Kehamilan bukan hanya mengubah fisik, melainkan juga otak ibu. Perubahan itu akan membantu ibu membangun persepsi diri dengan statusnya sebagai ibu baru serta membangun ikatan emosional yang kuat dengan janinnya.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
Kehamilan tidak hanya mengubah sistem hormon dan tubuh ibu. Hadirnya janin dalam rahim juga akan mengubah otak ibu secara drastis. Pada otak ibu hamil, wilayah materi abu-abu di otaknya akan menurun dan membentuk jaringan mode bawaan atau default mode network yang semuanya akan memengaruhi kesiapan ibu dalam menyambut bayinya serta membangun ikatan ibu dan bayi.
Perubahan yang terjadi di otak selama kehamilan itu berlangsung sangat mencolok. Salah satu bagian otak yang berubah itu adalah wilayah materi abu-abu atau grey matter, yaitu bagian otak yang terlibat pemrosesan atau analisis informasi. Bagian otak lain yang berubah adalah bagian yang terlibat dalam proses membangun persepsi diri.
Perubahan neurologis ini memicu peningkatan ikatan antara ibu dan janin yang dikandungnya. Selain itu, perubahan otak itu juga dapat mengubah identitas yang dirasakan perempuan saat mereka menjadi ibu baru.
Perubahan struktur dan fungsi otak saat hamil itu ditemukan dalam studi yang dipimpin Elseline Hoekzema yang merupakan pimpinan Laboratorium Hoekzema, Pusat Kedokteran Universitas Amsterdam Belanda dan dipublikasikan di jurnal Nature Communications, 22 November 2022.
”Perubahan otak itu memberi keuntungan adaptif pada ibu selama terjadinya kehamilan, pembentukan perilaku sebagai ibu, serta pembangunan hubungan antara ibu dan janin yang dikandungnya,” tulis peneliti seperti dikutip Livescience, 30 November 2022.
Studi sebelumnya yang dilakukan peneliti terhadap perempuan hamil di Spanyol menemukan bahwa ibu hamil yang menjadi responden dalam riset tersebut mengalami penurunan jumlah materi abu-abu di otak mereka. Pengurangan materi abu-abu ini terus berlangsung hingga dua tahun setelah sang ibu melahirkan.
Dalam studi terbarunya di Belanda, peneliti mencari tahu hubungan antara penurunan jumlah materi abu-abu otak tersebut dengan pola ikatan ibu dan janinnya. Studi ini dilakukan terhadap 80 perempuan Belanda yang pada awal studi tidak hamil dan belum pernah hamil. Semua responden dipindai otaknya pada saat mulai studi hingga selama masa penelitian berlangsung.
Selama penelitian, sebanyak 40 perempuan responden hamil. Untuk mereka, pemindaian otak juga dilakukan segera setelah mereka melahirkan dan pada satu tahun sesudah persalinan. Hasilnya, perempuan yang hamil mengalami penurunan jumlah materi abu-abu di otak mereka. Temuan ini menguatkan hasil studi di Spanyol.
Namun, peneliti menegaskan bahwa hilang atau berkurangnya jumlah materi abu-abu di otak tidak selalu merugikan. Proses ini justru ”menyempurnakan” atau membuat ”setelan” alias format baru otak yang bermanfaat besar dalam perawatan bayi.
Hilangnya materi abu-abu di otak juga dikaitkan dengan munculnya perilaku nesting atau bersarang yang dilakukan ibu. Perilaku ini membuat ibu mempersiapkan kehadiran bayinya dengan baik, seperti menyiapkan segala kebutuhan bayi, menata kamar bayi, bahkan menghias rumah.
Setelan otak
Studi ini juga menemukan bahwa perempuan hamil menunjukkan perubahan dalam sistem otak mereka yang dikenal dengan jaringan mode setelah tetap atau default mode network (DMN), yaitu bagian wilayah otak yang sangat aktif saat seseorang tidak melakukan tugas tertentu. Jaringan ini aktif saat pikiran seseorang mengembara alias melamun, saat merefleksi diri, mengenang masa lalu, serta dalam sejumlah proses sosial, seperti empati.
Pada perempuan dengan perubahan DMN yang lebih besar akan memiliki ikatan yang lebih besar terhadap bayi mereka. Mereka juga lebih senang berinteraksi dengan bayinya dibanding perempuan yang perubahan DMN-nya kecil.
Tak hanya itu, perempuan dengan perubahan DMN yang besar juga lebih sedikit mengalami gangguan ikatan ibu-anak, seperti perasaan dendam atau marah dengan bayinya. Selain itu, semakin besar peningkatan aktivitas jaringan mode setelan tetap itu, maka semakin besar pula kemungkinan ibu hamil mampu membedakan janin yang dikandungnya sebagai bagian dari diri mereka atau janin tersebut sebagai individu terpisah.
Perubahan neurologis ini memicu peningkatan ikatan antara ibu dan janin yang dikandungnya.
Dengan dasar itu, peneliti menduga, ”Perubahan pada DMN di otak akibat kehamilan mampu mengubah basis saraf otak perempuan. Selanjutnya, kondisi itu berkontribusi pada perubahan identitas dan fokus perempuan seiring berubahnya status mereka sebagai ibu baru.”
Berdasarkan perubahan neurologis yang terjadi, para peneliti menduga faktor yang bisa memicu perubahan otak itu adalah hormon. Faktor lain seperti tidur, tingkat stres, dan jenis persalinan tidak memicu perubahan jaringan otak tersebut.
Dari sampel urine responden yang juga diteliti, peneliti menemukan bahwa perempuan dengan tingkat estrogen lebih tinggi, terutama selama trimester ketiga kehamilan (usia kehamilan 28 minggu-40 minggu atau 7 bulan-9 bulan), akan mengalami perubahan otak yang lebih besar dibandingkan perempuan hamil yang tidak mengalami lonjakan estrogen.
Meski hormon adalah pemicu utama perubahan DMN pada otak ibu hamil, faktor lain yang tidak dihitung dalam studi tersebut bisa jadi berpengaruh, seperti intensitas olahraga, nutrisi, hingga kondisi genetik. Karena itu, studi lanjut persoalan ini diperlukan.