Menko PMK: Obat Diutamakan di Wilayah Berkasus Tinggi
Menko PMK Muhadjir Effendy menyampaikan, obat-obatan didistribusikan terutama di wilayah dengan banyak kasus gangguan ginjal. Namun, belum ada keputusan untuk menetapkan gangguan ginjal sebagai kejadian luar biasa.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadaan obat-obatan untuk pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal terus dilakukan. Distribusi obat pun diutamakan di wilayah-wilayah dengan kasus paling banyak. Meski demikian, pemerintah belum menetapkan penyakit ini sebagai kejadian luar biasa.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Kamis (27/10/2022), di Jakarta menjelaskan, obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi gangguan ginjal sudah mulai berdatangan. Selain itu, masih ada komitmen penyediaan obat dari Amerika Serikat dan beberapa negara dalam G20.
Sejauh ini, pemerintah membeli obat antidotum (penawar racun) Fomepizole dari Australia dan Singapura. Obat-obatan ini, kata Muhadjir, sudah diedarkan, terutama di wilayah dengan tingkat kasus gangguan ginjal yang tinggi.
”Sebetulnya ini, kan, sudah terpetakan kasusnya. Kasus tertinggi itu DKI Jakarta, terutama Jakarta Timur, lalu sekarang disusul Jakarta Selatan, kemudian Aceh, itu hanya di Banda Aceh. Lalu di Jawa Barat, juga di sekitar-sekitar Jakarta, yang di pinggiran Jakarta. Terpetakan kok, jadi tidak menyebar. Jadi jangan bayangkan kayak Covid-19. Ini kasusnya terpetakan dengan baik dan bukan penyakit menular dan juga bukan keracunan makan,” tutur Muhadjir kepada wartawan.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi gangguan ginjal sudah mulai berdatangan.
Gangguan ginjal ini diduga akibat keracunan obat. Diduga, gangguan ginjal terjadi akibat zat cemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada pelarut yang biasa digunakan pada obat sirop. Adapun pelarut yang biasa digunakan adalah propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol. Keempat pelarut ini tidak dilarang selama proses produksi terjaga dari EG dan DEG yang melebihi ambang batas aman.
Sejauh ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Minggu (23/10/2022) mengumumkan tiga obat mengandung EG dan DEG yang melebihi ambang aman. Tiga obat itu adalah Unibebi Batuk Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops produksi Universal Pharmaceutical Industries.
Hal tersebut diumumkan setelah BPOM menguji 33 dari 102 obat sirop yang digunakan pasien gangguan ginjal akut. Pengujian pada 69 obat lain, menurut Kepala BPOM Penny Lukito, masih berlangsung. Kendati demikian, hubungan cemaran EG dan DEG dengan ganguan ginjal akut masih perlu diteliti lebih jauh.
Muhadjir menambahkan, peredaran obat-obatan tersebut dihentikan terlebih dahulu. Presiden Joko Widodo pun dalam rapat terbatas terkait gangguan ginjal di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/10/2022), meminta keselamatan masyarakat diutamakan. Karena itu, BPOM diminta menghentikan peredaran obat yang diduga sebagai penyebab.
Kementerian Kesehatan juga diminta untuk mengeksplorasi seluruh faktor risiko penyebab kasus gangguan ginjal, baik yang bersumber pada obat-obatan maupun potensi penyebab lain.
Sejauh ini, menurut Muhadjir, upaya para dokter anak untuk memberikan resep racikan sangat baik. ”Ini cara bagus untuk menghindari (gangguan ginjal) sementara. Kalau memang sudah tidak ada lagi masalah, nanti silakan memberikan resep yang seperti semula,” ujarnya.
Sementara itu, Muhadjir membantah adanya keterbatasan ruang perawatan intensif untuk pasien-pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal. Ia pun menyampaikan, ketersediaan alat haemodialisa untuk cuci darah juga dinilai memadai. Sebab, setiap rumah sakit memilikinya. ”Saya belum mendengar ada komplain tidak memadai dalam kaitannya dengan gagal ginjal ini,” ujarnya.
Menyiapkan rumah sakit
Di Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mulai mempersiapkan beberapa rumah sakit tipe A dan B untuk merawat pasien gangguan ginjal akut ini. Saat ini, rumah sakit rujukan yang disiapkan adalah RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) serta RS Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita. Adapun rumah sakit yang disiapkan adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, RSUD Pasar Minggu, RSUD Pasar Rebo, dan RSUD Koja.
Sampai 24 Oktober, sebanyak 255 kasus gangguan ginjal pada anak terjadi. Sebanyak 143 anak meninggal atau tingkat fatalitas 56 persen.
Di DKI Jakarta, sampai 25 Oktober sudah tercatat 90 kasus gangguan ginjal akut. Akan tetapi, tidak semua pasien berasal dari DKI. Ada pula yang berasal dari wilayah sekitar seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Di Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mulai mempersiapkan beberapa rumah sakit tipe A dan B untuk merawat gangguan ginjal akut.
Kendati tingkat fatalitas tinggi, Muhadjir menyebutkan, belum ada keputusan untuk menetapkan gangguan ginjal ini sebagai kejadian luar biasa (KLB). ”Bapak Presiden belum menyampaikan keputusan ke arah itu (KLB),” ujarnya.
Presiden, menurut Muhadjir, lebih mengapresiasi kerja cepat BPOM dan Kementerian Kesehatan, termasuk Polri. Saat ini, beberapa pihak sudah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, kemungkinan penyimpangan dalam impor bahan baku obat juga diselidiki.
Sebab, jumlah kasus di Indonesia disebut lebih banyak dari Gambia yang saat ini sudah memakan korban 70 orang.