Pemerintah Targetkan 50 Persen Bahan Baku Obat dari Domestik
Lebih dari 90 persen kebutuhan produk farmasi dan alat kesehatan di Indonesia masih diperoleh secara impor. Berbagai upaya dilakukan untuk mendorong kemandirian di dalam negeri.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kementerian Kesehatan menargetkan setidaknya 50 persen kebutuhan bahan baku obat dan alat kesehatan bisa dipenuhi dari dalam negeri pada 2024. Ketergantungan pada produk impor yang tinggi turut berpengaruh pada mutu produk yang diterima masyarakat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dukungan berbagai pihak diperlukan untuk mendukung percepatan capaian tersebut. ”Itu (pencapaian target 50 persen) membutuhkan kerja sama yang baik. Perubahan chain of source dari bahan baku ini kalau tidak dilakukan dengan baik bisa terjadi seperti kasus gangguan ginjal saat ini karena kita mendapatkan bahan baku yang berkualitas buruk,” katanya dalam Pameran Pembangunan Kesehatan di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Banten.
Pameran tersebut rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-58. Terdapat 469 stan yang, antara lain, diisi oleh 118 industri alat kesehatan, 34 industri farmasi dan bahan baku obat, 25 industri usaha bidang obat tradisional, dan 13 rumah sakit vertikal. Selain pameran inovasi kesehatan, pameran ini sekaligus menjadi ajang untuk melakukan penyesuaian bisnis (business matching).
Perubahan chain of source dari bahan baku ini kalau tidak dilakukan dengan baik bisa terjadi seperti kasus gangguan ginjal saat ini karena kita mendapatkan bahan baku yang berkualitas buruk.
Budi menuturkan, pemerintah telah memberikan insentif untuk mendorong industri farmasi dan alat kesehatan agar menghasilkan produk dalam negeri. Dari sekitar Rp 38 triliun total belanja Kementerian Kesehatan setiap tahun akan didorong porsi lebih besar untuk pembelian alat kesehatan, vaksin, dan obat-obatan dari dalam negeri. Saat ini porsi belanja paling besar untuk pembelian vaksin yang masih banyak didapatkan secara impor.
”Tahun ini kita sudah berkomitmen sekitar Rp 17 triliun akan kita gunakan untuk pembelian dari dalam negeri. Sekarang sudah Rp 8 triliun,” ucap Budi.
Merujuk pada data Kementerian Perindustrian, kebutuhan bahan baku obat pada 2020 masih didominasi dari produk impor, yakni 92 persen. Bahan baku tersebut sebagian besar didapatkan dari China dan India.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalucia menyampaikan, kemandirian di bidang farmasi dan alat kesehatan merupakan bagian dari transformasi kesehatan, khususnya transformasi pilar ketiga untuk ketahanan sistem kesehatan. Lewat transformasi tersebut diharapkan kemandirian di bidang kefarmasian dan alat kesehatan bisa terwujud.
”Kemandirian ini didorong dari hulu ke hilir, baik untuk obat kimia, biologi, vaksin, maupun alat kesehatan. Ini kita mulai dari teknologi sederhana, seperti alat suntik, masker, dan kasa, sampai pada teknologi tinggi, seperti USG, inkubator, dan alat monitoring untuk pasien,” tuturnya.
Rizka menyampaikan, sejumlah intervensi telah disiapkan untuk mendorong kemandirian bangsa di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Itu seperti membangun permintaan (demand) yang tinggi dari industri farmasi pada bahan baku dalam negeri, transfer teknologi dari luar negeri, serta melakukan penyesuaian bisnis antarindustri dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, apabila tidak memiliki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, termasuk kemandirian dalam farmasi dan alat kesehatan, Indonesia tidak bisa menjadi negara maju. Untuk itu, ketergantungan pada produk impor harus terus ditekan.
Vaksin dalam negeri
Budi menuturkan, penelitian dan pengembangan vaksin dalam negeri semakin didorong. Untuk vaksin Covid-19, setidaknya sudah ada tiga industri yang siap untuk memproduksi vaksin tersebut. Ketiganya adalah PT Bio Farma (Persero), PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia, dan PT Etana Biotechnologies Indonesia.
Ia mengatakan, Indonesia pun kini sudah bisa memproduksi vaksin dengan teknologi mRNA. Dengan teknologi ini, vaksin bisa diproduksi dalam waktu yang lebih cepat sehingga ketika pandemi terjadi di masa depan dan membutuhkan vaksin yang baru, Indonesia bisa mendapatkan vaksin dengan cepat tanpa bergantung pada negara lain.
Saat ini, izin penggunaan darurat untuk vaksin Covid-19 produksi dalam negeri sudah diberikan untuk vaksin Indovac Covid-19 produksi PT Bio Farma sebagai penggunaan vaksin primer. Direncanakan, izin penggunaan darurat untuk penggunaan vaksin dosis penguat (booster) juga akan diberikan untuk vaksin Indovac dan vaksin Inavac produksi PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia.
Direktur Utama PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia FX Sudirman menjelaskan, diharapkan pada minggu ini izin penggunaan darurat untuk vaksin dosis primer bisa didapatkan untuk vaksin Inavac. ”Tidak terlalu lama setelah itu seharusnya izin untuk booster juga akan didapatkan. Semua dokumen sudah diserahkan ke Badan POM. Menteri Kesehatan pun mendorong untuk segera memproduksi vaksin booster,” tuturnya.