Penduduk dunia 8 miliar bukan cuma angka tapi potensi yang dapat berkontribusi pada ekonomi. Perlu kebijakan spesifik sesuai dengan siklus hidup penduduk untuk memaksimalkan potensi tersebut.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Kini, penduduk dunia telah genap mencapai delapan miliar jiwa. Di satu sisi, tonggak pencapaian ini perlu dirayakan. Namun, di sisi lain, hal ini sekaligus tantangan yang harus dijawab negara-negara di dunia untuk bagaimana meningkatkan kualitas penduduknya.
“Tonggak sejarah ini adalah kesempatan untuk merayakan keragaman dan kemajuan sambil mempertimbangkan tanggung jawab bersama umat manusia untuk planet ini” ujar Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres di situs PBB.
Berdasarkan laporan World Population Prospects 2022: Summary of Results PBB, penambahan populasi penduduk dunia dari tujuh miliar jiwa menjadi delapan miliar jiwa membutuhkan waktu kurang lebih 12 tahun.
Pertumbuhan itu tidak dapat dilepaskan dari membaiknya kualitas hidup manusia secara umum. Meningkatnya angka harapan hidup (AHH), menurunnya kemiskinan di banyak negara, membaiknya layanan kesehatan terutama menurunnya angka kematian ibu dan bayi telah berkontribusi pada pertambahan penduduk.
Jumlah penduduk yang bertambah tentu akan menghadirkan konsekuensi serius dalam banyak hal. Salah satunya, tekanan pada lingkungan. Itu sebabnya, sebagian kalangan melihat pencapaian 8 miliar jiwa penduduk dunia ini dengan rasa khawatir.
Perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya seringkali tidak berkelanjutan sehingga memicu berbagai bentuk degradasi lingkungan termasuk pemanasan global, perubahan iklim, deforestasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Departemen Ekonomi dan Sosial PBB mencatat, saat populasi manusia naik dua kali lipat, populasi satwa liar global antara tahun 1970 dan 2020 anjlok sekitar 60 persen. Sejak 1990, diperkirakan 420 juta hektar hutan hilang akibat konversi lahan dan luas hutan primer dunia berkurang lebih dari 80 juta hektar.
Di samping itu, pertambahan penduduk juga menghadirkan tantangan besar pada pembangunan manusia. Apakah delapan miliar penduduk dunia hanya dilihat sebatas angka belaka atau dimaknai sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Ketangguhan demografi
Seperti dikutip di laman Dana Kependudukan PBB (UNFPA), 11 Juli 2022, Direktur Eksekutif UNFPA Natalia Kanem menyebutkan bahwa tidak tepat jika kita melihat pencapaian delapan miliar penduduk hanya dari jumlah dan pertumbuhan.
“Pengalaman menunjukkan bahwa investasi pada manusia, pada hak-hak dan pilihan mereka, adalah jalan menuju masyarakat yang damai, sejahtera, dan berkelanjutan,” ujar Kanem.
Population and Development Programme Specialist UNFPA Indonesia Richard Makalew, Senin (14/11/2022), di Jakarta, mengatakan, dinamika kependudukan satu dekade mendatang perlu diantisipasi oleh para pengambil kebijakan. Tanpa perencanaan yang baik, penduduk yang merupakan sumber daya bangsa, tidak akan berkontribusi besar pada pembangunan.
World Populations Prospects 2022 menyebutkan, di banyak negara berkembang proporsi penduduk usia produktif (25-64 tahun) mendominasi. Selain itu, angka harapan hidup (AHH) pada 2019 sebesar 72,8 tahun atau meningkat hampir sembilan tahun dari tahun 1990-an.
AHH yang terus naik membuat penduduk lanjut usia terus bertambah. Penduduk berusia 65 tahun ke atas yang tahun ini sebanyak 10 persen dari total populasi diperkirakan mencapai 16 persen pada 2050.
Di saat yang sama, dua per tiga penduduk dunia sekarang tinggal di negara dengan angka kesuburan 2,1 kelahiran per perempuan. Artinya, seorang perempuan hanya memiliki anak sekitar dua selama hidupnya.
Potret struktur kependudukan di mana jumlah lansia terus bertambah, kelompok usia produktif dominan, dan laju pertumbuhan penduduk yang melambat perlu penanganan yang spesifik.
Tonggak sejarah ini adalah kesempatan untuk merayakan keragaman dan kemajuan sambil mempertimbangkan tanggung jawab bersama umat manusia untuk planet ini.
Hak kelompok produktif mendapat pendidikan dan layanan kesehatan yang baik termasuk hak kesehatan reproduksi tanpa diskriminasi perlu dijamin agar mereka memiliki daya saing. Begitu juga dengan penduduk usia 0-14 tahun. Mereka berhak mendapat pendidikan berkualitas yang mampu mengantisipasi perkembangan masa depan.
Penduduk lanjut usia juga perlu mendapat perhatian yang baik dalam sistem jaminan sosial dan pembangunan.
Kebijakan yang memenuhi setiap hak dasar penduduk itulah yang akan menghasilkan struktur demografi yang tangguh (demographic resilience). Dalam tataran praktis, pembangunan yang berpusat pada manusialah yang dapat mengantisipasi setiap perubahan masa depan dan memaksimalkan potensi sumber daya manusia untuk kemajuan bangsa.