Budaya Aman dan Siaga Bencana di Sekolah Membuat Sekolah Sigap
Penguatan budaya aman dan siaga di sekolah-sekolah terus diperkuat Kemendikbudristek. Sekolah siaga mampu menyelamatkan warga sekolah saat mengahadapi bencana alam yang sewaktu-waktu terjadi di sekolah.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Budaya aman dan siaga di sekolah terus diupayakan untuk membangun ketahanan dalam menghadapi bencana. Melalui program Satuan Pendidikan Aman Bencana, pemerintah mendukung sekolah agar memiliki fasilitas sekolah aman, manajemen bencana di sekolah, serta pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Sebanyak 342 satuan pendidikan dilaporkan terdampak gempa bumi di Cianjur. Berdasarkan data yang dihimpun Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB), total jumlah sekolah yang terdampak gempa di Cianjur tersebut terdiri dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga SMA/SMK. Selain itu, juga sekolah luar biasa dan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).
Kesiapsiagaan sekolah menghadapi bencana membuat sekolah sigap untuk mengambil langkah yang tepat dalam mengutamakan keselamatan anak-anak didik yang ada di sekolah. Kepala SMA Negeri 2 Cianjur, Haruman Taufik, Rabu (23/11/2022), mengatakan, sekolahnya terdampak dua kali gempa. Gempa pertama tidak membuat bangunan sekolah roboh.
Inilah yang disebut pahlawan karena bisa memastikan siswanya yang sedang belajar bisa berada di tempat aman.
Saat itu, menurut Haruman, para guru dengan sigap menginstruksikan seluruh peserta didik untuk meninggalkan ruang kelas dan berkumpul di lapangan. Warga sekolah dapat keluar dengan aman. Ketika terjadi gempa kedua atau susulan, sekolah mengalami kerusakan yang lebih parah, terutama enam ruang kelas di lantai dua.
Fasilitas belajar di kelas juga mengalami kerusakan. Pada masa tanggap darurat ini, para guru masih fokus untuk penyembuhan atas trauma yang dirasakan. Hal ini membuat pembersihan dan pendataan fasilitas yang rusak belum dilakukan.
”Harapan saya anak-anak tetap sabar dan kuat menghadapi musibah ini dan tidak kehilangan semangat untuk segera bangkit kembali menuntut ilmu,” kata Haruman.
Haruman menekankan, siapa pun dalam situasi bencana harus tetap tenang agar bisa mencari solusi. Dia bersyukur warga sekolah dapat selamat dari dampak sekolah rusak terkena gempa bumi yang terjadi pada Senin kemarin.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim yang mengunjungi sejumlah satuan pendidikan yang rusak di Cianjur pada Rabu kemarin mengapresiasi kesigapan para guru yang segera membawa anak-anak ke tempat aman. Satuan pendidikan diharapkan semakin memahami pentingnya tanggap bencana dalam upaya menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman untuk semua.
Nadiem menyampaikan, Kemendikbudristek akan terus berupaya menghadirkan berbagai dukungan untuk mempercepat pemulihan satuan pendidikan dan warga pendidikan dari dampak gempa. Perbaikan bangunan sekolah akan segera dikoordinasikan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Untuk memenuhi hak belajar anak, lanjut Nadiem, beragam moda pembelajaran dapat diterapkan dalam masa tanggap darurat ini. Kewenangan pengelolaannya menyesuaikan situasi dan kondisi peserta didik, pendidik, dan sarana yang ada. Pengaturannya akan dikembalikan kepada dinas pendidikan setempat sesuai kewenangan.
”Namun, kita harus utamakan keselamatan dan pemulihan dari trauma akibat bencana yang dialami. Saya rasa itu yang utama saat ini,” tutur Nadiem.
Terjunkan mahasiswa
Dukungan untuk membantu penangan bencana gempa bumi di Cianjur juga dilakukan Universitas Gadjah Mada (UGM). Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni Arie Sujito mengatakan, tim respons cepat UGM yang beranggotakan tujuh mahasiswa dan tenaga kependidikan sudah diberangkatkan untuk melakukan asesmen awal sebelum tim relawan dalam jumlah yang lebih besar diturunkan pekan mendatang.
”Kami memberangkatkan tim yang menjadi representasi UGM untuk membantu merespons cepat peristiwa bencana alam di Cianjur. Ini adalah bagian dari tanggung jawab secara moral dan kemanusiaan karena kami menyadari sebagai perguruan tinggi adalah tanggung jawab kita untuk peduli dan berinisiatif,” kata Arie.
UGM memiliki tim tanggap bencana yang terdiri dari berbagai unsur di bawah koordinasi Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPkM). Ketujuh orang yang diberangkatkan ini terdiri atas anggota resimen mahasiswa dan staf DPkM yang memang telah memiliki pengalaman dalam penanganan bencana, serta mahasiswa dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) dan Fakultas Psikologi.
Menurut Arie, tim ini akan mendistribusikan bantuan, mengonsolidasikan berbagai jejaring pendukung yang dimiliki UGM, serta mendukung upaya penanganan bencana yang dilakukan pemerintah serta organisasi masyarakat setempat sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Selanjutnya, UGM juga akan menurunkan mahasiswa untuk membantu pemulihan jangka pendek dan menengah melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Peduli Bencana pada Desember mendatang.