Munculnya wabah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti polio, difteri, campak, rubela, dan pertusis, harus semakin diwaspadai akibat rendahnya cakupan imunisasi dasar saat ini.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Petugas melakukan imunisasi untuk anak-anak di Banda Aceh, Aceh.
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan imunisasi dasar pada anak, termasuk imunisasi kejar yang baru dilaksanakan di Indonesia, masih rendah. Hal ini patut diwaspadai karena sangat berisiko menimbulkan wabah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kewaspadaan perlu ditingkatkan di semua daerah, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah.
Pemerintah pada pertengahan 2022 telah menyelenggarakan imunisasi kejar sebagai upaya meningkatkan cakupan imunisasi dasar pada anak yang rendah selama masa pandemi Covid-19. Dalam imunisasi kejar, imunisasi yang diberikan meliputi imunisasi polio oral (OPV), polio suntik (IPV), serta DPT-HB-Hib (vaksin kombinasi untuk difteri, pertusis atau batuk rejan, dan tetanus). Selain itu, diberikan pula imunisasi campak rubela bagi semua anak.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu (30/11/2022), mengatakan, imunisasi tambahan yang diberikan selama Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) diharapkan dapat mengejar ketertinggalan selama pandemi Covid-19. Namun, cakupan yang dicapai saat ini belum optimal.
”Target BIAN di luar Jawa-Bali lebih rendah dibandingkan Jawa-Bali. Jika melihat cakupan vaksinasi polio, terkait KLB di Aceh, sebenarnya cakupan di Aceh masih di atas rata-rata nasional. Masih ada daerah yang di bawah Aceh sehingga daerah-daerah tersebut juga harus waspada akan kasus polio,” katanya.
Cakupan nasional imunisasi kejar OPV di luar Jawa-Bali sebesar 33,6 persen. Cakupan imunisasi OPV di DI Aceh sebesar 36,7 persen, sementara masih ada 17 provinsi lain dengan cakupan di bawah angka tersebut dengan cakupan terendah di Nusa Tenggara Barat (7,9 persen), Kalimantan Barat (8,4 persen), dan Kalimantan Tengah (9,4 persen). Adapun cakupan imunisasi OPV di Jawa-Bali secara nasional mencapai 84,6 persen. Hanya DKI Jakarta yang cakupannya di bawah angka tersebut, yakni 19,3 persen.
KEMENTERIAN KESEHATAN
Cakupan imunisasi dalam Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022
Untuk imunisasi IPV atau polio suntik, cakupan rata-rata nasional di luar Jawa-Bali sebesar 23,8 persen. Terdapat 18 provinsi dengan cakupan di bawah rata-rata nasional, yakni Papua (3,3 persen), Kalimantan Timur (4,1 persen), Kalimantan Tengah (4,6 persen), Nusa Tenggara Barat (5,9 persen), dan DI Aceh (6,2 persen). Di wilayah Jawa-Bali, cakupan terendah di DKI Jakarta sebesar 9,1 persen.
Cakupan yang rendah juga ditemukan pada imunisasi kejar untuk DPT-HB-Hib. Di luar Jawa-Bali, cakupan rata-rata nasional sebesar 30,1 persen dengan cakupan terendah di Papua (5 persen), Kalimantan Barat (10,7 persen), dan DI Aceh (13 persen). Sementara di Jawa-Bali, cakupan terendah di DKI Jakarta sebesar 74,1 persen.
Jika melihat cakupan vaksinasi polio, terkait KLB di Aceh, sebenarnya cakupan di Aceh masih di atas rata-rata nasional. Masih ada daerah yang di bawah Aceh sehingga daerah-daerah tersebut juga harus waspada akan kasus polio.
Budi mengungkapkan, cakupan yang rendah di DKI Jakarta perlu menjadi pembahasan bersama. Pasalnya, rendahnya cakupan tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan data sasaran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Wilayah lain dengan cakupan yang amat rendah membutuhkan kewaspadaan yang tinggi. Pemerintah daerah di wilayah tersebut harus didorong untuk segera meningkatkan cakupan imunisasi setiap anak.
”Kementerian Kesehatan hanya bisa memberikan vaksin dan sosialisasi. Namun, kemampuan eksekusi ada di pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah,” kata Budi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Anak balita menangis saat mengikuti Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan vaksinasi pneumokokus konjugasi (PCV) di Posyandu Kuntum Mekar, Klender, Jakarta Timur, Kamis (22/9/2022). Kementerian Kesehatan mencatat, 1,7 juta anak di Indonesia belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap selama pandemi Covid-19. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mencanangkan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) bagi semua anak Indonesia.
Selain itu, surveilans juga harus ditingkatkan, khususnya pada daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah. Menurut dia, apabila kasus polio ditemukan di Aceh, daerah lain dengan cakupan imunisasi yang lebih rendah dari Aceh patut waspada. Potensi adanya penularan kasus bisa lebih tinggi.
Tantangan
Budi menuturkan, tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan imunisasi antara lain isu kehalalan vaksin di beberapa daerah, kekhawatiran tenaga kesehatan untuk melakukan suntikan ganda, dan dukungan pimpinan daerah yang kurang optimal.
”Soal sukses atau tidaknya program imunisasi ini bergantung pada pemerintah daerah. Apabila pemda setempat sangat concern, itu akan sangat memengaruhi kecepatan jalannya vaksinasi,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyampaikan, potensi penyebaran wabah dari berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi ke seluruh Indonesia patut menjadi perhatian bersama. Sejumlah rekomendasi pun telah disusun oleh IDAI, termasuk rekomendasi terkait kejadian luar biasa polio di Aceh.
Rekomendasi tersebut di antaranya meminta orangtua dan masyarakat untuk segera melengkapi imunisasi anak-anaknya sesuai usia. Gejala penyakit yang berpotensi menjadi wabah yang mengancam jiwa dan menyebabkan kecacatan juga harus diwaspadai, seperti gejala penyakit polio, difteri, campak, rubela, dan pertusis.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Tenaga kesehatan dari Puskesmas Kelurahan Cililitan mempersiapkan suntikan imunisasi untuk anak balita di permukiman kawasan RW 001 Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, Senin (22/8/2022).
Sementara tenaga kesehatan diminta memperkuat kegiatan surveilans acute flaccid paralysis atau lumpuh layu akut. Hal ini bertujuan agar kasus lumpuh layu akut cepat terjaring sehingga rantai penularan bisa cepat diputus. Tenaga kesehatan juga wajib menilai ulang buku imunisasi pada setiap kunjungan dan memastikan setiap anak sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai usianya.
Sementara pemerintah diharapkan menjamin ketersediaan semua vaksin yang masuk dalam program imunisasi nasional. Vaksin bOPV dan IPV serta nOPV-2 juga harus terjamin ketersediaannya sebagai bagian dari respons KLB polio di Aceh.
”Pemuka agama hendaknya bisa memberikan penguatan pada semua umat agama masing-masing untuk melengkapi imunisasi tanpa ada keraguan. Dukungan pada pemerintah dan masyarakat dalam bentuk edukasi di setiap kegiatan keagamaan juga dibutuhkan,” kata Piprim.