Pemberian antidotum atau obat penawar Fomepizole berpengaruh signifikan terhadap penurunan kasus gangguan ginjal akut anak. Obat ini direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia dan memiliki tingkat efektivitas 90 persen
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dua minggu terakhir tidak ada penambahan kasus gangguan ginjal akut pada anak. Hal ini disebabkan pemberian antidotum pada pasien serta gerak cepat dalam penyetopan obat. Meski demikian, seluruh masyarakat dan tenaga kesehatan diimbau untuk tetap memperhatikan perkembangan terkini dari fenomena ini.
Kabar ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril Mansyur melalui siaran langsung di akun Instagram Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat (18/11/2022). Dia mengatakan, terdapat total ada 324 kasus gangguan ginjal akut pada anak. Dari jumlah tersebut, 13 orang masih dalam perawatan, 200 orang meninggal dunia, dan 111 orang sembuh.
“Jadi sampai hari ini (Jumat, 18/11) tidak ada penambahan kasus baru. Kasus meninggal masih ada, tapi semuanya dalam (proses) perawatan dan sudah stadium tiga,” kata Syahril.
Menurutnya, penurunan sampai nihilnya penambahan kasus disebabkan pemberian antidotum atau obat penawar Fomepizole. Obat ini direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan disebut memiliki tingkat efektivitas mencapai 90 persen.
Penelitian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 25 Oktober menunjukkan faktor penyebab meningkatnya kasus gangguan ginjal akut karena adanya racun pada obat sirop. “Jika terdapat racun, maka harus ada penawarnya. Makanya didatangkan Fomepizole dari Singapura,” tambah Syahril.
Syahril juga mengimbau tenaga kesehatan serta apotek agar mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah terkait pelarangan obat sirup. Sebab, masih ditemui beberapa apotek yang menjual dan dokter yang meresepkan obat yang terindikasi dilarang beredar.
“Masyarakat kan awam, jadi dibantu untuk pencegahan dari apotek dan dokter. Selain itu, masyarakat juga diharapkan terus updateinformasi mengenai obat apa saja yang sudah boleh diizinkan edar. Daftarnya bisa terus diperbarui di laman BPOM,” jelas syahril.
Terdapat total 324 kasus gangguan ginjal akut pada anak. Dari jumlah tersebut, 13 orang masih dalam perawatan, 200 orang meninggal dunia, dan 111 orang sembuh.
Laporan terbaru hari ini Jumat (18/11) yang dibagikan pada laman resmi BPOM menunjukkan, terdapat 126 obat sirop yang diizinkan beredar dan dijual kembali. Sedangkan obat yang dilarang sebanyak 168 obat sirop. Informasi ini terus diperbaharui setiap harinya. Masyarakat diimbau untuk menggunakan obat dengan resep dokter dan ketentuan.
Peran orangtua
Orangtua juga diimbau untuk menjaga kesehatan anak agar terhindar dari penyakit. Selain makan makanan bergizi seimbang, orangtua juga disarankan mengajak anak untuk berolahraga dan tidur cukup. Perilaku hidup bersih dan sehat juga mesti diterapkan.
Jika anak sakit, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyarankan orangtua untuk menganalisis penyebabnya. Dengan demikian, konsumsi obat dapat dihindari.
”Biasakan melihat penyebab anak sakit. Kalau sakit karena kelelahan atau dehidrasi, itu yang mesti dibenahi. Istirahat, makan yang cukup, makan buah, jangan sampai tubuh kekurangan cairan, dan kompres tubuh dengan air hangat,” kata Ede. ”Dengan identifikasi penyebab penyakit, kita tidak serta-merta minum obat,” tambahnya
Yanti Lekayanti (32) ibu asal Kota Bekasi, mengaku khawatir saat kasus gangguan ginjal akut pada anak ramai diperbincangkan publik. Sebab, pada saat itu juga anaknya dalam kondisi sakit dengan ciri-ciri sama yang disebutkan dalam berita.
“Khawatir sekali karena pas berita itu keluar anak lagi sakit. Ciri sakitnya juga sama. (Saya) Langsung minta ke dokter untuk mengganti obat sirop cair ke obat lainnya,” ujar Yanti.
Setelah berita itu bergulir, Yanti dan teman sesama ibu lainnya tidak menggunakan obat sirop untuk anak. Yanti mengatakan, dengan adanya rilis obat yang aman dan tidak aman dikonsumsi dari BPOM, rasa khawatirnya sedikit berkurang.
Kebetulan, obat yang sering dikonsumsi anaknya tidak ada dalam daftar obat terlarang. Kasus ini membuat Yanti lebih sadar akan efek obat berbahaya pada anak.
“Sampai saya mengikuti akun Dokter Spesialis Anak di Instagram agar tidak ketinggalan update informasi,” tambahnya.
Terlihat di salah satu apotek di Bintara, Bekasi Barat, Kota Bekasi, rak polos di dalam apotek sudah kembali terisi obat sirop yang diizinkan edar. Sebelumnya, rak itu kosong karena adanya larangan edaran.
“Obat kita simpan dulu. Jika sudah ada izin edar baru kami taruh kembali di rak. Setiap hari kita update informasinya,” ujar salah satu karyawan apotek itu. Menurut dia, obat yang dilarang beredar akan dikembalikan ke penyedia obat.