Peningkatan kasus Covid-19 disebabkan masuknya varian baru dan penurunan kepatuhan protokol kesehatan masyarakat.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Melonjaknya kasus Covid-19 beberapa minggu terakhir disebabkan masuknya subvarian baru XBB dan penurunan protokol kesehatan masyarakat. Pemerintah diminta menjalankan komunikasi risiko dengan tepat untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
Kasus Covid-19 pada Kamis (3/11/2022) mencapai 4.951 kasus. Jumlah ini naik dari 4.707 kasus pada Selasa (1/11/2022). Tren selama satu bulan terakhir, angka Covid-19 fluktuatif, tetapi cenderung naik. Misalnya, pada minggu ketiga Oktober 2022 dengan kisaran 2.000 kasus per hari dan pada minggu terakhirnya di kisaran 3.000 kasus per hari. Angka ini hanya turun 300-500 kasus pada 29-30 Oktober 2022 dan terus naik hingga 4.000 kasus pada awal November 2022.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril Mansyur, di Jakarta, Kamis (3/11/2022), mengakui, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia saat ini fluktuatif. Salah satu indikasi kenaikannya ialah adanya varian baru.
”Belajar dari pengalaman merebaknya varian Delta dan Omicron, kenaikan angka kasus Covid-19 yang signifikan bisa jadi karena adanya varian baru XBB dan XBB.1,” tuturnya.
Subvarian XBB merupakan rekombinan dari BA. 2.10.1 dan BA.2.75 yang memiliki 14 mutasi tambahan di BA. 2 spike protein (protein paku). Varian XBB.1, yaitu XBB, memiliki tambahan substitusi spike di lokus G252V.
Per 3 November 2022, data dari Kemenkes menyebutkan terdapat 12 kasus Covid-19 yang dideteksi merupakan varian XBB dan XBB.1. Varian ini didapatkan dari sekuensi genom yang dilakukan di beberapa rumah sakit dan dinas kesehatan provinsi. Dari 12 kasus yang ditemukan, dua orang melakukan perjalanan ke luar negeri, sedangkan 10 lainnya merupakan transmisi lokal.
Selain masuknya varian baru, peningkatan angka Covid-19 juga karena longgarnya protokol kesehatan yang seharusnya diterapkan masyarakat. ”Pelonggaran protokol kesehatan, seperti berkurangnya intensitas menggunakan masker dan meningkatnya acara dengan kerumunan, meningkatkan risiko penularan,” tambah Mohamad Syahril.
Tak bermasker
Pedagang di Pasar Petamburan, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Yulimar (65), mengatakan menggunakan masker saat banyak pembeli atau saat pasar ramai. Pasar ramai umumnya pada pagi hingga siang, sedangkan Yulimar membuka warung sembakonya hingga menjelang malam. Sesekali jika sepi, Yulimar melepas masker karena merasa pengap walaupun ketika sedang berbicara dengan pedagang lain.
Pasar Petamburan mulai sepi ketika siang menjelang sore pada pukul 14.00-16.00. Terdapat beberapa pembeli dan pedagang yang masih berinteraksi. Dari lima warung yang buka, hanya satu pedagang yang menggunakan masker. Pembelinya juga serupa, hanya sebagian kecil saja yang menggunakan masker.
Masyarakat perlu disadarkan kembali untuk melakukan pencegahan kasus Covid-19, seperti taat protokol kesehatan, melakukan vaksinasi penguat, menjaga jarak, hingga mengurangi mobilisasi.
Situasi serupa juga terjadi di SD Negeri 3 Petamburan, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Anak-anak sudah melonggarkan protokol kesehatan, terbukti hanya sebagian kecil yang menggunakan masker baik di ruang kelas maupun di lapangan. Beberapa menggunakan masker dengan tidak benar, dengan tidak menutup hidung. Mereka mengakui enggan menggunakan masker karena sedang makan dan minum atau merasa pengap karena harus beraktivitas.
Kepala SDN 3 Petamburan Slamet Mugiono mengakui, para guru kesulitan mengingatkan anak-anak untuk taat protokol kesehatan. Hal ini lantaran mereka merasa situasi sudah kembali seperti sebelum pandemi. Selain itu, anak-anak juga merasa aman karena mayoritas sudah melakukan vaksin Covid-19 baik dosis pertama dan kedua.
”Hanya sekitar 3 persen dari 335 anak yang belum mendapatkan vaksin Covid-19. Alasannya berbeda-beda, ada yang memang tidak diperbolehkan orangtua karena preferensi pribadi, ada pula yang memang sakit saat akan divaksin. Pihak sekolah pernah bekerja sama dengan polisi untuk mengadakan vaksinasi di sekolah, sekitar akhir 2021 dan awal 2022,” ujar Slamet.
Komunikasi risiko
Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menyebutkan, penurunan protokol kesehatan oleh masyarakat terjadi karena mereka merasa aman karena sudah divaksin. Padahal, masyarakat juga perlu menambah dosis ketiga untuk meningkatkan antibodi dalam melawan varian virus Covid-19 yang baru. Masyarakat juga perlu memperhatikan durasi perlindungan efektif vaksin, yaitu selama 5-6 bulan sejak vaksin disuntikkan.
”Masyarakat perlu disadarkan kembali untuk melakukan pencegahan kasus Covid-19, seperti taat protokol kesehatan, melakukan vaksinasi penguat, menjaga jarak, hingga mengurangi mobilisasi. Mereka tidak boleh terjebak dalam rasa aman yang palsu,” tutur Dicky.
Menurut dia, rasa aman yang palsu ini terjadi apabila tidak ada strategi komunikasi risiko yang baik oleh pemerintah. Pemerintah perlu memberikan data yang aktual dan benar kepada masyarakat sekaligus mengingatkan akan risikonya. Hal ini dilakukan untuk membangun persepsi masyarakat akan risiko, lebih lanjut lagi akan terbangun kesadaran individu dan kesadaran publik terkait apa yang harus dilakukan saat meningkatnya angka Covid-19.
”Kalau strategi komunikasi risiko ini digunakan dengan tepat, masyarakat akan memiliki kemampuan menilai risiko secara mandiri. Termasuk pada pilihan untuk melepas masker, membatasi mobilitas, dan berkerumun. Pilihan ini akan mengarahkan mereka pada tujuan melindungi diri dan orang lain,” ujarnya.