Pengangkatan satu juta guru PPPK dinilai karut-marut. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum sepaham soal anggaran sehingga nasib ratusan ribu guru honorer semakin tidak jelas.
Oleh
Tim Kompas
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Peringatan Hari Guru Nasional 2022 masih menyisakan persoalan pengangkatan satu juta guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK yang belum tuntas dan karut-marut. Pengajuan formasi dari pemerintah daerah minim karena ketidakyakinan soal penggajian dari pemerintah pusat. Nasib ratusan ribu guru honorer pun terkatung-katung.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dari rekrutmen guru PPPK di tahap 1 dan 2 tahun 2021 hingga tahap 3 tahun 2022, pengajuan formasi dari pemerintah daerah selalu jauh di bawah kebutuhan.
Kemendikbudristek membuka rekrutmen 1.002.616 guru di sekolah negeri. Namun, pada 2021 formasi yang diajukan pemda baru 506.252 guru. Jumlah guru PPPK yang dinyatakan lolos dan mendapat formasi sebanyak 293.860 guru, sedangkan yang lulus tetapi tidak mendapat formasi sebanyak 193.954 guru.
Pada 2022, kembali pengajuan formasi dari pemda masih jauh dari kebutuhan, yakni sekitar 40,9 persen dari kuota pemerintah pusat sebanyak 781.844 orang. Dari jumlah tersebut, baru sebanyak 127.186 guru prioritas satu yang mendapat formasi hingga November 2022. Dengan demikian, dari kebutuhan sekitar satu juta guru PPPK, baru sekitar 421.046 guru yang mendapat formasi di sekolah-sekolah negeri di daerah.
”Nasib kami terombang-ambing tanpa kejelasan. Padahal, kami sudah mengikuti seleksi sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah,” ujar Ketua Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia Heti Kustrianingsih, Kamis (24/11/2022).
Akibat ketidakjelasan itu, sejumlah guru dirugikan karena sudah telanjur keluar dari sekolah tempat mereka mengajar. Tak sedikit yang menyambi pekerjaan lain, mulai dari pedagang hingga pengemudi ojek.
Para guru honorer cemas karena masa depan yang tak pasti. Mereka menjadi korban akibat kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang tak sejalan. Pemda tak berani ajukan formasi karena tidak ada kejelasan atau jaminan pembayaran gaji guru PPPK seperti yang dijanjikan pemerintah pusat.
Anggaran kurang
Ketidakselarasan kebijakan soal anggaran sempat membuat Pemerintah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, membatalkan pengajuan formasi pengangkatan guru PPPK tahun 2022. Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Brebes Riyanto menyebutkan, formasi bagi PPPK telah dibuka kembali setelah sempat dibatalkan pada awal November.
”Ini formasi 1.285 tahap 3. Ini formasi sisa. Alhamdullillah bisa dibuka lagi pada 13-17 November,” kata Riyanto.
Sekretaris Daerah Kabupaten Brebes Djoko Gunawan mengatakan, alokasi di dana alokasi umum (DAU) untuk PPPK sekitar Rp 84 miliar. Padahal, sudah ada 2.822 PPPK, jika ditambah 1.497 orang, maka beban DAU tidak cukup karena butuh sekitar Rp 260 miliar setahun.
”Kami hanya mendapatkan Rp 84 miliar, Pemkab menghitung pendanaan itu tidak mencukupi. Memang ini desakan-desakan dan harapan dari teman-teman PPPK cukup kuat dan tahun depan memang prioritas utama memang tenaga pendidikan. Maka, Ibu Bupati mengambil inisiatif mengambil kembali sepenuhnya 1.285 (formasi) itu. Ibu Bupati menekankan pendapatan PAD digenjot lagi, ditingkatkan dan ada beberapa efisiensi dari SKPD yang kita rasa bisa ditunda untuk memenuhi kebutuhan itu. Solusinya begitu,” papar Djoko.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Indramayu Ari Risdianto mengatakan, Kabupaten Indramayu mengusulkan kuota 280 guru PPPK. Namun, kendalanya, Indramayu mengalami keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Kalau kami, tentu saja akan senang jika semuanya bisa diangkat sebagai ASN PPPK. Tetapi, sekali lagi, anggaran kita terbatas. Masih banyak sektor lain yang harus dibiayai, misalnya infrastruktur,” ungkap Ari.
