Selain penurunan frekuensi dan volume urine, pasien gangguan ginjal akut juga mengalami gejala awal, seperti demam, mual, dan kehilangan nafsu makan. Gejala ini perlu diperhatikan untuk deteksi dini penyakit.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI, DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, 10 pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal yang dirawat di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo atau RSCM, Jakarta, telah diberi obat penawar. Sebanyak tujuh orang di antaranya dinyatakan sembuh.
”Dari 10 anak yang kena (gangguan ginjal akut) di RSCM, tujuh (orang) sembuh total dan tiga lainnya tidak mengalami perburukan,” kata Budi di Denpasar, Bali, Jumat (28/10/2022).
Pasien-pasien tersebut sebelumnya diberi antidotum atau obat penawar Fomepizol. Obat ini direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan disebut memiliki tingkat efektivitas mencapai 90 persen.
Mayoritas pasien gangguan ginjal akut mengalami gejala khas berupa oliguria, yaitu penurunan frekuensi dan volume urine. Dari 269 pasien gangguan ginjal akut yang didata Kementerian Kesehatan per 26 Oktober 2022, ada 143 orang (53 persen) yang mengalami oliguria.
Pemerintah sejauh ini mendatangkan 30 vial Fomepizol dari Singapura dan 16 vial dari Australia. Adapun 100-200 vial Fomepizol dari Jepang direncanakan tiba minggu depan. Fomepizol dari Jepang merupakan donasi dari perusahaan farmasi Takeda.
Obat penawar tersebut akan segera didistribusikan ke rumah-rumah sakit rujukan pemerintah. Sejauh ini ada 14 rumah sakit rujukan untuk gangguan ginjal akut, antara lain, RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta; RSCM; RSUP H Adam Malik, Medan; dan RSUP Dr Kariadi, Semarang.
Mayoritas pasien gangguan ginjal akut mengalami gejala khas berupa oliguria, yaitu penurunan frekuensi dan volume urine. Dari 269 pasien gangguan ginjal akut yang didata Kementerian Kesehatan per 26 Oktober 2022, ada 143 orang (53 persen) yang mengalami oliguria.
Gejala khas lain yang dialami pasien adalah anuria atau tidak lagi mengeluarkan urine. Hal ini dialami 68 pasien (25 persen). Adapun anuria menandakan pasien mengalami gangguan ginjal stadium berat.
Juru bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, sebelumnya mengatakan, gejala khas itu umumnya diawali dengan munculnya sejumlah gejala awal, seperti demam, diare, mual, gangguan saluran pernapasan, dan hilangnya nafsu makan. Gejala ini dapat berlangsung 1-5 hari.
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, gejala awal tersebut dapat luput dari perhatian orangtua karena mirip dengan gejala penyakit pada umumnya. Walakin, ia mendorong orangtua untuk segera memeriksakan anaknya ke rumah sakit jika anak mual hingga muntah, khususnya bila anak pernah mengonsumsi obat sirop.
“Mual hingga muntah terjadi karena kadar ureum dalam tubuh tinggi. Ureum seharusnya dikeluarkan dari tubuh (oleh ginjal),” kata Ari saat dihubungi dari Jakarta. “Langsung periksakan anak ke rumah sakit karena jangan-jangan berhubungan dengan gagal ginjal,” tambahnya.
Hingga kini, pemerintah belum mengetahui penyebab final timbulnya ratusan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikial pada anak. Namun, penyakit ini dihubungkan dengan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada sejumlah obat sirop.
EG dan DEG semestinya tidak digunakan pada obat sirop anak dan dewasa. Jika EG dan DEG dikonsumsi melebihi ambang batas aman, konsumen dapat mengalami gangguan kesehatan yang mengarah ke gangguan ginjal. Sejauh ini ada dua industri farmasi yang tengah diperiksa pihak kepolisian karena produknya mengandung EG dan DEG berkonsentrasi tinggi.
Ari menambahkan, penting bagi orangtua untuk mencermati gejala penyakit yang dialami anak. Dengan demikian, potensi gangguan ginjal akut dapat dideteksi dan ditangani sejak dini. Hal tersebut juga mencegah perburukan penyakit.
Jaga kesehatan anak
Orangtua juga diimbau untuk menjaga kesehatan anak agar terhindar dari penyakit. Selain makan makanan bergizi seimbang, orangtua juga disarankan mengajak anak untuk berolahraga dan tidur cukup. Perilaku hidup bersih dan sehat juga mesti diterapkan.
Jika anak sakit, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyarankan orangtua untuk menganalisis penyebabnya. Dengan demikian, konsumsi obat dapat dihindari.
”Biasakan melihat penyebab anak sakit. Kalau sakit karena kelelahan atau dehidrasi, itu yang mesti dibenahi. Istirahat, makan yang cukup, makan buah, jangan sampai tubuh kekurangan cairan, dan kompres tubuh dengan air hangat,” kata Ede. ”Dengan identifikasi penyebab penyakit, kita tidak serta-merta minum obat,” tambahnya.