Perayaan Hari Guru Nasional 2022 menjadi momentum untuk terus mengevaluasi peran dan dukungan bagi guru-guru Indonesia. Para guru masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan proses pembelajaran dan kesejahteraan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru Indonesia didorong untuk tangguh menjalankan inovasi, menciptakan perubahan dan kebaruan dalam pembelajaran dan kepemimpinan di sekolah. Di sisi lain, kesejahteraan guru masih diupayakan pemerintah melalui pegangkatan satu juta guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK.
”Memang, pada dasarnya tidak ada perubahan yang membuat kita nyaman. Jika masih nyaman, itu artinya kita tidak berubah,” kata Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam pidato di upacara peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2022 di Jakarta, Jumat (25/11/2022). Hari Guru Nasional 2022 kali ini diperingati dengan tema ”Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar”.
Nadiem mengatakan, semangat untuk menciptakan perubahan dan kebaruan dalam pembelajaran di kelas dibutuhkan. Hal ini untuk memberi kemauan untuk berubah dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah tidak sesuai dengan tantangan serta kebutuhan zaman.
Pak Presiden pernah punya legacy baik di masa lalu. Semoga Pak Presiden juga meninggalkan legacy kebaikan serupa, di akhir masa periode beliau sebelum 2024 nanti.
Perubahan itu tidak hanya berlaku bagi guru. Menurut Nadiem, perubahan juga meliputi seluruh pegawai di Kemendikbudristek yang terus dipacu untuk berinovasi, mengubah cara pandang, dan cara kerja dalam memberikan layanan terbaik bagi pendidik dan peserta didik.
Nadiem memaparkan selama tiga tahun terakhir, Kemendikbudristek menjalankan terobosan Merdeka Belajar. Ia menyatakan melalui terobosan ini, berbagai rintangan mulai dari Sabang hingga Merauke telah mampu dilewati.
Program yang menyasar para guru untuk meningkatkan kualitas, profesionalisme, serta kesejahteraan guru terlihat dari Platform Merdeka Mengajar, Program Guru Penggerak, Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), dan pengangkatan guru honorer menjadi ASN PPPK.
Dalam kesempatan itu, Nadiem berterima kasih kepada para guru yang mau mencoba hal-hal baru, tidak takut untuk berinovasi, yang sadar dan paham bahwa sudah tiba waktunya untuk bertransformasi. Kemendikbudristek memberi dukungan kepada guru melalui Platform Merdeka Mengajar yang dirancang guna memenuhi kebutuhan guru akan ruang untuk belajar, berkarya, dan berkolaborasi.
”Platform Merdeka Mengajar kami buat berdasarkan kebutuhan di lapangan. Hingga saat ini, sebanyak 1,6 juta guru telah menggunakan Platform Merdeka Mengajar. Saya berterima kasih kepada guru,” kata Nadiem.
Sementara itu, lewat program Guru Penggerak, lanjut Nadiem, para guru diajak untuk mengutamakan murid dalam setiap keputusan, mampu menjadi mentor bagi guru-guru lain, dan berani melakukan terobosan-terobosan dalam memperjuangkan yang terbaik bagi muridnya. Hingga kini, sebanyak 50.000 guru telah menjadi Guru Penggerak untuk memimpin roda perubahan pendidikan Indonesia.
”Mereka inilah generasi baru kepala sekolah dan pengawas, generasi baru kepemimpinan pendidikan Indonesia. Saya sangat berharap agar seluruh kepala daerah dapat segera mengangkat para guru penggerak untuk menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah, para inovator di sekolah, dan di lingkungan sekitar,” tutur Nadiem.
Menyiapkan calon guru
Saat ini, pemerintah tidak hanya memastikan guru dalam jabatan terus meningkat profesionalisme dan kesejahteraannya. Menurut Nadiem, transformasi juga dilaksanakan dalam persiapan calon guru masa depan melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan.
Bahkan, kepala sekolah akan diberi sanksi jika guru terlambat atau tidak mengisi konten PMM. Dulu kami dibebani administrasi, sekarang guru dibebani aplikasi.
