Sejak pemerintah mendistribusikan obat penawar atau antidotum fomepizole, angka kematian dan kasus gangguan ginjal akut pada anak menurun. Kecepatan pemberian penawar tersebut berpengaruh pada efektivitas fomepizole.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendistribusian obat penawar atau antidotum fomepizole berhasil menurunkan angka kematian dan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak. Obat penawar ini akan efektif apabila diberikan lebih cepat ketika anak keracunan etilen glikol atau dietilen glikol. Orangtua tetap diimbau untuk segera membawa anak ke rumah sakit yang memiliki antidotum apabila menunjukkan gejala.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, Minggu (6/11/2022), mengatakan, kunci utama keefektifan fomepizole yaitu kecepatan pemberian penawar pada anak ketika terpapar obat sirop yang mengandung kontaminasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Ia mengatakan, sebaiknya pemberian fomepizole kurang dari enam jam pasca-keracunan EG atau DEG.
Orangtua perlu mengecek obat-obat yang diberikan kepada anak apabila anak sempat mengonsumsi produk obat yang dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes. ”Secara umum, prinsipnya, makin cepat diberikan (obat penawar) makin baik hasilnya. Akan tetapi, kasus-kasus yang terjadi sebelumnya adalah orangtua membawa anak saat gejala sudah berhari-hari,” ujarnya.
Setiap ada kasus baru, kami akan mengejar penyebabnya. Apabila pasien mengonsumsi obat sirop, mohon petugas kesehatan untuk segera memberikan obat penawar.
Ia mengatakan, upaya paling penting untuk mengecilkan peningkatan kasus yaitu keputusan pemerintah melarang sejumlah obat sirop. Tidak hanya di area fasilitas layanan kesehatan, pelarangan pengedaran beberapa produk obat sirop itu juga harus ditegakkan di tempat-tempat lain yang menjualnya. Orangtua juga perlu meniadakan obat-obat sirop yang telah telanjur terbeli.
Terus ditekan
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan tertulis pada Minggu (6/11/2022) menyampaikan, jumlah kasus dan jumlah kematian gangguan ginjal akut anak telah turun drastis setelah pelarangan beberapa produk obat sirop serta pendistribusian obat penawar atau antidotum fomepizole. Data terakhir, pada 5 November 2022 dilaporkan satu kematian dan nihil kejadian. Tren penurunan kasus dan kematian ini terjadi sejak 25 Oktober 2022, yaitu semenjak pendistribusian fomepizole ke 17 rumah sakit.
”Kami akan mencoba tekan agar kasus dan kematian turun sampai nol. Setiap ada kasus baru, kami akan mengejar penyebabnya. Apabila pasien mengonsumsi obat sirop, mohon petugas kesehatan untuk segera memberikan obat penawar,” ujarnya dalam keterangan tertulis tersebut.
Sejak 25 Oktober 2022, hari pendistribusian pertama fomepizole ke 17 rumah sakit, sampai dengan data terakhir per 5 November 2022 jumlah kasus baru bertambah 15 kejadian dengan 18 kematian. Ini turun signifikan dibandingkan dengan data dari 15 Oktober 2022 sampai dengan 24 Oktober 2022, di mana bertambah 61 kasus dengan 31 kematian. Secara keseluruhan, per 5 November total terdapat 323 kasus gangguan ginjal akut pada anak dengan 190 kematian.
Sebelumnya, pada 3 November 2022, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, mengatakan, ada sekitar 246 vial obat fomepizole yang telah didistribusikan. Obat itu diimpor dari Jepang, Singapura, dan Australia, yang mana sebagian besar merupakan hasil hibah dari negara-negara tersebut. Sebanyak 146 vial telah didistribusikan ke 17 rumah sakit di Indonesia. Sementara 100 vial sisanya dijadikan buffer stock.
”Kami sampaikan bahwa sekitar 87 persen fomepizole adalah hibah gratis. (Di rumah sakit) obat penawar ini tidak dikomersialisasi, ini semata-mata untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia dari gangguan ginjal akut,” ujarnya.
Adapun ke-17 rumah sakit yang sudah mendapatkan fomepizole itu ialah RSUD Zainoel Abidin (Aceh), RSUP Prof Dr. I.G.N.G. Ngoerah (Bali), RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarta), RSAB Harapan Kita (Jakarta Barat), RSUP Fatmawati (Jakarta Selatan), RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (Jakarta Pusat), RSUP Hasan Sadikin (Jawa Barat), RSUD Dr. Hafiz dan RSU Hermina Mekarsari (Jawa Barat), RSUD Bangli (Bali), RSUD Dr. Saiful Anwar (Jawa Timur), RSUD Dr. Soedarso Pontianak (Kalimantan Barat), RSUD Kuala Pembuang (Kalimantan Tengah), RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (Sulawesi Selatan), RSUP Dr. M Djamil (Sumatera Barat), RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang (Sumatera Selatan), dan RSUP H. Adam Malik (Sumatera Utara).