Penguatan Sektor Budaya Dukung Pembangunan Berkelanjutan
Lebih dari 10 juta lapangan pekerjaan di sektor budaya dan ekonomi kreatif hilang selama 2020. Sektor ini perlu diperkuat lewat kerja sama global untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kegiatan budaya dan ekonomi kreatif termasuk sektor yang paling terpukul selama pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO, lebih dari 10 juta lapangan pekerjaan di sektor itu hilang selama 2020. Oleh karena itu, sektor tersebut perlu diperkuat melalui kerja sama global untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Dalam laporan UNESCO Re|Shaping Policies for Creativity edisi ketiga bertajuk Adressing Culture as a Global Public Good disebutkan, sektor budaya dan ekonomi kreatif menyumbang 3,1 persen dari produk domestik bruto global dan 6,2 persen dari seluruh lapangan kerja. Maka dari itu, budaya sebagai milik publik harus dihargai dan dilestarikan untuk kepentingan generasi sekarang dan masa depan.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay menyampaikan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan Krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya di sektor budaya. Dampaknya terasa di seluruh dunia dengan ditutupnya museum, bioskop, teater, gedung konser, dan tempat berkreasi lainnya.
Akibatnya, pendapatan para kreator turun lebih dari 10 persen atau di atas 1 miliar euro pada 2020. Penguatan sektor budaya dan ekonomi kreatif mendesak dilakukan untuk memulihkannya dari krisis selama pandemi.
Azoulay menyebutkan, pihaknya bertekad membantu pemerintah dan pegiat budaya dengan pengembangan inisiatif, peraturan dan kebijakan budaya, serta mendukung peran budaya dalam hubungan internasional. ”Kami membutuhkan vitalitas sektor (budaya) untuk mempekerjakan kaum muda dan memelihara inovasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan,” ujarnya dikutip dari laporan tersebut, Senin (31/10/2022).
Menurut Azoulay, budaya harus mendapatkan tempat yang tepat dalam rencana pemulihan dari krisis secara global. Dibutuhkan kebijakan jangka panjang untuk menjawab tantangan struktural dalam krisis tersebut.
”Kami akan terus menempatkan budaya di puncak agenda politik dengan diselenggarakannya Konferensi Dunia UNESCO tentang Kebijakan Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan (Mondiacult) yang telah lama ditunggu-tunggu pada 2022,” tuturnya.
Edisi ketiga laporan Re|Shaping Policies for Creativity menghimpun berbagai data penting tentang budaya dan kreasi. Laporan ini diharapkan menjadi alat untuk menganalisis berbagai masalah, baik global maupun lokal.
Budaya harus mendapatkan tempat yang tepat dalam rencana pemulihan dari krisis secara global. Dibutuhkan kebijakan jangka panjang untuk menjawab tantangan struktural dalam krisis tersebut
”Ini memperhitungkan ketidaksetaraan geografis, jender, dan digital yang merugikan keragaman budaya,” ujarnya.
Pandemi menjadi pengingat tidak ada satu pun negara dapat melindungi sektor budaya dan ekonomi kreatif di tengah krisis global. Oleh sebab itu, kerja sama global perlu dikedepankan untuk mencari jalan keluar bersama.
Laporan tersebut memuat analisis masalah dari sejumlah pakar dengan beragam topik, seperti dukungan sistem berkelanjutan oleh pemerintah untuk kebudayaan, keseimbangan mobilitas seniman dan profesionalitas budaya, integrasi budaya dalam kerangka kerja pemerintah, serta promosi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
Terintegrasi
Dalam laporan itu, Direktur Eksekutif Federasi Internasional Dewan Seni dan Badan Kebudayaan (IFFACA) Magdalena Moreno Mujica menulis tentang pembangunan sektor budaya yang tangguh dan berkelanjutan. Menurut dia, semakin terintegrasi dan partisipatif suatu sistem, semakin besar pula dampak jangka panjang dan keberlanjutan kebijakan.
”Bersamaan dengan agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, konvensi ini menawarkan peta jalan pada kerangka kebijakan yang tangguh dan dapat disesuaikan. Hal ini memungkinkan hasil yang lebih berkelanjutan di sektor budaya dan kreatif,” katanya.
Mujica menyampaikan beberapa rekomendasi untuk memulihkan sektor budaya setelah dihantam pandemi. Pemulihan tidak hanya memerlukan jaringan lintas pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil dan sektor swasta.
Oleh karenanya, pemerintah didorong memilih kebijakan dan rencana implementasi terintegrasi dan fleksibel yang tetap relevan menghadapi tantangan transversal. Hal ini untuk melindungi keragaman ekspresi budaya, seperti adaptasi digital, kesetaraan jender, dan inklusivitas.
”Pemerintah harus mengembangkan strategi investasi dengan memfasilitasi mekanisme pendanaan publik atau swasta yang inovatif serta merancang kebijakan terpadu untuk pendidikan, pelatihan, dan penciptaan lapangan kerja yang mengakui kekhususan pekerjaan budaya,” paparnya.
Perlindungan sosial skema dukungan kesejahteraan untuk membangun ketahanan di sektor budaya dan kreatif juga tak kalah penting. Oleh karena itu, kemitraan pemerintah bersama organisasi penelitian dan masyarakat sipil perlu dioptimalkan untuk memperkuat pengumpulan data dan mengevaluasi kebijakan.
Jordi Balta Portoles, konsultan internasional dan peneliti dalam kebijakan budaya dan hubungan internasional, memaparkan tentang momentum pengujian keragaman ekspresi budaya di tengah pandemi. Ia menyebutkan, sejak akhir 2019, Covid-19 menyebabkan penutupan fasilitas dan pembatalan kegiatan budaya.
”Hal ini membuat pendapatan ekonomi menurun dan menghilangkan pekerjaan di sektor budaya dan kreatif. Di beberapa negara, pendapatan pada industri ini juga turun 20-40 persen pada 2020,” ucapnya.
Berkurangnya lapangan kerja dan pendapatan tersebut mengikuti pendanaan publik dan peningkatan kerawanan pekerja budaya. Selama pandemi, digitalisasi kreativitas diberdayakan untuk menjaga ekspresi budaya tetap berjalan.
”Banyak seniman dan pegiat budaya memanfaatkan peluang peningkatan layanan streaming untuk mengembangkan proyek inovatif di bidang digital. Ini membangun hubungan kuat dengan penonton domestik dan luar negeri,” ucapnya.