Data warisan budaya tak benda selama ini masih tersebar dan belum semuanya bisa diakses publik. Digitalisasi data warisan budaya tak benda diharapkan bisa mengatasi isu tersebut.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warisan budaya tak benda Indonesia akan segera didigitalisasi. Hingga kini, uji coba digitalisasi dilakukan terhadap 200 warisan budaya tak benda. Publik dapat mengakses informasi soal warisan budaya setelah digitalisasi rampung.
Salah satu warisan budaya tak benda (WBTB) yang telah didigitalisasi adalah sape, alat musik tradisional suku Dayak di Kalimantan. Ada pula kapal pinisi yang identik dengan suku Bugis-Makassar, asinan Betawi, kain lurik dari DI Yogyakarta, tradisi lisan Tanggomo dari Gorontalo, noken atau tas tradisional masyarakat Papua, hingga bejenjang atau ritual pengobatan tradisional dari Kepulauan Riau.
Digitalisasi dilakukan oleh tim yang anggotanya, antara lain, kelompok peneliti Studi Kultura Indonesia serta pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Proses digitalisasi berlangsung sejak September 2022.
”Program digitalisasi ini untuk memasukkan daftar WBTB ke dashboard digital, kemudian (datanya) divisualisasi,” kata perwakilan Studi Kultura Indonesia, Irma, pada sosialisasi digitalisasi WBTB secara daring, Rabu (7/12/2022). ”Sejauh ini tim telah menetapkan 200 sampel WBTB untuk divisualisasi,” ujarnya.
WBTB tersebut dikategorikan dalam lima gugus utama, yaitu Tradisi dan Ekspresi Lisan; Adat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan; Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta; Seni Pertunjukan; serta Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional. Kelimanya mengikuti domain WBTB dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Hingga kini, data yang telah dimasukkan mencakup, antara lain, nama WBTB, tahun penetapan sebagai WBTB dari pemerintah, asal daerah, dan domain WBTB. Fungsi sosial, alat dan bahan, tema, demografi pelaku budaya, hingga kondisi WBTB saat ini juga dicatat.
Platform digitalisasi WBTB juga diharapkan jadi referensi bagi siswa, guru, hingga peneliti.
Adapun WBTB yang didigitalisasi adalah yang telah ditetapkan sebagai WBTB melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jumlah WBTB yang telah ditetapkan melalui SK Mendikbudristek mencapai 1.728 warisan budaya.
”Masih ada sekitar 1.500 WBTB lagi yang belum didigitalisasi. Jika dilengkapi, data akan semakin padat, jejaringnya akan semakin terlihat, dan kita bisa melihat pola hubungan (antar-WBTB). Dengan visualisasi data, informasinya akan semakin lengkap,” ucap perwakilan Studi Kultura Indonesia, Ki Joyo Sardo.
Data WBTB kemungkinan dapat diperkaya dengan gambar atau video. Informasi WBTB juga dapat dibuat lebih spesifik dari sebelumnya.
Penasihat tim digitalisasi WBTB, I Gusti Agung Anom Astika, mengatakan, WBTB yang akan didigitalisasi adalah WBTB yang telah ditetapkan pemerintah pada periode 2013-2021. Data tentang WBTB selama ini masih tersebar di berbagai dokumen dan tidak selalu bisa diakses publik. Digitalisasi merupakan upaya mengonsolidasi data dan mendorong keterbukaan informasi.
”Diharapkan (publik) bisa melihat secara komplet, misalnya bagaimana suatu WBTB memiliki dampak sosial atau bagaimana WBTB hidup di suatu wilayah,” ujarnya.
Platform digitalisasi WBTB juga diharapkan jadi referensi bagi siswa, guru, hingga peneliti. Penasihat tim digitalisasi WBTB Martin Suryajaya menambahkan, data yang dihimpun di platform ini bisa pula jadi referensi penentuan kebijakan di masa depan.