Presidensi G20 Indonesia Jadi Momentum Tingkatkan Peran Atasi Perubahan Iklim
Presidensi Indonesia dalam G20 tahun ini harus menjadi momentum yang selaras dengan tujuan dari pertemuan COP27 perubahan iklim. Dalam dua agenda besar ini, Indonesia perlu mendorong setiap negara memperkuat aksi iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pemimpin negara akan bertemu dalam Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-27 atau COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir, yang mulai berlangsung pekan depan. Indonesia yang juga memegang presidensi pertemuan negara-negara G20 harus turut menunjukkan kepemimpinannya dalam COP27 dengan meningkatkan peran dan komitmennya untuk mengatasi perubahan iklim.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari menyampaikan, dalam COP27 ini penting bagi Indonesia untuk tidak sekadar memiliki komitmen iklim yang kuat. Akan tetapi, Indonesia juga bisa memperkuat posisi negara-negara lain untuk mendapatkan peluang pendanaan global khususnya dari negara maju.
”Negara-negara G20 juga menyumbang sekitar 80 persen dari emisi global dan mayoritas dari sektor energi. Jadi, upaya mencapai emisi bersih di tahun 2050 atau mengatasi krisis iklim ini sangat bergantung pada negara G20 untuk mengurangi emisinya secara signifikan,” ujarnya, Jumat (4/11/2022).
Adila menyatakan, presidensi Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun ini harus menjadi momentum yang selaras dengan tujuan dari pertemuan COP27. Dalam dua agenda besar ini, Indonesia perlu menunjukkan komitmennya untuk mendorong setiap negara lebih memperkuat upaya dan aksi nyata dalam mengatasi krisis iklim.
”Indonesia perlu memastikan pertemuan G20 menghasilkan aksi nyata dalam mendorong upaya transisi energi maupun aksi iklim lainnya yang lebih ambisius. Sementara saat COP27, Indonesia juga bisa mendorong agar negara bisa mengakses pendanaan untuk melakukan mitigasi atau mengatasi krisis iklim,” katanya.
Saat pertemuan COP27, setiap negara harus menyampaikan pembaruan atau peningkatan target penurunan emisi yang tertuang dalam dokumen kontribusi nasional (NDC). Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah menyampaikan dokumen peningkatan target NDC ke Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 23 September 2022.
Dalam dokumen NDC terbaru, Indonesia meningkatkan target penurunan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan upaya sendiri. Adapun target penurunan emisi dengan dukungan internasional juga ditingkatkan dari 41 persen ke 43,20 persen.
Adila mengapresiasi adanya upaya dari Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan target NDC ini. Namun, ia memandang peningkatan ini belum cukup ambisius untuk menekan laju peningkatan suhu bumi.Sebab, dari kajian Climate Action Tracker, target pengurangan emisi dalam NDC Indonesia dengan upaya sendiri seharusnya mencapai 66 persen.
Indonesia perlu menunjukkan komitmennya untuk mendorong setiap negara lebih memperkuat upaya dan aksi nyata dalam mengatasi krisis iklim.
Selain itu, pembaruan NDC juga dinilai baru sebatas peningkatan angka target tanpa memperkuat upaya dalam penurunan emisi, terutama dalam sektor transisi energi. Dalam pembaruan NDC Indonesia bahkan belum tertulis rencana menghentikan operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. Padahal, PLTU batubara merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar.
”NDC kita harus lebih maksimal karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil emisi terbesar sehingga perlu komitmen iklim yang lebih ambisius. Melalui target NDC yang kuat, Indonesia juga bisa memanfaatkan kesempatan dan peluang pendanaan hijau untuk aksi iklim yang nantinya akan dibahas dalam COP27,” tuturnya.
Kesiapan delegasi
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan, Indonesia mengirimkan sejumlah delegasi untuk negosiasi dan soft diplomacy di area paviliun. Delegasi tersebut sudah mendapat pelatihan khusus untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu yang akan dibawa dalam pertemuan tersebut.
”Salah satu isu terpenting yang dibawa adalah kita ingin mendorong negara-negara pihak untuk tetap berkomitmen terhadap Kesepakatan Paris. Sebab, tujuan Kesepakatan Paris adalah mengatasi suhu sampai 1,5 derajat celsius dan komitmen ini diwujudkan dengan peningkatan target dalam NDC,” ucapnya.
Menurut Alue, Indonesia juga ingin ada keseimbangan antara aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk penguatan pendanaan. Hal ini penting mengingat selama ini, kata Alue, upaya mitigasi lebih sering difokuskan dibanding adaptasi.
”Indonesia akan terus mendorong negara-negara maju untuk memenuhi janji 100 miliar dollar AS per tahun untuk pendanaan iklim ini. Kita juga mendorong adanya transparansi kerangka kerja agar terdapat keterbukaan dan keadilan,” ucapnya.
Selain itu, Alue juga berharap isu kelautan dapat menjadi fokus pembahasan dalam COP27 karena potensinya yang besar dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Di sisi lain, Indonesia juga telah menunjukkan berbagai contoh nyata dan komitmennya dalam upaya penurunan emisi, termasuk dengan membuat aturan tentang nilai ekonomi karbon.