Tergerak Panggilan Jiwa, Guru pun Sulit Hitung-Hitungan
Menjadi guru lekat dengan panggilan jiwa untuk memberi pengetahuan dan kasih kepada peserta didik. Inilah yang membuat banyak guru honorer bertahan di tengah ketidakjelasan nasib.

Agustina guru honorer di SD N 70 Banda Aceh sedang mengajar siswanya. Agustina menjadi guru honorer sejak 2010 dan upah yang didapatkan Rp 400.000 per bulan.
Ratusan ribu guru honorer masih belum jelas nasibnya meskipun ada program pengangkatan satu juta guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Mereka berada di sekolah-sekolah negeri di penjuru negeri, mengisi ruang-ruang kelas yang kosong dari kehadiran guru.
Hidup berkekurangan sudah biasa dilakoni para guru honorer akibat gaji yang jauh di bawah layak. Namun, banyak dari mereka yang tetap setia berangkat ke sekolah berbekal kekuatan dari senyum dan kegembiraan anak-anak di ruang kelas.
"Hanya senyuman dan celotehan siswa yang menyemangati setiap hari dan menjadi alasan untuk tetap bertahan menjadi guru honorer," kata Dede Patimah (34), guru honorer yang telah mengabdi selama 13 tahun di SMK Negeri Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022).
Dari hitung-hitungan gaji sebagai guru honorer sekitar Rp 2 juta per bulan ditambah penghasilan tambahan dari menyambi sebagai asisten dosen di kampus swasta, mengajar di tempat bimbingan belajar, dan berjualan di toko daring, hidupnya lebih besar pasak daripada tiang. Penghasilan guru honorer dan tambahan tidak sampai Rp 3 juta, namun pengeluaran rumah tangga mencapai Rp 3,4 juta per bulan.
"Kalau hitung-hitungan, ini sudah rugi. Untung masih terbantu penghasilan suami yang bekerja di Bandung,” kata Dede yang sama seperti guru PNS lainnya harus berada di sekolah pukul 07.00-15.30, termasuk saat tidak ada jadwal mengajar.
Beban kerja guru honorer sama dengan guru ASN, tetapi upah yang diterima masih jauh dari kata layak.
Panggilan jiwa atau passion menjadi guru seringkali menjadi kekuatan para guru honorer saat merenungi nasib yang tak kunjung jelas kapan diangkat sebagai guru PPPK. Padahal di depan mata, kuota kebutuhan guru PPPK yang dibuka lebih besar dari jumlah guru honorer yang saat ini ada di sekolah negeri sebanyak 724.029 guru.
“Terus-terang batin sering menangis jika mengingat nasib dan perjuangan guru honorer. Tapi sulit sekali move on dari dunia pendidikan. Sudah pernah mencoba kerja lain, tapi panggilan jiwa untuk mengajar lebih kuat,” kata Defi Meliyana, guru honorer bahasa inggris di salah satu SMP negeri di Metro Lampung yang juga Ketua Presidium Pendidik Tenaga Kependidikan Honorer Indonesia.
Defi setia bergerak memimpin perjuangan para guru honorer di seluruh Indonesia sejak tahun 2019 hingga kini. Secara jujur, dirinya merasa lelah melihat banyak “drama” dalam pengangkatan guru honorer oleh pemerintah. Dia pun tetap belum jelas kapan diangkat, karena formasi guru bahasa inggris tidak dibuka pemerintah daerah.
“Saya mencurahkan kegundahan dengan banyak menulis puisi. Namun, kaki ini tetap saja tak bisa ditahan untuk pergi ke sekolah. Melihat senyum anak-anak di sekolah, rasanya mendapat kekuatan baru lagi. Semoga para guru honorer yang bertahan karena passion ini tidak dighosting alias digantung nasibnya oleh pemerintah pusat dan daerah,” kata Defi.
Baca juga : Memaknai Hari Guru

Seorang guru menyampaikan tuntutan di depan gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (24/11/2022). Guru-guru lulus nilai minimal atau passing grade dari sekolah negeri dan swasta yang datang dari sejumlah daerah berunjuk rasa di depan kantor DPR RI. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ada sekitar 193.954 guru yang telah lulus nilai minimal. Namun, hanya sekitar 127.186 guru saja yang mendapat formasi. Masih ada 66.768 guru yang hingga hari ini belum mendapat formasi.
Melebihi batas maksimal
Kekurangan guru memang nyata di banyak sekolah negeri di berbagai penjuru negeri. Sekolah pun berjibaku untuk memastikan para siswa tidak menjadi korban. Para guru lah, termasuk guru honorer yang terdepan untuk mengatasi ketiadaan guru yang diangkat pemerintah daerah.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMP Negeri 60 Palembang Nurbana mengatakan, kekurangan guru sudah terjadi sejak sekolah tersebut pertama kali beroperasi pada 2018. "Ada 560 siswa di sekolah ini, namun guru yang tersedia hanya 25 orang, termasuk delapan guru honorer," ucap Nurbana.

