Pendidikan Karakter lewat Kesenian untuk Cegah Perundungan pada Anak
Tak hanya guru yang berperan dalam mencegah terjadinya kekerasan pada anak, lingkungan keluarga juga berperan, salah satunya edukasi dalam memakai gawai dan kapan berhenti memakai gawai.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya perundungan siswa di sekolah dipicu antara lain oleh pengaruh dunia digital yang mudah diakses. Untuk itu, para guru berperan penting memberi pemahaman dan pendidikan karakter sejak dini. Hal itu bertujuan agar para peserta didik mengerti cara menghargai orang lain dan melindungi diri sehingga perundungan di sekolah bisa dicegah.
Melalui metode bernyanyi dan gerakan, para anak diajarkan memahami pentingnya menghormati dan menghargai milik pribadi atau orang lain. Hal ini disampaikan oleh Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) Boncel Theresiana Suyani dalam kegiatan Unjuk Kreativitas Siswa Budaya Pulau Jawa, di Jakarta, Sabtu (19/11/2022). Untuk meminimalkan terjadinya perundungan sesama siswa, mereka dibekali dengan penanaman pendidikan karakter sejak dini.
Kemajuan teknologi saat ini bisa dimanfaatkan untuk memberi pelajaran yang menarik untuk anak-anak. Di sisi lain, kemajuan teknologi dan internet rentan disalahgunakan oleh para siswa jika tanpa pengawasan orangtua. Lingkungan keluarga juga berperan memberikan edukasi dalam memakai gawai, salah satunya pengawasan kapan berhenti memakai gawai.
”Pengawasan orangtua penting guna memastikan anak tidak memperoleh informasi yang salah sehingga rawan melakukan perundungan antar sesama siswa,” kata Theresiana.
Apalagi dunia siber menjadi tempat yang rentan terhadap tindak kejahatan, mulai dari perundungan, pelecehan, berita bohong, penipuan, hingga ujaran kebencian. Kondisi itu menempatkan warganet Indonesia di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei soal Indeks Keadaban Digital 2021.
Menurut Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia Weny Savitry S Pandia, banyak orang kecanduan gawai dan perilaku tak bertanggung jawab karena rendahnya kemampuan meregulasi diri. Kemampuan itu menentukan kapan berhenti memakai gawai, mengerjakan tugas, atau menikmati hiburan, dan memilah apa yang pantas diunggah (Kompas, 28/6/2022).
Secara terpisah, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menuturkan, keterlibatan orangtua diperlukan dalam pengawasan memakai gawai kepada anak-anak. Orangtua mesti mengambil peran dan jangan berjarak terhadap anak-anak, terutama perkembangan internet dan media sosial.
Menurut Jasra, dunia siber salah satu tempat rawan terjadinya perundungan maupun kekerasan pada anak. Karena itu, semua pihak mesti terlibat untuk mencegah kekerasan pada anak. ”Peran pendidikan karakter saat ini merupakan tujuan jangka panjang pendidikan di Indonesia. Peran para guru tak hanya di dalam ruang kelas saja, tetapi bisa mengikuti interaksi siswa yang dilakukan di media sosial,” ujarnya.
Menyenangkan
Lebih lanjut Theresiana menyampaikan, para guru perlu menyampaikan materi pendidikan karakter yang menyenangkan dalam bentuk bernyanyi dan menari dilengkapi dengan video. Hal itu untuk menarik perhatian murid dan lebih cepat ditangkap oleh anak usia 3-6 tahun. Salah satunya, memberikan pengetahuan melindungi diri seperti mengenali anggota tubuh dan membangun komunikasi kepada anak.
Pengawasan orangtua penting guna memastikan anak tidak memperoleh informasi yang salah sehingga rawan melakukan perundungan antarsiswa.
Selain itu, kehadiran kegiatan tahunan seperti unjuk kreativitas bertujuan untuk mengenalkan anak pada keberagaman sejak dini. Pihak sekolah ingin mengenalkan perbedaan suku, budaya, dan kesenian daerah lain kepada anak-anak. Acara Unjuk Kreativitas Budaya Pulau Jawa diikuti oleh seluruh anak yang berjumlah 135 siswa.
Setiap kelompok siswa menampilkan tarian dari daerah masing-masing, yakni Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Beberapa tarian yang ditampilkan para siswa adalah tari Tokecang, Petik Kembang, dan Gundul-gundul Pacul.