KLB Polio, Cakupan Imunisasi Massal di Pidie Baru Mencapai 64,3 Persen
Untuk memutus mata rantai penyebaran polio, cakupan imunisasi harus mencapai 95 persen dari target.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan imunisasi massal di Kabupaten Pidie, Aceh, sebagai respons atas kejadian luar biasa polio per Jumat (2/12/2022) baru mencapai 64,3 persen. Padahal, untuk membentuk kekebalan komunitas atau herd immunity dibutuhkan cakupan imunisasi lebih dari 95 persen.
Putaran pertama imunisasi polio massal di Pidie berlangsung selama seminggu, mulai dari 28 November 2022 hingga 4 November 2022, dan putaran kedua akan dimulai 5 Januari 2023. Untuk Provinsi Aceh, imunisasi massal juga akan berlangsung selama seminggu mulai 5 November 2022 di Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Sabang. Sebanyak 16 Kabupaten lainnya akan dilaksanakan mulai 12 Desember 2022.
Dr Raihan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Aceh dalam media group interview mengenai perkembangan kasus polio secara daring di Jakarta, Jumat (2/12/2022), mengatakan, target imunisasi massal di Pidie adalah 91.484 anak. Dari jumlah itu, baru 58.873 anak atau setara dengan 64,3 persen yang dicapai. Untuk memutus mata rantai penyebaran polio, cakupan imunisasi perlu mencapai 95 persen dari target.
”KLB polio itu akibat dari minimnya cakupan imunisasi, khususnya di Kabupaten Pidie, sebagai cakupan imunisasi terendah se-Aceh. Pelaksanaan imunisasi massal ini ditargetkan dapat mencapai minimal 95 persen. Misalnya tidak tercapai, risiko terjadinya kasus akan tetap tinggi,” ujar Raihan.
Ketika terinfeksi polio yang menyebabkan kelumpuhan, maka tidak dapat disembuhkan lagi. Hal yang bisa dilakukan hanya terapi untuk mengurangi dampak dari penyakit polio.
Sebelum imunisasi massal, cakupan imunisasi OPV (oral polio vaccine) di Kabupaten Pidie per 14 September 2022 baru mencapai 31,6 persen dari 18.534 anak, sedangkan imunisasi IPV (inactivated polio vaccine) hanya 0,14 persen dari target 20.351 anak. Rendahnya cakupan imunisasi ini, kata Raihan, menjadi pemicu kasus polio di Pidie. Hingga saat ini, hanya empat kasus polio yang terdeteksi, sebanyak tiga di antaranya tidak bergejala.
Fenomena kasus polio ini seperti puncak gunung es, dalam satu kasus polio, yang terdeteksi terdapat 200 anak lain yang terpapar. Masih ada kemungkinan anak lainnya yang terinfeksi polio, tetapi gejalanya ringan atau tidak bergejala sehingga memilih untuk tidak melaporkan. Meski tidak bergejala, potensi penularan pada anak lainnya akan tetap ada.
Hasil survei cepat (RCA) 10 November 2022 pada 25 rumah tangga di Desa Mane, Kabupaten Pidie, terpantau hanya delapan anak yang mendapatkan imunisasi OPV lengkap, sedangkan untuk IPV tidak ada anak yang pernah mendapatkan. Mayoritas orangtua beralasan takut efek samping imunisasi, tidak mengetahui apa itu imunisasi polio, dan lainnya, seperti tradisi turun tanah, serta ayah tidak mengizinkan.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik IDAI Anggraini Alam mengutarakan, ancaman penyakit itu selalu ada, bahkan di sekitar dan dalam tubuh manusia. Sikap abai terhadap imunisasi berpotensi memunculkan berbagai penyakit, terutama yang dapat dicegah dengan imunisasi.
”Pada kasus polio ini mudah untuk mencegahnya, yakni imunisasi lengkap. Ketika terinfeksi polio yang menyebabkan kelumpuhan, maka tidak dapat disembuhkan lagi. Hal yang bisa dilakukan hanya terapi untuk mengurangi dampak dari penyakit polio,” ujarnya.
Oleh karena itu, Anggraini berharap masyarakat dapat melakukan imunisasi OPV ataupun IPV bagi anak-anaknya untuk mencegah timbulnya penyakit polio. Imunisasi OPV yang dilakukan secara tetes tetap efektif meskipun ada sedikit bagian yang akan keluar melalui sistem pencernaan. Di sisi lain, IPV yang dilakukan secara suntik memiliki efektivitas kekebalan tubuh yang lebih tinggi dan maksimal.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine dalam temu media perkembangan Covid-19 dan Capaian Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) secara daring menyebutkan, KLB polio tipe dua yang sekarang terjadi hanya dapat dicegah dengan imunisasi polio suntik.
”Untuk meningkatkan cakupan imunisasinya, perlu dilakukan sosialisasi, mobilisasi, dan pendekatan yang melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan atau keagamaan, pemerintah daerah, dan pihak lainnya,” katanya, Jumat (2/12).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi menuturkan, fokus saat ini adalah meningkatkan capaian imunisasi polio hingga mencapai target. ”Ketika target tercapai, sebanyak 95 persen atau periode imunisasi massal selesai, akan dilakukan outbreak response assessment (OBRA) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kalau dinyatakan lolos, baru status KLB dicabut,” ucapnya.