Dari Nusa Tenggara Timur, anggota Komisi X DPR, Yacoba Anita Gah, dalam pertemuan dengan perwakilan guru honorer dari 22 kabupaten/kota di NTT di Kota Kupang, mengatakan, ada DAU sebesar Rp 157 miliar untuk pengangkatan sekitar 3.000 guru honorer yang lolos seleksi PPPK tahun 2021 telah ditransfer Kementerian Keuangan ke kas daerah NTT. Namun, pemerintah provinsi belum membuka formasi guru bagi para lulusan itu.
”Pusat tidak salah, tidak diskriminatif terhadap NTT. Yang menjadi masalah adalah Pemda NTT. Mereka mau membangun sumber daya manusia NTT atau membiarkan SDM di daerah ini tetap terpuruk. Mereka punya kemauan membangun daerah ini atau tidak?” ujar Anita.
Anita menyetujui usulan peserta pertemuan bahwa KPK perlu turun tangan menangani kasus ini jika sampai 2023 pun formasi itu tidak dibuka untuk guru honorer yang sudah lulus. Dana Rp 157 miliar itu bukan jumlah yang sedikit.
Mereka menjadi korban akibat kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang tak sejalan.
Disediakan pemerintah pusat
Saat rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengakui bahwa proses rekrutmen guru tidak sempurna, ada banyak tantangan. Penyelesaiannya rumit karena melibatkan berbagai pihak dan setiap langkah yang dilakukan terkait satu sama lain.
Nadiem mengakui sempat frustrasi saat turun ke daerah. ”Suka bingung, padahal kami sudah menjelaskan berkali-kali bahwa anggaran sudah disediakan pemerintah pusat. Kami akan terus berjuang dan sosialisasi ke daerah untuk memastikan dan meyakinkan guru PPPK ini harusnya prioritas nomor satu,” ujar Nadiem.
Direktur Dana Transfer Umum Kementerian Keuangan Adriyanto mengatakan, pemerintah pusat menjamin alokasi anggaran gaji guru ASN PPPK dalam pos DAU. Penggunaannya telah ditentukan secara khusus atau earmark. Pemerintah daerah diharapkan tidak ragu untuk mengajukan kuota formasi dan mengangkat guru PPPK sesuai kebutuhan.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2023, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan telah menganggarkan dana untuk penggajian formasi PPPK sebesar Rp 25,74 triliun. Anggaran itu dialokasikan dalam pos DAU. Formasi itu sudah termasuk PPPK guru, PPPK tenaga kesehatan, dan PPPK teknis.
Adriyanto mengatakan, berbeda dari DAU sebelumnya, pada alokasi DAU tahun 2023, pemerintah pusat menetapkan bagian khusus untuk penggajian formasi PPPK yang telah ditandai dan ditentukan penggunaannya (earmarked). Keterangan alokasi anggaran yang ditentukan penggunaannya itu ikut dicantumkan dalam Undang-Undang (UU) APBN 2023 untuk memberi kepastian serta mendorong kepatuhan pemda dalam mengajukan formasi dan mengangkat ASN PPPK.
Selama ini, meski anggaran penggajian PPPK dalam DAU pada praktiknya sudah di-earmark, detail penggunaan itu tidak dicantumkan dalam lampiran rincian Dana Transfer Umum (DTU) di UU APBN. Keterangan alokasi anggaran yang di-earmark hanya disampaikan melalui surat dari pemerintah pusat ke daerah sehingga membuat sejumlah pemda ragu mengajukan formasi.
”Untuk mendorong lebih banyak pemda mengangkat formasi, pada alokasi DAU 2023 telah ditetapkan bagian earmark untuk penggajian formasi PPPK. Dana tersebut nantinya baru bisa disalurkan kalau daerah yang bersangkutan sudah menyampaikan laporan pengangkatan formasi PPPK tahun 2022 dan 2023,” kata Adriyanto.
”Kementerian Keuangan hanya akan menyalurkan anggaran DAU earmarked untuk PPPK sebesar jumlah penggajian formasi PPPK yang sudah diangkat oleh daerah,” katanya.(DKA/FRN/KOR/AGE/IKI/TAM/ELN/NIK/RAM/Z04/Z11/Z16)