Pendidikan calon guru selama satu tahun setelah sarjana kini berorientasi pada praktik pengalaman lapangan, mengedepankan metode inkuiri, dan membiasakan guru melakukan refleksi. Selain itu, perkuliahan PPG jauh lebih terintegrasi dengan sekolah, kampus, dan masyarakat melalui sistem digital.
”Semua ini bertujuan untuk melahirkan para pendidik sejati yang profesional dan adaptif, yang terus memprioritaskan kebutuhan peserta didik, dan yang selalu bersemangat untuk berkolaborasi dalam berinovasi,” ujar Nadiem.
Menyinggung kesejahteraan para guru, kata Nadiem, Kemendikbudristek terus memprioritaskan pengangkatan guru honorer menjadi ASN PPPK. Dalam upaya ini, masih banyak hal yang perlu disempurnakan.
”Kita semua harus bergotong royong agar target kita, yakni satu juta guru diangkat sebagai ASN PPPK, dapat segera terwujud,” kata Nadiem.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, peringatan HGN 2022 harus menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengevaluasi semua kebijakan mengenai guru. Pengangkatan satu juta guru PPPK dinilai karut-marut karena kebijakan yang tidak tepat. Para honorer semakin tidak jelas nasibnya.
”Kami minta Presiden Joko Widodo turun tangan membereskan masalah guru PPPK. Sebab, Pak Presiden pernah punya legacy baik di masa lalu, tercatat dalam sejarah guru memberikan peningkatan kesejahteraan guru saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Semoga Pak Presiden juga meninggalkan legacy kebaikan serupa di akhir masa periode beliau sebelum 2024 nanti,” kata Satriwan.
Menurut Satriwan, penuntasan guru honorer menjadi guru PPPK sebagai komitmen pemerintah pada kesejahteraan guru. Dari data Otoritas Jasa Keuangan, sebanyak 42 persen masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal adalah guru.
”Apakah 42 persen guru yang terjebak pinjol itu berstatus guru honorer atau swasta dengan upah yang tidak layak? Atau statusnya PNS? Jika yang kena guru honorer, kami rasa pantas saja, dampak buruk rendahnya gaji mereka. Upah minimum pun tidak, apalagi sejahtera. Solusi memenuhi kebutuhan hidupnya, ya, ikut pinjol,” kata Satriwan.
Evaluasi juga perlu dilakukan pada kebijakan digitalisasi pendidikan, khususnya melalui kanalisasi tunggal Platform Merdeka Mengajar (PMM) justru kontraproduktif dengan semangat Merdeka Mengajar. P2G menerima laporan dari para guru di daerah termasuk anggota P2G, keberadaan PMM ternyata menyulitkan dan menambah beban administratif guru dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
”Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru diwajibkan oleh Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah mengisi sampai tuntas PMM. Bahkan, kepala sekolah akan diberi sanksi jika guru terlambat atau tidak mengisi konten PMM. Dulu, kami dibebani administrasi, sekarang guru dibebani aplikasi,” kata Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri,
P2G juga mendesak Kemendikbudristek agar memperhatikan dan menjamin keamanan digital bagi data jutaan guru yang mengunduh PMM. Bahkan, yang sangat disayangkan, absennya isu hak kekayaan intelektual dari konten-konten pembelajaran dan kurikulum yang diunggah oleh guru di PMM.
”Kemendikbudristek agaknya belum menghargai karya-karya guru yang diunggah di PMM. Guru tak memperoleh feedback baik secara materil maupun nonmateril atas karyanya,” kata Iman.
Perihal masih ada 1,6 juta guru yang belum disertifikasi, P2G meminta Kemendikbudristek mempermudah syarat bagi guru dalam jabatan untuk mengikuti PPG (pendidikan profesi guru) dalam jabatan. Bahkan, Kemendikbudristek dapat membuat kebijakan pemutihan bagi guru yang belum disertifikasi.
”Mas Menteri Nadiem jangan membangun narasi bahwa UU Guru dan Dosen lah yang menjadi penghambat guru belum disertifikasi. Jika benar-benar berpihak kepada guru, hendaknya Mendikbudristek mempermudah syarat sertifikasi guru, bisa saja lakukan pemutihan,” kata Iman menegaskan.