Sejumlah penolakan masih mewarnai pelaksanaan sub-Pekan Imunisasi Nasional di Kabupaten Pidie, Aceh, yang dimulai pada Senin kemarin. Tokoh masyarakat pun kian dibutuhhkan untuk membantu mengatasinya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sub-Pekan Imunisasi Nasional tengah berjalan di Kabupaten Pidie, Aceh, sebagai respons penanggulangan kejadian luar biasa polio di daerah tersebut. Namun, sejumlah kendala terkait penolakan imunisasi masih dijumpai. Peran tokoh masyarakat pun dibutuhkan untuk mengatasi hal ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Arika Husnayanti Aboebakar mengatakan, penolakan masih terjadi pada hari pertama pelaksanaan sub-Pekan Imunisasi Nasional (sub-PIN) di Kabupaten Pidie. Penolakan tersebut mayoritas karena kekhawatirkan munculnya kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) dari pemberian vaksin.
”Ada sekitar 15 persen penolakan (imunisasi). Itu rata-rata terjadi di sekolah. Akhirnya, kami pun lakukan edukasi untuk meyakinkan orangtua dan guru untuk segera melakukan imunisasi. Dari pelaksanaan hari pertama pun tidak ada keluhan KIPI,” katanya dalam konferensi pers yang diikuti secara virtual di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh Hanif menambahkan, strategi yang dilakukan ketika ada penolakan di masyarakat ialah dengan pelibatan tokoh masyarakat, seperti camat, polisi, TNI, dan kepala desa. Selain pada orangtua, pendekatan juga dilakukan pada guru di sekolah.
”Ketika ada penolakan, saya minta petugas kesehatan mundur dulu dan kita turunkan tokoh masyarakat. Pendekatan juga aktif dilakukan dari dinas pendidikan kepada kepala sekolah hingga akhirnya hari kedua ini sudah hampir tidak ada penolakan dan lebih lancar daripada kemarin,” ujarnya.
Sub-PIN merupakan tindak lanjut dari kejadian luar biasa (KLB) polio yang terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh. Status KLB tersebut ditetapkan setelah ditemukan satu kasus polio dengan lumpuh layu akibat VDPV 2 (vaccine derived polio virus 2). Direncanakan, pemberian imunisasi polio untuk sub-PIN putaran pertama akan dilakukan secara serentak selama sepekan di Kabupaten Pidie mulai 28 November 2022 dengan target 95.603 anak berusia 0-12 tahun.
Ketika ada penolakan, saya minta petugas kesehatan mundur dulu dan kita turunkan tokoh masyarakat.
Kemudian pada 5 Desember 2022 akan dilakukan di enam kabupaten/ kota di Provinsi Aceh lainnya, yakni Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, dan Sabang. Selanjutnya dilakukan di 16 kabupaten/kota lain. Sub-PIN akan dilakukan sebanyak dua putaran dengan interval minimal satu bulan. Jika dari hasil kajian epidemiologi masih ditemukan risiko penularan, sub-PIN putaran berikutnya bisa dilakukan kembali.
Pelaksana Tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine menyampaikan, total sasaran imunisasi polio untuk program sub-PIN di seluruh Provinsi Aceh mencapai 1,2 juta anak. Ditargetkan, ini setidaknya bisa mencakup 95 persen dari total sasaran untuk mencapai kekebalan komunitas dari imunisasi polio.
Ia menuturkan, vaksin yang digunakan pada sub-PIN saat ini ialah nOPV2 atau novel Oral Polio Vaccine 2. Ketersediaan vaksin tersebut sudah dipastikan cukup hingga pemberian dua putaran dengan total sekitar 60.000 vial.
”Untuk daerah lain, kami harap juga segera melengkapi status imunisasi, khususnya saat ini terkait polio. Segera bawa anak ke layanan atau tempat pemberian vaksinasi,” kata Prima.
Kerentanan
Prima menuturkan, merujuk pada peta cakupan imunisasi polio, baik untuk pemberian vaksin OPV atau imunisasi tetes sebanyak empat kali ataupun imunisasi IPV atau imunisasi polio suntik sebanyak sekali, masih ada kantong-kantong daerah dengan cakupan yang minim. Jika cakupan imunisasi minim, KLB sangat mungkin terjadi.
Dari cakupan imunisasi OPV 4, setidaknya ada satu daerah yang berisiko amat tinggi dengan cakupan imunisasi di bawah 60 persen, yakni Provinsi Aceh. Sementara itu, ada enam provinsi yang berisiko tinggi dengan cakupan imunisasi 60-79 persen. Pada cakupan IPV tercatat ada lima provinsi dengan cakupan kurang dari 60 persen dan 13 provinsi dengan cakupan 60-79 persen.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Muhammad Syahril mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan dalam penanggulangan KLB polio di Indonesia. Pertama penguatan pada upaya surveilans, yakni surveilans AFP (accute flaccid paralysis) dan surveilans lingkungan.
Kedua, fokus pada vaksinasi massal untuk membentuk kekebalan komunitas. Ditargetkan cakupan imunisasi bisa mencapai 95 persen. Ketiga dengan meningkatkan PHBS atau perilaku hidup bersih dan sehat. ”Penularan polio bisa melalui buang air besar. Jadi ini harus diputus betul agar kita bisa mengakhiri polio,” katanya.