Indonesia Diusulkan Ikut Daftarkan Kebaya sebagai Warisan Budaya Bersama 4 Negara Anggota ASEAN
Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam sepakat mendaftarkan bersama kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. Indonesia didorong untuk bergabung.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
T SUWANTINI
Kebaya Putih Kuning
JAKARTA, KOMPAS — Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam sepakat mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia pun diusulkan untuk bergabung dan mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya bersama.
Hal tersebut diumumkan Dewan Warisan Nasional (NHB), Singapura, pada Rabu (23/11/2022) melalui keterangan tertulis. Ide untuk mendaftarkan kebaya secara bersama-sama (multination/joint nomination) ke UNESCO diinisiasi dan dikoordinasi oleh Malaysia. Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand lantas sepakat bergabung.
NHB menyatakan, ini pertama kalinya Singapura terlibat dalam pendaftaran warisan budaya multinasional. Ini juga pertama kalinya empat negara anggota ASEAN tersebut tergabung dalam pendaftaran warisan budaya ke UNESCO. Negara-negara lain pun dipersilakan bergabung, termasuk Indonesia.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Anak-anak yang berkebaya turut serta menarikan tari Sirih Kuning dalam acara peluncuran " Kebaya Goes to UNESCO" di halaman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi di Jakarta, Minggu (19/6/2022). Kegiatan dalam rangka mendukung pendaftaran kebaya ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda asal Indonesia itu diikuti oleh sekitar seribuan peserta wanita yang mengenakan kebaya.
Adapun kebaya yang didaftarkan empat negara ini adalah kebaya encim. Di Indonesia, kebaya encim identik dengan warna cerah, detail bordir, dan lipatan di sisi tengah.
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam berencana mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO pada Maret 2023. Artinya, Indonesia punya waktu sebelum Maret 2023 untuk menentukan sikap.
Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Indiah Marsaban, Selasa (29/11/2022), mengatakan, mayoritas komunitas yang berkaitan dengan kebaya setuju agar Indonesia mendaftarkan kebaya ke UNESCO melalui jalur joint nomination. Menurut dia, ini justru menunjukkan semangat kebersamaan negara-negara serumpun.
Kebaya telah menjadi kebudayaan bersama (shared culture) negara-negara ASEAN. Asal-usul kebaya di Indonesia masih diperdebatkan karena busana Nusantara pun dulu dipengaruhi oleh budaya luar, baik dari Arab, China, hingga Portugis. Ini karena Indonesia dulu berada di posisi strategis jalur perdagangan.
Di sisi lain, negara mana pun tidak bisa dilarang untuk mendaftarkan suatu budaya ke UNESCO. Hal ini sesuai aturan UNESCO.
”Makna dari tercatatnya suatu elemen budaya di UNESCO bukan hak kekayaan intelektual dan bukan ’hak kepemilikan’ suatu budaya. Pencatatan budaya di daftar UNESCO hanya pengakuan bahwa budaya itu ada dan hidup di suatu wilayah, serta masyarakatnya melestarikan budaya itu,” kata Indiah.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Peserta peluncuran acara "Kebaya Goes to Unesco" menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama.
Menurut dia, Indonesia bisa mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO sendiri atau jalur single nation nomination. Namun, jalur ini butuh waktu lama. Indonesia perlu mendaftarkan kebaya jenis berbeda dengan yang diajukan Malaysia dan kawan-kawan sebagai warisan budaya tak benda nasional tahun depan. Kebaya baru bisa diajukan sebagai nominasi warisan budaya UNESCO pada 2024.
Namun, itu berarti kebaya mesti menggeser elemen kebudayaan lain yang sudah masuk antrean nominasi. Beberapa kebudayaan itu adalah jamu, kesenian reog Ponorogo, dan tradisi pembuatan tempe.
Di sisi lain, setiap negara hanya bisa mengajukan satu kebudayaan ke UNESCO setiap dua tahun dengan jalur single nation nomination. Ini berarti kebaya mesti menunggu lama untuk bisa diajukan sebagai nominasi warisan budaya UNESCO. Bergabung dengan Singapura, Thailand, Malaysia, dan Brunei Darussalam pun dinilai sebagai keputusan terbaik untuk melestarikan kebaya.
Menurut pendiri komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Rahmi Hidayati, isu ini mesti dilihat dari segi pelestarian budaya secara luas. Sentimen ”kepemilikan” terhadap kebaya dinilai tidak strategis.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)
Awak Suroboyo bus dengan menggunakan kebaya bersiap untuk bertugas di Terminal Bungurasih, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (21/4/2020). Para awak bus perempuan menggunakan kebaya dalam rangka memperingati Hari Kartini. Mereka meneladani semangat perjuangan RA Kartini dalam hal kesetaraan dengan kaum pria, baik dari pendidikan maupun pekerjaan.
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam berencana mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO pada Maret 2023. Artinya, Indonesia punya waktu sebelum Maret 2023 untuk menentukan sikap.
Manfaatkan kesempatan
Direktur Institut Sarinah Eva K Sundari menilai, ini peluang untuk ikut melestarikan kebaya. Jika Indonesia bersikeras bahwa kebaya hanya milik Indonesia, kita akan kehilangan kesempatan melestarikan warisan budaya.
Hal ini pernah terjadi tahun lalu. Pada Desember 2021, UNESCO menetapkan songket sebagai warisan budaya tak benda dari Malaysia. Indonesia dinilai ketinggalan satu langkah. Setelah itu, Indonesia berencana mendaftarkan tenun Nusantara sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.
”Belajar dari (kejadian) songket agar kita tidak rugi bertubi-tubi. Nasionalisme itu baik. Namun, kita harus memikirkan dua hingga tiga langkah ke depan,” kata Eva.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Peserta mengikuti jalan santai yang menjadi bagian dari acara peluncuran "Kebaya Goes to UNESCO".
Ia menambahkan, pendaftaran bersama atau joint nomination bakal memperkuat kekompakan negara-negara ASEAN. Hal ini akan jadi modal penting untuk diplomasi dengan negara-negara lain.
”Secara politis, ini bisa membantu (Presiden) Jokowi dalam leadership (di ASEAN), misalnya untuk mengatasi (masalah di) Myanmar,” kata Eva.
Adapun Myanmar mengalami krisis politik sejak 1 Februari 2021 setelah Panglima Tertinggi Militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengudeta pemerintahan sipil yang memenangi pemilu pada November 2020. Pada April 2021, para pemimpin ASEAN dan Min Aung Hlaing menyepakati lima poin konsensus penyelesaian krisis.
Beberapa poin konsensus itu adalah memberi akses ke utusan khusus ASEAN dan bantuan kemanusiaan, mengupayakan dialog dengan semua pihak di Myanmar, serta mengakhiri kekerasan dan permusuhan. Walakin, junta Myanmar belum melaksanakan lima poin konsensus tersebut (Kompas, 12/11/2022).