Wujudkan Pemulihan yang Adil, Utamakan Kemanusiaan
Menyambut pertemuan puncak G20 pada 15-16 November 2022, masyarakat sipil berharap pertemuan G20 mengangkat aspirasi kalangan masyarakat akar rumput di seluruh dunia.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
Menjelang pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, pada 14-15 November 2022, berbagai harapan disampaikan kalangan organisasi masyarakat sipil. Mereka terus mengingatkan agar seluruh pemimpin di kelompok 20 negara berperekonomian terbesar dunia tidak menjadikan pertemuan tersebut sebagai ajang kontestasi politik.
Perhelatan KTT G20 diharapkan menjadi momentum bagi pemimpin negara-negara untuk memprioritaskan penyelesaian krisis untuk memastikan pemulihan yang adil bagi semua warga di seluruh dunia. ”Kami berharap komitmen G20 untuk ‘pulih lebih kuat, pulih bersama’ terwujud di semua sektor, tidak direndahkan kontestasi geopolitik, dan mengutamakan kemanusiaan,” kata Ah Maftuchan, Sherpa C20 (Civil 20), dalam temu media di Jakarta, Jumat (11/11/2022) pekan lalu.
C20 merupakan salah satu kelompok keterlibatan resmi G20 yang menyediakan platform bagi organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia untuk menyuarakan aspirasi rakyat dengan para pemimpin dunia di G20. Sejauh ini C20 melibatkan lebih dari 800 perwakilan dan jaringan masyarakat sipil dari sejumlah negara di luar anggota G20.
Maftuchan bersama Sugeng Bahagijo (Ketua G20) dan Binny Buchori (Panitia Pengarah C20) beserta pemimpin kelompok kerja C20 berharap di KTT Pemimpin G20 menghasilkan deklarasi-yang mencerminkan tindakan nyata dan berkelanjutan serta bermanfaat bagi semua warga negara. Pemimpin G20 diminta bekerja lebih solid, meninggalkan kontestasi geopolitik, dan fokus pada isu rakyat di berbagai negara. ”Pemimpin G20 harus bersuara bersama atasi krisis global,” ujar Binny.
Komunike
Sebelumnya, pada Oktober 2022 lalu, sebagai bagian dari kelompok keterlibatan resmi G20, C20 yang diwakili organisasi masyarakat sipil dari Indonesia dan sejumlah negara menggelar Pertemuan Puncak C20 (C20 Summit) di Nusa Dua, Bali, pada 5-7 Oktober 2022, untuk menyampaikan aspirasi masyarakat sipil.
Pada pertemuan yang mengangkat tema ”Voicing and Realizing A Just Recover For All (Menyuarakan dan Mewujudkan Pemulihan yang Adil untuk Semua)” tersebut, C20 menyerahkan Paket Kebijakan atau Policy Pack dan Komunike dari C20 berisi aspirasi dari masyarakat sipil kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mewakili Presiden Joko Widodo.
Kami berharap komitmen G20 untuk ‘pulih lebih kuat, pulih bersama’ terwujud di semua sektor, tidak direndahkan kontestasi geopolitik, dan mengutamakan kemanusiaan.
Komunike C20 berisi dokumen mengenai sejumlah solusi yang disarankan untuk menyelesaikan masalah dunia di tujuh masalah utama, yakni Akses Vaksin dan Kesehatan Global; Kesetaraan Jender dan Disabilitas; Perpajakan, Keuangan Berkelanjutan dan Utang; Lingkungan, Keadilan Iklim dan Transisi Energi; SDGs dan Kemanusiaan; Pendidikan, Digitalisasi, dan Ruang Sipil; serta Antikorupsi.
Ketujuh masalah utama tersebut diharapkan menjadi perhatian pemimpin negara di kelompok G20 dan pemimpin dunia. Ketika itu, Sugeng mengingatkan pentingnya mengikuti prinsip keadilan, kesetaraan, inklusivitas, kolaborasi, dan berbagi sumber daya keuangan. Jika tidak dilakukan, mustahil akar persoalan dari ketujuh persoalan tersebut dapat diatasi.
Karenanya, melalui Komunike C20 tersebut masyarakat sipil mengingatkan agar Pertemuan Puncak G20 benar-benar akan melahirkan solusi untuk mengatasi krisis global yang dihadapi saat ini, terutama krisis global yang masih berlanjut sebagai akibat dari Covid-19 pandemi, konflik antara Ukraina-Rusia, dan konflik di negara lain.
