Obat Penawar Gangguan Ginjal Akut Segera Didistribusikan
Pemerintah telah menerima 200 ”vial” fomepizole yang merupakan obat penawar yang diberikan untuk pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal. Obat ini diyakini dapat membantu proses kesembuhan dari pasien.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia telah menerima 200 vial fomepizole atau obat penawar untuk pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal. Obat yang diberikan secara injeksi tersebut didapatkan secara hibah dari Jepang melalui PT Takeda Indonesia. Distribusi akan segera dilakukan pada rumah sakit rujukan sesuai dengan kebutuhan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, fomepizole yang didapatkan dari Jepang tiba pada Sabtu (29/10/2022) dini hari di Indonesia. Obat tersebut dikemas dalam bentuk vial dengan masing-masing berisi 1,5 mililiter.
”Fomepizole akan langsung dikirim ke instalasi farmasi pusat. Hibah ini dilaksanakan dengan itikad baik atas nama kemanusiaan untuk kepentingan kesehatan anak Indonesia,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (29/10/2022).
Budi menuturkan, Kementerian Kesehatan akan mendistribusikan obat tersebut ke semua rumah sakit rujukan tingkat provinsi sesuai dengan kebutuhan. Obat ini pun diberikan secara gratis kepada semua pasien di Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah telah mendapatkan sejumlah fomepizole dalam jumlah terbatas. Sebanyak 30 vial didapatkan dari Singapura dan 16 vial dari Australia. Obat tersebut baru diberikan ke sejumlah rumah sakit rujukan dengan jumlah pasien yang tinggi.
Fomepizole akan langsung dikirim ke instalasi farmasi pusat. Hibah ini dilaksanakan dengan itikad baik atas nama kemanusiaan untuk kepentingan kesehatan anak Indonesia.
Budi mengatakan, antidotum berupa fomepizole tersebut diyakini mampu mengobati pasien gangguan ginjal akut. Setidaknya dari 10 anak yang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, sebanyak 7 anak telah sembuh secara menyeluruh, sementara 3 lainnya tidak menunjukkan perburukan.
”Kita tahu penyakit ini memburuknya cepat sekali. Pada hari kelima itu akan kena (gangguan ginjal) dan bisa meninggal. Jadi, kita pastikan sekarang obatnya sudah ada,” ujarnya.
Selain itu, ia menuturkan, penambahan kasus baru untuk gangguan ginjal akut anak dilaporkan telah mengalami penurunan. Bahkan, sejumlah rumah sakit rujukan, seperti RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan RS Sanglah, Bali, sudah tidak lagi menerima kasus baru.
Hal itu terjadi setelah Kementerian Kesehatan mengeluarkan aturan untuk melarang konsumsi obat sediaan cair atau sirop di masyarakat. Saat ini, gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak di Indonesia diduga kuat disebabkan oleh konsumsi obat cair atau sirop yang tercemar etinol glikol (ED) dan dietinol glikol (DEG).
”Ini upaya yang kita lakukan untuk melakukan pencegahan peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal,” kata Budi.
Terkait dengan penetapan kejadian luar biasa (KLB), menurut dia, itu dinilai tidak sesuai. ”KLB ini didesain awalnya untuk penyakit menular dan ini (gangguan ginjal akut), bukan penyakit menular,” ucapnya.
Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinis Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Zullies Ikawati dalam keterangan resmi menuturkan, fomepizole sebenarnya tidak hanya dapat diberikan sebagai obat penawar dari etilen glikol. Obat ini juga bisa diberikan sebagai obat penawar dari keracunan metanol.
”Fomepizole bisa diberikan kepada pasien yang diduga terpapar etilen glikol. Itu terutama pada orang yang terkonfirmasi terdapat kadar etinol glikol dalam plasma darah lebih dari 20 miligram per desiliter,” ujarnya.
Jika tidak terdapat data kadar etinol glikol dalam darah, obat ini juga bisa diberikan jika pasien menunjukkan hasil laboratorium pH arteri kurang dari 7,3. Artinya, telah terjadi peningkatan keasaman darah. Selain itu, bisa juga dilihat dari kadar bikarbonat serum yang menunjukkan kurang dari 20 mmol/L atau mengindikasikan terdapat kristal oksalat di urine.
Zullies menyampaikan, obat ini berbentuk infus dan diberikan dengan dosis awal 15 mg/kg berat badan dan dosis berikutnya 10 mg/kg berat badan setiap 12 jam selama 48 jam. Kemudian, pada dosis berikutnya bisa diberikan sebanyak 15 mg/kg berat badan setiap 12 jam. ”Ini diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien,” ucapnya.
Kementerian Kesehatan per 26 Oktober 2022 mencatat setidaknya terdapat 269 kasus gangguan ginjal akut yang dilaporkan di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, terdapat 157 kematian atau 58,3 persen dari total kasus yang dilaporkan.
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (29/10/2022), juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, mengatakan, kecenderungan tidak adanya penambahan kasus harian merupakan dampak dari kebijakan dari penghentian sementara penggunaan obat sirop pada anak. Meski begitu, pemerintah tetap berupaya memantau perkembangan kasus tersebut, terutama di daerah dengan laporan kasus tertinggi, seperti DKI Jakarta, Aceh, Bali, Banten, dan Jawa Barat.
Pada upaya pelacakan, ia mengatakan, kegiatan surveilans dilakukan dengan mendata semua provinsi, kabupaten, dan kota yang melaporkan kasus gangguan ginjal akut. Kegiatan surveilans tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan intoksikasi dari kemungkinan zat toksik pada pasien. Ini dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti dari kasus gangguan ginjal akut tersebut.
”Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak perlu panik berlebihan. Yang terpenting, masyarakat dapat berpartisipasi penuh untuk mengantisipasi gangguan ginjal akut pada anak dengan selalu waspada,” kata Syahril.