Mengajarkan Kesetaraan sejak Dini di Bangku Sekolah Inklusi
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pembelajaran bersama peserta didik pada umumnya.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak berkebutuhan khusus kini dapat mengikuti pendidikan inklusif di sekolah reguler. Oleh karena itu, sekolah inklusi menjadi sarana menanamkan pentingnya siswa untuk terbiasa hidup dalam keberagaman, khususnya hidup bersama anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk mengikuti pembelajaran bersama peserta didik pada umumnya. Anak-anak dengan kekhususan itu seperti anak dengan hambatan autis, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), attention deficit disorder (ADD), tunanetra, tunagrahita, dan berbagai jenis sindrom lainnya.
Hariati (36), ibu dari Mesya Azzahra (10), siswa kelas II di SD Negeri Sudimara Timur 2, Ciledug, Kota Tangerang, mendaftarkan anaknya ke sekolah inklusi agar dapat berinteraksi dengan siswa lainnya. Menurut Hariati, anaknya memiliki masalah pada penglihatan sehingga sulit untuk belajar seperti siswa reguler lainnya.
Sebelum mendaftarkan anaknya ke sekolah inklusi, ia sempat ingin memasukkan Mesya ke sebuah sekolah luar biasa (SLB) swasta. Namun, rencana itu batal karena ia membutuhkan biaya yang cukup tinggi jika masuk sekolah swasta tersebut.
”Pertama kali mendaftar di sekolah negeri lain, tetapi saat dijelaskan kondisi Mesya, sekolah tersebut menolak karena bukan sebagai sekolah inklusi. Sementara saat ingin mendaftarkan ke sekolah luar biasa harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi,” ujar Hariati.
Ia lalu menerima informasi bahwa ada sekolah inklusi yang menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk belajar bersama dengan siswa reguler. Akhirnya, pada penerimaan semester ganjil tahun ajaran 2021/2022, Mesya terdaftar sebagai salah satu siswa ABK di SD Negeri Sudimara Timur 2.
Bagi Hariati, setelah lebih dari satu tahun belajar di sekolah inklusi, anaknya memiliki kemajuan, terutama dalam membaca serta bergaul dengan temannya. ”Setelah bertemu dengan temannya yang lain, Mesya mulai tumbuh percaya diri. Keinginan belajar juga semakin tinggi. Tak hanya di sekolah, tetapi di rumah dia juga sudah mulai mau diajari,” kata Hariati, Jumat (2/12/2022).
Setiap Mesya pergi ke sekolah, Hariati ikut mendampinginya hingga ke dalam ruang kelas. Jarak rumah mereka ke sekolah lebih kurang satu kilometer. Hariati kadang berjalan kaki, bersepeda, atau bersama suami saat mengantar Mesya ke sekolah.
Guru Pendamping Khusus SD Negeri Sudimara Timur 2, Pebri Eka Krismayana (23), mengatakan, kelas khusus bagi siswa ABK hanya dilaksanakan pada hari Selasa dan Jumat dalam satu minggu. Kelas khusus ini terbagi dalam sesi pagi pukul 08.00-09.00 dan sesi siang pukul 09.00-10.00.
Sebanyak 13 siswa ABK di SD Negeri Sudimara Timur 2 memiliki berbagai kekhususan, seperti tunagrahita, speech delay, tunanetra, autis, dan kebutuhan khusus lainnya. Menurut Pebri, setiap siswa ABK akan diajarkan dengan pendekatan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Hal yang selalu ditanamkan kepada siswa reguler bahwa tidak ada perbedaan pada diri mereka dengan siswa ABK.
Oleh karena itu, fasilitas penunjang seperti huruf Braille, mainan bentuk, warna, dan sebagainya diperlukan untuk merangsang kemampuan motorik para siswa. ”Misalnya, Mesya hari ini diajari mengeja huruf lalu merangkai jadi satu kata,” ucap Pebri.
Seusai kelas khusus tersebut, para siswa ABK akan kembali ke kelas reguler masing-masing. Di kelas reguler terdapat siswa berjumlah lebih dari 30 orang dan akan ada satu atau dua siswa ABK.
”Hal yang selalu ditanamkan kepada siswa reguler bahwa tidak ada perbedaan pada diri mereka dengan siswa ABK. Jadi, mereka (siswa ABK) tetap mengikuti kelas reguler dengan pelajaran yang sama pula,” kata Pebri.
Selain SDN Sudimara Timur 2, di wilayah Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, ada dua sekolah dasar lainnya yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi pada 2021 oleh Pemerintah Kota Tangerang. Penanggung Jawab Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi SD Negeri Peninggilan 6 Indri Rahmatunnisa menyampaikan, saat ini di sekolahnya terdapat 11 siswa berkebutuhan khusus di jenjang kelas I sampai kelas V.
Para siswa ABK itu akan mengikuti kegiatan belajar-mengajar dengan siswa reguler lainnya, tetapi terdapat kelas khusus yang dilaksanakan dua hari dalam seminggu. Hal ini untuk mengasah kemampuan kognitif anak-anak tersebut. Alat permainan yang mendukung mereka dalam belajar juga disiapkan di dalam ruang kelas khusus.
”Ruangan kelas dibikin seperti tempat bermain sehingga mereka tidak hanya belajar dengan guru pendamping khusus, tetapi merasa seperti suasana bermain,” kata Indri.
Sekolah inklusi juga dilaksanakan di sekolah menengah pertama. Wakil Sekolah Bidang Kurikulum SMP Negeri 28 Kota Tangerang Udin Saputra mengatakan, sekolahnya sudah menyiapkan fasilitas pendukung untuk menerima ABK. Fasilitas jalur pemandu juga telah dibangun di sekolah. Terdapat juga kelas khusus yang digunakan tiga hari seminggu seusai para ABK mengikuti kegiatan belajar-mengajar di kelas reguler.
”Pada tahun ajaran 2022/2023, ada sembilan siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sini. Disediakan juga satu guru pendamping khusus untuk siswa tersebut,” kata Udin.
Dalam kelas reguler itu, para siswa ABK dibantu oleh siswa-siswa lainnya dalam kegiatan belajar-mengajar. Hal ini untuk menanamkan sejak dini bahwa para siswa itu memiliki kesetaraan dan tidak melahirkan diskriminasi di masa mendatang.