Dominasi petani usia tua di Indonesia membuat urgensi regenerasi petani semakin kuat. Memasuki era digital, sektor pertanian perlu didukung oleh sumber daya manusia yang kuat pula.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Petani di Indonesia masih didominasi penduduk berusia 45 tahun ke atas. Regenerasi petani dari kalangan yang lebih muda dinilai semakin urgen mengingat digitalisasi sektor pertanian membutuhkan generasi muda sebagai penggeraknya.
Hal itu diungkapkan perwakilan Direktur Pangan dan Pertanian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Noor Avianto yang juga merupakan Koordinator Pangan dan Pertanian Bappenas. Noor menyampaikan, sebanyak 64,2 persen atau 17,77 juta petani di Indonesia merupakan penduduk usia 45 tahun ke atas, sedangkan petani usia 35-44 tahun sebanyak 24,2 persen atau 6,68 juta petani, usia 25-34 tahun sebanyak 10,6 persen atau 2,9 juta petani, dan di bawah 25 tahun hanya satu persen atau 273,8 ribu petani.
”Pandemi Covid-19, pada sisi yang lain, membawa dampak positif bagi perkembangan teknologi di Indonesia. Hampir semua sektor sudah mengalami digitalisasi. Hal ini dapat menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan ketertarikan generasi muda dalam bidang pertanian,” paparnya dalam kunjungan International Rice Research Institute (IRRI) di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Dominasi petani usia tua ini masih menjadi masalah yang perlu diselesaikan Indonesia. Seluruh pihak terkait perlu meningkatkan motivasi kalangan muda untuk lebih terlibat dalam dunia pertanian.
Platform digital itu butuh literasi khusus. Petani yang tua cukup sulit untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Oleh karena itu, (sektor pertanian) butuh generasi muda yang cenderung lebih mudah memahami tentang lokapasar, website, dan aplikasi.
Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Prabowo, mengatakan, visi Kementan saat ini adalah mewujudkan pertanian yang independen dan modern untuk menarik generasi muda terjun dalam bidang pertanian. Ini diperlukan untuk menunjukkan bahwa petani merupakan pekerjaan yang menjanjikan.
”Pertanian tradisional akan berubah menjadi pertanian modern yang mengintegrasikan manajemen dan teknologi untuk mengefisienkan sumber daya agar hasil maksimal,” ujarnya.
Meski demikian, Survei Pertanian Antar Sensus 2018 menunjukkan, kondisi petani di Indonesia didominasi oleh petani yang tidak melanjutkan pendidikan sekolah dasar (66,4 persen), usia di atas 45 tahun (60,7 persen), tidak menggunakan internet (87 persen), dan lahan kurang dari 0,5 hektar (59 persen).
Koordinator Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Nuning Argosubekti, mengatakan, teknologi digital yang sekarang diterapkan dalam pertanian membutuhkan generasi muda yang lebih mampu dan efektif dalam mengoperasikannya.
”Platform digital itu butuh literasi khusus. Petani yang tua cukup sulit untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Oleh karena itu, (sektor pertanian) butuh generasi muda yang cenderung lebih mudah memahami tentang lokapasar, website, dan aplikasi,” ujarnya.
Generasi muda yang menjadi petani, kata Nuning, memiliki dua kelebihan, yakni kemauan belajar yang masih tinggi dan jejaring yang lebih luas. Sebab, generasi muda telah terkoneksi dengan media sosial, komunitas, dan lainnya.
Di masa depan, pertanian tidak melulu soal tanam dan panen, tetapi terkait sektor ekonomi, lingkungan, dan tantangan persoalan global. Pengelolaan sektor pertanian juga perlu menyesuaikan dengan kebutuhan anak muda seperti siniar (podcast), webinar, dan video yang bisa diakses kapan pun.
Salah seorang petani muda, Adhitya Herwin Dwiputra yang juga pendiri Aku Petani Indonesia, menyebutkan, ia memilih menjadi petani karena melihat peluang yang besar di sektor pertanian. Peluang itu ada pada proses pra-tanam, tanam, perawatan tanaman, panen, logistik, hingga ke konsumen dan industri.
”Peluang itu muncul karena problem (masalah). Masih banyak problem di dalam sektor pertanian, yang mengartikan masih banyak peluang. Ini seperti pembuatan pupuk organik, pembenihan, pembuatan media tanam, penyedia permodalan, logistik komoditas, dan banyak lainnya yang belum dieksplorasi,” ujarnya.
Walakin, alasan utamanya menjadi petani ialah latar belakang pendidikan serta keluarganya di sektor pertanian. Hal ini yang membuat dia terus berkomitmen untuk melanjutkan karyanya di bidang pertanian.