsa. Dengan jumlah penduduk yang amat besar, pemanfaatan teknologi nuklir akan sangat diperlukan oleh masyarakat.
Menurut rencana, pengembangan radiasi untuk industri alat kesehatan ataupun pangan akan dimulai pada 2023. Kolaborasi dengan berbagai pihak pun akan diperkuat untuk mempercepat pengembangan teknologi nuklir di Indonesia. ”Jadi kita perlu mengembangkan secepat mungkin. Setidaknya kita bisa punya kemandirian dalam teknologi nuklir, terutama untuk penggunaan terapi proton (terapi radiasi),” katanya.