Pusat gempa yang dangkal menyebabkan kuatnya guncangan sehingga memicu kerusakan banyak bangunan dan korban jiwa.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa berkuatan M 5,6 yang terasa kuat di sejumlah wilayah Jawa Barat, Banten, dan Jakarta pada Senin (21/11/2022) pukul pukul 13.21 WIB bersumber dari sesar darat di sekitar Kabupaten Cianjur. Pusat gempa yang dangkal menyebabkan kuatnya guncangan sehingga memicu kerusakan banyak bangunan dan korban jiwa.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, pusat gempa berada di koordinat 6,84 Lintang Selatan, 107,05 Bujur Timur. Lokasi ini sekitar 10 kilometer barat daya Kabupaten Cianjur dan 15 km timur laut Kota Sukabumi.
Hiposenter gempa berada di kedalaman sekitar 10 km sehingga tergolong gempa dangkal. Hasil monitoring BMKG gempa susulan Cianjur sampai dengan pukul 19.00 terjadi 62 kali gempa dengan kekuatan di bawah M 5.
Pada tahun 1844 dan 1910 terjadi gempa kuat yang merusak di Cianjur dan sekitarnya. Pada 21 Januari 1912 juga terjadi gempa.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa ini diduga bersumber dari zona sesar darat Cimandiri. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan geser.
”Karena sumbernya dangkal, dampak guncangannya menjadi terasa kuat dan merusak. Ciri lain dari gempa dari kerak dangkal biasanya akan diikuti banyak gempa susulan,” katanya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto mengatakan, BNPB terus melakukan pendataan jumlah korban dan kerusakan akibat gempa kali ini. ”Korban jiwa khususnya di Kabupaten Cianjur 17 orang meninggal dan 19 orang warga alami luka-luka cukup berat,” katanya.
Jumlah korban jiwa diperkirakan akan terus bertambah mengingat proses evakuasi masih dilakukan. ”BNPB akan menempatkan satu helikopter untuk mempermudah penanganan darurat bencana, evakuasi, dan pendistribusian logistik ke lokasi-lokasi terisolir,” tutur Suharyanto.
Kawasan berisiko
Daryono mengatakan, kawasanSukabumi, Cianjur, Purwakarta, Lembang, hingga Bandung merupakan kawasan tektonik yang kompleks. Kawasan ini dikeliling jalur gempa aktif, seperti sesar Cimandiri dan Lembang, serta sejumlah sesar minor.
”Kompleksitas tektonik ini berpotensi memicu gempa kerak dangkal. Ini menjadi kawasan rentan gempa permanen,” katanya.
Sejumlah gempa merusak juga pernah terjadi di zona Sukabumi-Cianjur, yang diduga disebabkan aktivitas sesar Cimandiri. ”Pada tahun 1844 dan 1910 terjadi gempa kuatyang merusak di Cianjur dan sekitarnya. Pada 21 Januari 1912 juga terjadi gempa,” katanya.
Daryono menambahkan, pada 2 November 1968 terjadi gempa berkekuatan M 5,4 dan 10 Februari 1982 berkekuatan M 5,5 yang menimbulkan banyak kerusakan dan korban jiwa. ”Pada 12 Juli 2000, terjadi gempa M 5,1 yang menyebabkan lebih dari 1.900 rumah rusak berat,” katanya.
Ahli gempa bumi dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengatakan, zona sesar Cimandiri bisa memicu gempa dengan kekuatan hingga M 7,2 dan 7,4. ”Catatan sejarah menunjukkan, gempa besar tahun 1800-an yang bersumber di kawasan ini menumbulkan kerusakan sampai ke Batavia,” katanya.
Bangunan tahan gempa
Menurut Irwan, kerentanan wilayah Jawa Barat dari dampak gempa bumi juga disebabkan kondisi geomorfologinya berupa lembah dan perbukitan, yang rentan longsor jika terjadi guncangan. Selain itu, lapisan tanah dari sedimen vulkanik yang tebal juga berpotensi mengamplifikasi guncangan gempa.
”Amplifikasi ini yang menyebabkan skala kerusakan relatif besar sekalipun kekuatan gempanya tergolong kecil,” katanya.
Namun, menurut Irwan, faktor paling penting yang menyebabkan banyaknya kerusakan akibat gempa bumi adalah kualitas bangunan yang tidak mengikuti standar aman. ”Sekali lagi (gempa) kali ini menunjukkan kualitas bangunan kita memang tidak memadai,” katanya.