Generasi Milenial dan Gen-Z Utamakan Lingkungan Kerja Positif
Perundungan atau ”bullying” marak terjadi, termasuk di dunia kerja. Padahal, generasi muda kini menuntut lingkungan kerja yang inklusif dan toleran.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para pemuda yang tergabung dalam komunitas Sudah Dong menggelar Aksi Solidaritas Anti Bullying di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (23/7). Gerakan tersebut diharapkan bisa mengedukasi masyarakat untuk mencegah terjadinya perundungan di berbagai tempat ataupun di media sosial.
JAKARTA, KOMPAS — Generasi milenial dan Generasi Z sebagai populasi terbesar di dunia kerja Indonesia mementingkan lingkungan kerja yang sesuai kode etik dan memperhatikan kesehatan mental. Penyediaan lingkungan kerja dengan budaya yang positif, termasuk bebas perundungan dan diskriminasi, perlu semakin diprioritaskan.
Generasi muda kini punya kriteria tersendiri dalam memilih tempat kerja. Berdasarkan data The Deloitte Global 2022 Gen-Z and Millennial Survey yang melibatkan 14.808 Generasi Z (Gen-Z) dan 8.412 milenial yang tersebar di 46 negara, sebanyak 46 persen milenial dan Gen-Z di posisi senior memilih menolak pekerjaan di lingkungan yang bertentangan dengan kode etik yang mereka pegang.
Sementara dari survei Millennials and Generation Z - Making Mental Health at Work a Priority oleh Deloitte terhadap 23.000 milenial and Gen-Z di 45 negara, hasilnya menunjukkan hampir setengah dari milenial dan 54 persen Gen-Z melaporkan diskriminasi di tempat kerja karena alasan ras, suku, dan jender. Kondisi ini memengaruhi kecemasan dan kesehatan mentalmereka saat bekerja. Padahal, kesehatan mental menjadi hal penting bagi kedua generasi ini.
Gerakan untuk menghadirkan lingkungan kerja yang adil dan inklusif serta toleran salah satunya terus digaungkan Unilever Indonesia. Mengambil momentum perayaan Hari Toleransi Internasional pada Kamis (17/11/2022), bekerja sama dengan Komunitas Sudah Dong, diluncurkan panduan e-booklet bertajuk ”Sadari, Kenali, Atasi Workplace Bullying".
Panduan yang dapat diakses gratis ini ingin mendorong semangat dan komitmen masyarakat guna memberikan fokus lebih dan melakukan aksi nyata melawan workplace bullying atau perundungan di tempat kerja, serta merangkul semakin banyak perusahaan untuk memiliki sistem, struktur, dan kepemimpinan yang berpihak pada anti-bullying.
Head of Communication PT Unilever Indonesia TbkKristy Nelwan memaparkan melalui kolaborasi e-booklet untuk mengatasi perundungan di tempat kerja, Unilever Indonesia dan Sudah Dong menjabarkan pemahaman mengenai workplace bullying; cara mengidentifikasi tindakan workplace bullying; hal yang harus dilakukan saat menjadi korban maupun saksi workplace bullying; panduan bagi perusahaan untuk menegakkan komitmen anti-bullying di lingkungan kerja; hingga contoh praktik baik yang dapat dilakukan perusahaan dalam mencegah dan menindak tindakan workplace bullying. Tidak hanya informasi satu arah, terdapat pula games interaktif yang dapat menjadi bahan evaluasi untuk melihat di mana posisi kita saat workplace bullying terjadi di sekitar kita.
Menurut Kristy, dunia usaha harus turut menyediakan lingkungan kerja dengan budaya yang positif, termasuk bebas bullying dan diskriminasi. Hal ini harus diprioritaskan demi terwujudnya angkatan kerja masa depan yang lebih toleran dan inklusif.
”Dukungan kami untuk terus mengampanyekan anti-bullying di tempat kerja ini, menegaskan komitmen berkelanjutan kami untuk mengedepankan kesetaraan, keberagaman, dan inklusi di tengah lingkungan kerja ataupun masyarakat,” tutur Kristy.
Berdampak pada individu dan perusahaan
Tingkat kejadian perundungan di tempat kerja nyatanya juga tinggi, bahkan saat bekerja jauh dari kantor/perusahaan. Data statistik dari WBI US Workplace Bullying Survey 2021 menunjukkan, sebanyak 76,3 juta pekerja terimbas bullying, 43 persen dari pekerja remote mengalami bullying, serta 61,3 persen dari bullying dilakukan oleh jender yang sama.
Tantri Arihta Sitepu, relawan dari komunitas Sudah Dong, mengatakan, bullying di tempat kerja bukan hanya merugikan korban dan saksi secara emosional ataupun fisik. Perusahaan juga terkena dampak negatif karena produktivitas yang menurun saat pekerja merasa tidak nyaman, bahkan ketakutan, saat bekerja.
Perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja dan berulang oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain dan bertujuan untuk menyakiti. Bentuknya dari bullying verbal, fisik, relasional, dan cyber-bullying.
Di tempat kerja, aksi bullying, misalnya komentar atau bahasa yang menyakitkan, mencela atau menyerang, yang dilakukan terus-menerus. Bisa juga candaan yang dilakukan secara berulang-ulang menargetkan orang yang sama atau tradisi inisiasi/ospek di lingkungan pekerjaan.
Contoh lainnya, memberikan deadline atau target yang mustahil atau tidak masuk akal. Secara sengaja mengucilkan pekerja dari aktivitas kerja/kantor atau hak profesionalnya sebagai pekerja, seperti kesempatan training/professional development, dan promosi.
Panduan untuk menjadi upstander guna mengajak lebih banyak orang berani bicara dan melawan tindakan bullying meskipun tidak menjadi korban. Salah satu panduan ini tertera di e-booklet bertajuk Sadari, Kenali, Atasi Workplace Bullying yang diluncurkan Unilever Indonesia dan komunitas Sudah Dong, Kamis (17/11/2022).
Tantri mengatakan, tindakan workplace bullying sebenarnya dapat dicegah, antara lain dengan cara membangun relasi yang baik dengan rekan-rekan kantor. Untuk itu, butuh usaha dari dalam diri tiap orang untuk mengetahui minat pribadi masing-masing; menggali prinsip personal satu sama lain melalui percakapan sehari-hari; tidak memaksakan prinsip personal kita kepada orang lain; berkomunikasi dengan jelas tentang apa yang kita suka atau tidak suka dengan kata-kata yang santun; hingga memahami bahwa kita tidak mungkin bekerja sendiri.
”Dengan melakukan hal-hal tersebut, secara langsung kita sedang bertoleransi. Saat kita memahami apa yang menjadi batasan-batasan pribadi orang lain, respect pun terbangun. Akhirnya, diharapkan tidak ada bullying di antara rekan kerja di lingkungan kantor,” kata Tantri.
Selain itu, lanjut Tantri, perusahaan harus memastikan keamanan serta kenyamanan pekerja saat bekerja, baik di kantor maupun secara jarak jauh, dengan menyediakan aturan dan sanksi yang jelas. Karena itu, edukasi perlu terus dilakukan agar lebih banyak lagi perusahaan yang mampu memastikan para pekerja merasa aman, nyaman, dan, utamanya, terlindungi dari tindakan workplace bullying ataupun bentuk kekerasan lainnya.