Vaksinasi Covid-19 untuk Orang dengan HIV Belum Optimal
Orang dengan HIV merupakan kelompok rentan yang harus dilindungi dari penularan Covid-19. Perlindungan ini dapat diberikan melalui vaksinasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Orang dengan HIV merupakan kelompok yang rentan tertular Covid-19. Risiko perburukan dan kematian lebih besar dibandingkan dengan orang tanpa HIV. Sementara itu, cakupan vaksinasi pada kelompok ini belum juga optimal. Perlu dorongan bersama untuk meningkatkan cakupan vaksinasi Covid-19 kepada orang dengan HIV.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/12/2022), mengatakan, vaksinasi Covid-19 amat dibutuhkan untuk kelompok berisiko, termasuk orang dengan HIV. Karena itu, vaksinasi harus segera dilengkapi hingga dosis penguat.
”Untuk ODHIV (orang dengan HIV) juga tidak perlu ragu karena tidak ada kontraindikasi untuk vaksinasi Covid-19. ODHIV yang stabil dengan viral load (jumlah virus dalam darah) tersupresi (tertekan/turun) akan sangat reseptif dengan pemberian vaksin sama seperti orang non-ODHIV,” tuturnya.
Akan tetapi, Imran menuturkan, kendala yang dihadapi saat ini yakni kepemilikan nomor induk kependudukan (NIK) pada ODHIV yang merupakan bagian dari populasi kunci. Masih banyak populasi kunci yang tidak memiliki NIK sehingga mereka sulit mengakses vaksinasi.
Untuk ODHIV (orang dengan HIV) juga tidak perlu ragu karena tidak ada kontraindikasi untuk vaksinasi Covid-19. ODHIV yang stabil dengan viral load (jumlah virus dalam tubuh) tersupresi akan sangat reseptif dengan pemberian vaksin sama seperti orang non-ODHIV.
Oleh karena itu, peran berbagai pihak diperlukan untuk membantu menyelesaikan kendala tersebut. ”Kita sudah minta agar dukcapil (dinas kependudukan dan pencatatan sipil) untuk memfasilitasi,” kata Imran.
Secara terpisah, Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia Evy Yunihastuti mengungkapkan, hasil meta analisis menunjukkan ODHIV memiliki risiko infeksi Covid-19 berat sekitar 1,3 sampai 2,3 kali lebih tinggi daripada non-HIV. Selain itu, ODHIV juga berisiko 1,8 kali lebih tinggi mengalami kematian akibat Covid-19 daripada orang non-HIV.
Dari riset yang dilakukan sampai dengan Desember 2021 pada 342 ODHIV dengan Covid-19 memperlihatkan, risiko penularan berat hingga kritis bisa terjadi apabila ODHIV memiliki faktor risiko. Itu seperti adanya komorbid atau penyakit penyerta, kadar CD4 (sel darah dalam sistem imun tubuh) kurang dari 200 sel per milimeter kubik, tidak menggunakan antiretroviral (ARV), dan adanya infeksi oportunistik (infeksi akibat sistem kekebalan tubuh yang rendah).
Risiko perburukan semakin besar apabila faktor risiko yang dimiliki semakin banyak. Jika ODHIV memiliki tiga faktor risiko tersebut, risiko berat dan kritis bisa mencapai 58 persen. Sementara jika ODHIV memiliki dua faktor risiko, persentase perburukan mencapai 25 persen.
Karena itu, Evy menyampaikan, perlindungan pada orang dengan HIV dari penularan Covid-19 sangat diperlukan. Perlindungan tersebut selain dari upaya pencegahan dengan protokol kesehatan juga bisa didapatkan dari pemberian vaksinasi Covid-19.
HIV bukan penghalang untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Vaksinasi tetap aman sekalipun kadar CD4 masih rendah. Meski begitu, efektivitas vaksin memang akan berkurang pada ODHIV dengan CD4 rendah.
”Vaksinasi harus terus didorong. Dari evaluasi yang dilakukan di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), pasien HIV yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua sudah 85 persen, tetapi yang booster masih 50 persen. Jadi, kita masih harus bekerja keras agar ODHIV bisa mendapatkan vaksinasi,” tutur Evy.
Menurut dia, persepsi mengenai manfaat perlindungan dari vaksin Covid-19 bisa menjadi faktor pendorong agar ODHIV mau mendapatkan vaksin tersebut. Peran berbagai pihak, seperti pemerintah, dokter, pemuka agama, dan keluarga, sangat berpengaruh untuk memperkuat persepsi tersebut. Dokter punya pengaruh yang cukup besar pada ODHIV dibandingkan dengan orang tanpa HIV karena ODHIV lebih sering bertemu dengan dokter untuk perawatan.