Selain menyerahkan kepada Pemerintah Indonesia, Maftuchan menyatakan, C20 juga mengirimkan Komunike dan Policy Pack ke semua negara anggota G20 melalui kedutaannya di Jakarta dan kepada negara-negara undangan serta organisasi internasional. Tak hanya itu, C20 juga meminta untuk bertemu dengan delegasi G20 yang hadir di KTT Pemimpin G20 di Bali.
Adapun rekomendasi pokok dari C20, Jumat lalu kembali ditegaskan oleh perwakilan ketujuh pokja, yakni Agung Prakoso (Pokja Akses Vaksin dan Kesehatan Global); Mike Verawati (Pokja Kesetaraan Jender dan Disabilitas); Dwi Rahayuningrum (Pokja Perpajakan, Keuangan Berkelanjutan, dan Utang; Lisa Wijayani (Pokja Lingkungan, Keadilan Iklim, dan Transisi Energi); Syamsul Ardiansyah (Pokja SDGs dan Kemanusiaan); Gita Putri Damayana (Pendidikan, Digitalisasi, dan Ruang Sipil); serta Dadang Trisasongko (Pokja Antikorupsi).
Pokja Lingkungan, Keadilan Iklim, dan Transisi Energi, misalnya, meminta agar para pemimpin G20 memberikan insentif bagi sektor hijau, dan untuk lebih lanjut mengatasi pertumbuhan pekerjaan hijau dan dampaknya terhadap sektor ketenagakerjaan. ”Jangankan energi yang bersih, energi saja belum terpenuhi,” papar Lisa.
Pokja SDGs dan Kemanusiaan juga meminta komitmen negara-negara mengatasi krisis kemanusiaan dengan memberi perhatian pada pendanaan kemanusiaan. Sebab, baru 41 persen dana kemanusiaan terpenuhi. ”Kami berharap para pemimpin G20 menunjukkan komitmen kemanusiaan untuk menjamin hak atas bantuan dan perlindungan bagi ratusan juta penduduk yang terjebak krisis kemanusiaan,” ujar Syamsul, yang mempertanyakan isu migrasi global luput dari perhatian G20.
Sementara Mike Verawati menyoroti isu kesetaraan jender termasuk disabilitas yang masih belum banyak dapat perhatian, terutama pasar tenaga kerja inklusif bagi penyandang disabilitas. Bahkan, Dadang mengingatkan betapa pemberantasan korupsi yang buruk masih menjadi tantangan terbesar dari negara-negara di dunia.
”Pandemi akan terasa menyakitkan karena korupsi. Kami ingin negara-negara G20 jauh lebih progresif lagi. Jadi, G20 tidak hanya retorika dengan recover together, recover stronger (pulih bersama, pulih lebih kuat),” ujar Dadang.
Inklusivitas
Di sisi lain, kalangan masyarakat sipil berharap pemimpin G20 tetap menjamin dan menghormati inklusivitas dan independensi C20 sebagai kelompok keterlibatan resmi G20. Para pemimpin C20 Indonesia berharap transisi kepresidenan ke India berjalan dengan baik dan dapat memastikan keterlibatan dan partisipasi CSO yang berarti.
Selama kepemimpinan Indonesia dalam G20, Pemerintah Indonesia tidak pernah mengintervensi kerja C20. Bahkan, C20 memiliki semua kebebasan untuk menetapkan kepemimpinan dan memperluas keanggotaannya, serta mengembangkan paket kebijakan dan rekomendasi kebijakan C20.
Hingga menjelang KTT G20, berbagai konsultan di tingkat internasional, nasional, dan sub-nasional digelar C20 tanpa campur tangan Pemerintah Indonesia. Tradisi inklusivitas dan independensi tersebut diharapkan berlanjut saat Presidensi India C20. ”Presidensi G20 Indonesia yang telah memberikan ruang, kebebasan, dan pengakuan kepada CSO kepada kami memang merupakan bukti nyata bahwa proses G20 Indonesia 2022 masih inklusif,” ujar Ketua C20 Sugeng Bahagijo.
Akhirnya, C20 berharap semua pemimpin G20 untuk mengakhiri kepentingan diri mereka sendiri dan bekerja sebagai front persatuan untuk menyelesaikan masalah krisis. Sebaliknya, berkolaborasi untuk mempromosikan perdamaian dunia dan kemanusiaan dengan meningkatkan pemulihan upaya untuk memecahkan situasi global saat ini.