Semua guru di sekolah tersebut harus bekerja lebih dari 30 jam per minggu karena sekolah ini menerapkan dua kali sesi yakni pagi dan siang. Bahkan, ada beberapa guru yang harus mengajar di luar latar belakang keilmuannya. Guru bekerja dari pukul 07.00- 17.00 selama enam hari.
"Seperti saya guru IPS, tapi harus merangkap menjadi guru agama karena kami hanya memiliki satu guru agama," kata Nurbana.
Akibat rangkap tugas, dalam satu minggu Nurbana harus mengajar selama 42 jam atau melebihi dari batas maksimal yang tertera dalam data pokok pendidikan (Dapodik) maksimal mengajar sekitar 37 jam. "Terus terang untuk mata pelajaran agama tidak tertera dalam Dapodik saya. Namun saya tetap mengajar karena ini berkaitan dengan masa depan siswa," ujar Nurbana.
Putar otak mengatasi kekurangan guru juga dilakukan Pelaksana Tugas Kepala Sekolah SD Negeri 192 Palembang, Rohainah. Di sekolah ini hanya ada tujuh guru untuk mengajar 109 siswa dari kebutuhan 12 guru. "Bahkan bulan ini jumlahnya akan berkurang karena ada satu guru yang memasuki masa pensiun," ujar Rohaniah.
Oleh karena kekurangan guru, Rohainah harus turun tangan ikut mengajar. "Kalau saya harus keluar sekolah untuk rapat dengan dinas. Saya minta guru lain menggantikan. Jika tidak ada ya terpaksa siswa belajar sendiri di kelas," ucapnya.
Baca juga : Masalah Klasik, Kekurangan Guru
Kekurangan guru ini juga sudah diketahui oleh orangtua siswa dan mereka sebagai besar sudah memaklumi situasi tersebut. Namun Rohainah khawatir karena kekurangan guru ini penyampaian materi kepada siswa tidak optimal.
Di SDN Geluran 3, Taman, Sidoarjo, Jawa Timur, jumlah guru honorer lebih banyak dibandingkan guru ASN. Edy Wuryanto selaku kepala sekolah yang dilantik tahun 2019 mendapati sekolah dengan guru berstatus honorer daerah sebanyak 10 guru, sedangkan guru ASN delapan guru. Selain itu, guru agama Islam tidak ada karena pensiun.
“Untuk menggaji guru honorer menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, dengan jumlah guru honorer yang banyak, pengelola sekolah tidak leluasa menggunakan dana BOS untuk mengembangkan sistem pembelajaran,” ujar Rohaniah.
Darurat
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru Satriwan Salim mengatakan, Indonesia mengalami darurat kekurangan guru di sekolah negeri. Proses dan keberlanjutan pembelajaran di sekolah selama ini sangat ditopang guru honorer.
Beban kerja guru honorer sama dengan guru ASN, tetapi upah yang diterima masih jauh dari kata layak. Meskipun mengabdi belasan tahun, sejahtera tetap saja menjadi angan-angan.
Satriwan menambahkan, ada empat tingkatan seorang guru. Pertama sekaligus tertinggi adalah guru ASN, kemudian guru PPPK dengan kesejahteraan tidak sebaik guru ASN. Selanjutnya, guru honorer dari pemerintah daerah dengan upah di bawah minimum daerah, dan terakhir guru honorer sekolah yang dibayar dengan BOS.
“Kami berharap Presiden turun tangan menuntaskan karut-marut pengelolaan guru di Tanah Air, termasuk menuntaskan persoalan guru PPPK dan manajemen PPPK yang berantakan hingga sekarang. Guru masih jauh dari sejahtera,” kata Satriwan.
Baca juga : Rekrutmen Guru PPPK Membawa Masalah bagi Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F08%2F22%2Fb95ab1d8-f12f-4a6b-aaaf-90805d1a3975_jpg.jpg)
Ratusan guru honorer tingkat SD dan SMP yang lulus passing grade seleksi PPPK guru menggelar unjuk rasa di Kantor DPRD Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (22/8/2022). Massa menuntut Wali Kota Padang menjelaskan kelanjutan nasib mereka karena pemkot terlambat mengajukan kuota formasi guru PPPK ke kementerian PAN dan RB. Ada sekitar 1.228 guru honorer di Padang yang bernasib sama dengan peserta aksi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek, Nunuk Surayani mengatakan pengangkatan ASN PPPK sekaligus menjadi kesempatan untuk menata kembali penyebaran guru di sekolah negeri. Sebab, masih ada kelebihan guru di sejumlah sekolah lantaran distribusi tidak merata.
”Ada guru-guru yang menumpuk di satuan pendidikan tertentu. Karena itu, kelebihan guru-guru yang ada ini perlu diredistribusi oleh pemerintah daerah sehingga sekolah yang kosong bisa diisi gurunya,” ujar Nunuk. (RAM/NIK/TAM/IKI/ELN/Z11)