Dinamika Positif Perfilman Indonesia Tampak di FFI 2022
Deretan nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2022 mencerminkan perkembangan positif dunia film dalam negeri.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deretan nominasi Festival Film Indonesia atau FFI 2022 menunjukkan dinamika positif di dunia film Indonesia. Hal ini tampak dari beragamnya tema, genre, cara bertutur, hingga kritik film yang berkembang di berbagai platform.
Beberapa film yang masuk nominasi FFI 2022 bertema politik, cinta, keluarga, hingga pencurian lukisan. Ketua Bidang Penjurian FFI 2021-2023 Garin Nugroho mengatakan, tema pencurian lukisan selama ini jarang ditemui pada film Indonesia.
”(Penjurian) tahun ini paling menyenangkan dan paling seru karena di nominasi (FFI 2022) ada keberagaman jenis dan genre film, bahkan ada karya yang bersumber dari berbagai aspek budaya populer dan sastra. Ada yang bersumber dari sastra yang sangat dikenal di Indonesia dan dunia. Ada juga yang dari buku biografi,” ucap Garin di Jakarta, Jumat (11/11/2022).
Komite FFI mengumumkan deretan nominasi FFI 2022 sejak Oktober 2022. Ada 23 kategori, seperti Film Cerita Panjang Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, dan Karya Kritik Film Terbaik. Ada tiga film dengan jumlah nominasi terbanyak, yaitu Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (12 nominasi); Before, Now & Then (Nana) (11 nominasi); dan Mencuri Raden Saleh (9 nominasi).
Daftar nominasi FFI 2022 adalah hasil seleksi dan penjurian oleh 89 anggota Akademi Citra. Akademi Citra terdiri atas insan perfilman dari beragam profesi yang pernah menerima Piala Citra pada FFI sebelumnya.
Pemenang dari seluruh kategori lantas ditentukan oleh Dewan Juri Akhir. Ada 24 orang di Dewan Juri Akhir yang terdiri atas berbagai profesi, antara lain, insan perfilman, perupa, peneliti, dan pengajar. Beberapa nama Dewan Juri Akhir adalah aktris Christine Hakim, aktris Widyawati, perupa Dolorosa Sinaga, dan produser Edwin Nazir.
Film horor
Film bergenre horor turut mendapat perhatian. Menurut Garin, walau populer, dulu film horor jarang masuk nominasi FFI karena tidak memenuhi unsur kualitas. Film horor juga kerap dianggap sebagai ”film kelas dua”. Kini, film horor mendapat pengakuan, bahkan sempat mendominasi proses penjurian FFI 2022.
Garin juga menyorot cara bertutur atau story telling para pembuat film yang kian bervariasi. Ini tampak dari beragamnya ulasan film-film Indonesia di sejumlah festival film internasional.
Di sisi lain, kritik film pun turut berkembang. Kritik film kini tidak terbatas hanya di media cetak, tetapi juga berbagai platform digital. Menurut Garin, perkembangan ini perlu dibaca dan diikutsertakan dalam perjalanan perfilman dalam negeri. Sejumlah kritik bahkan dinilai perlu menjadi bahan ajar bagi mahasiswa perfilman.
(Penjurian) tahun ini paling menyenangkan dan paling seru karena di nominasi (FFI 2022) ada keberagaman jenis dan genre film, bahkan ada karya yang bersumber dari berbagai aspek budaya populer dan sastra.
Selain itu, apresiator film yang baru juga tumbuh di kalangan masyarakat. Publik dinilai lebih terbuka untuk menonton berbagai jenis film. Garin mencontohkan, film seni dulu ditonton terbatas di kalangan komunitas seni saja, tapi kini ditonton masyarakat luas.
Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan platform over the top (OTT) yang memungkinkan publik untuk mengakses film dari mana pun dan kapan pun. Pembatasan sosial selama pandemi Covid-19 juga mendorong publik menghabiskan waktu dengan menonton film.
”Batas-batas antara seni, hiburan, pencapaian teknologi, serta pencapaian industri lebur jadi satu dan tampak di nominasi (FFI) sekarang. Ini pertanda atas dinamika film Indonesia yang semakin dewasa, serta melihat keberagaman sebagai ciri tontonan era sekarang,” tutur Garin.
Momentum positif dunia film Indonesia ini mesti dikelola agar berkelanjutan. Menurut Garin, pemangku kepentingan seperti pemerintah dan Komite FFI harus mampu melakukan manajemen sumber daya manusia (SDM) baru, bentuk-bentuk apresiasi baru, teknologi baru, hingga ekosistem film yang baru. ”Ini mesti dibaca sebagai momentum yang besar, tapi perlu manajemen, strategi kebudayaan khusus buat mengelolanya,” ucap dia.
Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, FFI jadi komponen penting ekosistem film Indonesia. FFI dinilai menghimpun dan menggambarkan situasi serta kebutuhan insan film. Hal ini membantu pemerintah menyusun kebijakan.
Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru mengatakan, FFI dapat jadi ukuran melihat perkembangan perfilman Indonesia. Ia berharap agar pelibatan berbagai pemangku kepentingan film dilanjutkan untuk memperkuat ekosistem film.