Satu dari Delapan Warga Lansia Depresi untuk Pertama Kalinya Selama Pandemi
Sebuah studi terbaru terhadap sekitar 20.000 warga lansia menemukan satu dari delapan lansia mengalami depresi untuk pertama kalinya selama pandemi. Sangat penting mengatasi potensi efek jangka panjang akibat pandemi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Dengan menggunakan masker dan letak kursi roda yang berjarak, mereka memperingati Hari Lanjut Usia Nasional di Panti Wreda Elim, Kota Semarang, Jawa Tengah, akhir Mei 2020. Jumat (29/5/2020). Usia lanjut menjadi salah satu kelompok yang paling rawan dan fatal terhadap tertularnya Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tidak hanya menimbulkan kekhawatiran masyarakat tertular SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit tersebut. Pandemi juga memicu tekanan mental pada warga lanjut usia atau lansia sehingga menyebabkan depresi.
Sebuah studi terbaru terhadap sekitar 20.000 warga lansia di Kanada menemukan satu dari delapan warga lansia mengalami depresi untuk pertama kalinya selama pandemi. Jumlah lebih banyak dialami oleh warga lansia yang sebelum pandemi sudah pernah depresi.
”Tingkat serangan depresi pertama yang tinggi pada 2020 menyoroti korban kesehatan mental substansial akibat pandemi pada kelompok lansia yang sebelumnya sehat secara mental,” kata penulis pertama studi tersebut, Andie MacNeil dari Institute for Life Course and Aging, University of Toronto, Kanada, dikutip dari Eurekalert.org, Kamis (24/11/2022).
Warga lansia menanti giliran pemeriksaan oleh kader Posyandu di Balai RT 012 RW 007, Kelurahan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Kamis (14/7/2022).
Studi ini telah diterbitkan dalam International Journal of Environmental Research and Public Health. Penelitian menganalisis tanggapan dari studi longitudinal tentang penuaan dengan mengumpulkan data dari pengalaman sampel penelitian.
”Kami berharap temuan ini dapat membantu profesional kesehatan dan pekerja sosial meningkatkan penyaringan dan penjangkauan yang ditargetkan untuk mengidentifikasi dan melayani warga lansia yang paling berisiko mengalami depresi,” ujarnya.
Kurangnya pengobatan depresi, terutama depresi persisten pada warga lansia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi saat ini. Sangat penting untuk mengatasi potensi efek jangka panjang dari pandemi Covid-19 pada kesehatan mental warga lansia.
Temuan ini menyoroti tidak proporsionalnya beban kesehatan mental yang ditanggung oleh individu dengan status sosial ekonomi rendah. Banyak dari faktor risiko sosial ekonomi ini diperburuk oleh kerawanan ekonomi saat pandemi.
Sapriya Birk, penulis studi lainnya, mengatakan, pandemi telah menjungkirbalikkan banyak aspek kehidupan. Hal ini menjadi pukulan psikologis bagi orang-orang dengan riwayat depresi.
”Profesional kesehatan perlu waspada dalam menyaring pasien mereka yang memiliki masalah kesehatan mental sejak dini,” ucapnya.
Para peneliti mengidentifikasi beberapa faktor yang memengaruhi depresi pada warga lansia, seperti tabungan tidak memadai, kesepian, sakit kronis, kesulitan mengakses layanan kesehatan, riwayat pengalaman masa kecil yang merugikan, dan konflik keluarga. Warga lansia dengan tabungan lebih sedikit lebih rentan mengalami depresi selama pandemi.
Temuan ini menyoroti tidak proporsionalnya beban kesehatan mental yang ditanggung individu dengan status sosial ekonomi rendah. Banyak dari faktor risiko sosial ekonomi ini diperburuk oleh kerawanan ekonomi saat pandemi.
Warga lansia mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 dalam kegiatan vaksinasi warga lansia di Masjid Raya Sumatera Barat, Padang, Sumbar, akhir April 2021.
Warga lansia yang mengalami berbagai dimensi kesepian, seperti merasa ditinggalkan, merasa terisolasi, dan kurang memiliki teman, mempunyai risiko empat hingga lima kali lebih tinggi mengalami insiden dan depresi berulang. ”Koneksi sosial dan dukungan sosial sangat penting untuk kesejahteraan dan kesehatan mental. Dukungan dan penjangkauan yang lebih baik diperlukan bagi mereka yang terisolasi,” kata penulis lainnya, Ying Jiang, Ahli Epidemiologi Senior di Badan Kesehatan Masyarakat Kanada.
Direktur Institute for Life Course and Aging, University of Toronto, Esme Fuller-Thomson, menyebutkan, konflik keluarga selama pandemi memiliki risiko depresi lebih dari tiga kali lipat. Oleh sebab itu, kondisi lingkungan sekitar sangat menentukan kesehatan mental warga lansia.
”Konflik keluarga adalah pemicu stres utama. Tekanan pandemi menyebabkan ketegangan cukup besar pada banyak hubungan keluarga. Konflik berikutnya adalah risiko besar bagi depresi,” katanya.