Guru Besar Unhas yang Mundur Minta Rapat Senat Digelar
Nama besar Universitas Hasanuddin sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia dipertaruhkan saat tujuh guru besarnya mundur.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kisruh terkait tujuh guru besar Universitas Hasanuddin Unhas, Makassar, Sulawesi Selatan, yang mengajukan berhenti mengajar program S-3 tahun 2022/2023 terus bergulir. Ketujuh guru besar itu meminta penyelesaian masalah dalam rapat senat fakultas sesuai prosedur. Mereka berharap kode etik ditegakkan demi nama baik Unhas.
Kasus mundurnya tujuh guru besar Fakuktas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas ini mencuat sejak Rabu (2/11/2022). Dengan alasan tak ingin diintervensi oleh pihak fakultas, termasuk dekan, mereka menyatakan mundur dan berhenti mengajar untuk program S-3 hingga tahun depan.
Ketujuh dosen ini adalah Prof Dr Idrus Taba, Prof Dr Mahlis Muis, Prof Dr Haris Maupa, Prof Dr Cepi Pahlevi, Prof Dr Siti Haerani, Prof Dr Idayanti Nursyamsi, dan Prof Dr M Asdar.
Informasi yang diperoleh menyebut mundurnya ketujuh guru besar ini bermula saat pihak fakultas mengintervensi salah satu dosen untuk meluluskan seorang mahasiswa program S-3. Padahal, mahasiswa ini tak pernah mengikuti kuliah, baik yang dilakukan secara tatap muka maupun daring. Tugas-tugas juga tak dikerjakan.
”Memang begitu yang terjadi. Ada rekan yang diintervensi. Tahun lalu saya juga tidak meluluskan mahasiswa seperti itu. Memang aturannya jika tak pernah mengikuti kuliah dan tak pernah mengerjakan tugas mendapat nilai E. Jika nilainya E, mahasiswa tersebut harus di-DO (drop out),” kata Idrus Taba kepada Kompas, Kamis (3/11/2022).
Pada Rabu (2/11/2022), Kepala Bagian Humas Unhas Supratman mengatakan, kasus ini sudah selesai dengan cara kekeluargaan. Menurut dia, semua pihak telah dipertemukan dan mencapai kata sepakat untuk menyelesaikan persoalan ini.
Supratman menunjukkan surat pernyataan bersama antara Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof Dr Abdul Rahman Kadir dengan dosen yang mengundurkan diri. Rektor Unhas Prof Dr Jamaluddin Jompa pun disebut menjadi saksi pertemuan ini.
Surat pernyataan ini berisi tiga poin, yakni para guru besar dan dosen saling memaafkan, menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan, dan selanjutnya persoalan diselesaikan secara internal di fakultas. Surat ini ditandatangani Kepala Kantor Sekretariat Rektor Unhas Sawedi Muhammad.
Idrus mengatakan, memang ada pertemuan itu dan disepakati persoalannya akan diselesaikan. Namun, para guru besar berharap bukan sekadar bertemu dan selesai. ”Kami menuntut digelarnya rapat senat fakultas sebagaimana salah satu poin pertemuan dengan rektor yang menyebut persoalan ini diselesaikan secara internal di fakultas,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika diselesaikan secara internal di fakultas, prosedurnya adalah rapat senat. Ini harus dilakukan agar semuanya jadi terang benderang dan juga mengembalikan nama baik Unhas.
Sementara itu, Sawedi mengatakan, sejauh ini pihak terkait masih mencari jalan penyelesaian. ”Pimpinan universitas sedang mendiskusikan opsi terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Kami akan memberi informasi nantinya opsi yang dimaksud,” katanya saat dihubungi pada Kamis (3/11/2022).