Tetapkan Peta Jalan Pengurangan Volume Impor Limbah
Sampai saat ini masih terdapat pelanggaran perdagangan limbah yang ditemukan di berbagai pelabuhan. Pemerintah didorong untuk segera menetapkan peta jalan pengurangan volume impor limbah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia perlu segera menetapkan peta jalan pengurangan volume impor limbah non-bahan beracun dan berbahaya atau B3 khususnya plastik serta kertas secara bertahap. Hal ini termasuk untuk penetapan target kandungan materi daur ulang di dalam negeri.
Dorongan agar Indonesia segera menerapkan peta jalan ini terangkum dalam Kertas Kebijakan tentang Impor Limbah Non-B3: Fokus pada Sampah Plastik dan Kertas yang disusun Nexus 3 Foundation. Kertas kebijakan ini juga mencantumkan rekomendasi yang perlu dilakukan berbagai pihak termasuk pemerintah hingga importir dan eksportir.
Co-Founder dan Senior Advisor Nexus 3 Foundation Yuyun Ismawati mengemukakan, peta jalan tentang pengurangan volume impor limbah non-B3 khususnya plastik dan kertas sangat mendesak untuk ditetapkan. Hal ini juga merupakan amanat dari Surat Keputusan Bersama atau SKB Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, serta Kepala Polri tentang impor limbah non-B3 pada 2020 lalu.
Industri juga perlu meminta tanggung jawab dari pengirim bila mereka menerima produk limbah yang tidak sesuai.
”Peta jalan pengurangan volume impor limbah ini penting untuk ditetapkan. Namun, banyak hal yang harus dilakukan di dalam negeri untuk meningkatkan kualitas daur ulang sehingga dapat dipasok ke industri untuk memenuhi kuota,” ujarnya dalam diskusi media di Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Peta jalan ini perlu diterapkan karena sampai saat ini Nexus 3 mencatat masih terdapat pelanggaran perdagangan limbah yang ditemukan di berbagai pelabuhan. Pelanggaran ini juga terjadi di negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Dalam kertas kebijakan tersebut, pemerintah direkomendasikan untuk menangani kontainer sitaan atau yang terkontaminasi limbah B3 secara maksimal dan transparan. Pemerintah perlu mengembalikan kiriman limbah yang bermasalah ke negara pengirim dengan mekanisme repatriasi atau dikembalikan ke pengirim sesuai aturan Konvensi Basel, bukan re-ekspor dengan tujuan dijual ke negara lain.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga harus mengeluarkan pedoman pemusnahan residu dan isi kontainer yang disita karena bermasalah dengan cara-cara yang berwawasan lingkungan. Di sisi lain, perkembangan penanganan kasus-kasus pelanggaran impor dan sanksi untuk perusahaan importir yang bermasalah harus disampaikan kepada publik.
Sementara Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan KLHK juga harus memperketat secara bertahap batas kontaminan pengiriman impor limbah non-B3. Batas kontaminan ini dari 2 persen menjadi 0,5-0 persen atau tidak ada kontaminan sama sekali.
Selain itu, Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Luar Negeri perlu menginformasikan standar kontaminan maksimum 2 persen kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan pemangku kepentingan di negara-negara eksportir.
Sebelumnya, batas kontaminan sebesar 2 persen ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, serta Kepala Polri pada 2020 lalu. Bahkan, dalam SKB ini juga memerintahkan perlunya penyusunan peta jalan.
”Kami beberapa kali mengundang pemerintah, industri, hingga asosiasi untuk bersama mencari solusi dalam menetapkan peta jalan pengurangan volume impor limbah ini. Kami tekankan bahwa untuk industri juga perlu meminta tanggung jawab dari pengirim bila mereka menerima produk limbah yang tidak sesuai,” kata Yuyun.
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Lembaga Kajian Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Fajri Fadhillah menekankan, Pemerintah Indonesia perlu lebih tegas menegakkan aturan tentang impor limbah. Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Basel juga harus patuh terhadap aturan impor limbah plastik ini.
Dalam amendemen, Konvensi Basel mengatur agar negara pihak tidak boleh berdagang, mengekspor, maupun mengimpor limbah plastik dari negara non-anggota. Namun, Indonesia dinilai belum mengimplementasikan aturan ini sepenuhnya karena masih terdapat kasus pengiriman kontainer berisi limbah plastik seperti di Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada Maret 2021.