Belum banyak batik yang mengantongi hak kekayaan intelektual berupa Indikasi Geografis. Padahal, kekhasan batik setiap daerah dapat dilindungi dengan itu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hak kekayaan intelektual berupa Indikasi Geografis dapat melindungi kekhasan wastra dari setiap daerah, termasuk pada batik. Namun, belum banyak batik yang memiliki Indikasi Geografis.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia Rahardi Ramelan mengatakan, ada tiga batik yang telah mengantongi Indikasi Geografis. Pertama, batik nitik dari Yogyakarta yang memperoleh sertifikat Indikasi Geografis dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pada 2020. Dua batik lain adalah batik complongan dari Indramayu (2022) dan batik besurek dari Bengkulu (2022).
”Manfaat Indikasi Geografis ini adalah melindungi nama produk dari penyalahgunaan dan pemalsuan. Sebab, penyalahgunaan dan pemalsuan masih sering terjadi, baik di Indonesia maupun dunia,” kata Rahardi pada webinar yang diselenggarakan Museum Tekstil Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Ketua Unit Pengelola Museum Seni Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Sri Kusumawati mengatakan, Indikasi Geografis dapat melindungi karakteristik, nilai budaya, kepemilikan, dan penggunaan nama suatu produk. Indikasi Geografis dapat melindungi kekayaan batik, baik dari segi motif, nilai budaya, sejarah, hingga filosofinya.
Indikasi Geografis juga menandakan produk asli suatu daerah yang mempunyai reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu karena faktor geografis. Faktor yang dimaksud mencakup faktor alam, manusia, atau kombinasi keduanya.
Nama produk yang telah memiliki Indikasi Geografis hanya dapat digunakan di daerah itu. Misalnya, nama ubi cilembu sumedang hanya dapat digunakan pada ubi hasil produksi Kecamatan Pamulihan, Rancakalong, Tanjungsari, dan Sukasari di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Daerah-daerah yang memiliki kekhasan pada batiknya didorong untuk mendaftar Indikasi Geografis ke pemerintah. Selain untuk menjaga karakteristik khas, Indikasi Geografis diharapkan mampu membuat suatu daerah dikenal, mendorong pariwisata, dan mendorong aktivitas ekonomi.
Rahardi mengatakan, salah satu dampak penetapan Indikasi Geografis pada batik nitik adalah jumlah perajinnya naik 30 persen. Tingkat penjualan dan harga batik pun naik. Selain itu, kelompok masyarakat perajin batik nitik juga dinilai semakin solid.
Indikasi Geografis juga menandakan produk asli suatu daerah yang mempunyai reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu karena faktor geografis. Faktor yang dimaksud mencakup faktor alam, manusia, atau kombinasi keduanya.
”Yayasan Batik Indonesia pernah mengusulkan ke Kementerian Perindustrian untuk membantu memproses beberapa batik (agar mendapat Indikasi Geografis), antara lain batik nitik dan complongan. Kami juga usul untuk memproses batik mrawit dari Cirebon, gedog dari Tuban, dan gentong dari Madura. Namun, kami belum melihat perkembangannya hingga hari ini,” kata Rahardi.
Ketua Kelompok Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (KMPIG) Batik Complongan Indramayu Indra Susilo mengatakan, Indramayu memperoleh Indikasi Grografis atas batik complongan pada 2022. Hingga kini, ada dua kecamatan di Indramayu yang memproduksi batik complongan, yakni Kecamatan Indramayu (Kelurahan Paoman, Pabean Udik, Karangsong, Margadadi) dan Kecamatan Sindang (Desa Terusan dan Desa Penganjang).
”Jumlah perajin batiknya sekarang sudah berkurang dibanding dulu. Dengan ini, kami berharap kecamatan-kecamatan itu bisa menjadi sentra (batik) lagi di Indramayu,” kata Indra.
Ia menambahkan, perajin batik di Indramayu sedang menyiapkan kode khusus yang akan disisipkan di batik yang mereka produksi. Ketika dipindai, kode itu akan menampilkan orang yang membatik, mewarnai, dan mencomplong batik tersebut.
Adapun batik complongan merupakan salah satu teknik batik tua yang diperkirakan ada dari tahun 1800-an. Batik complongan dibuat dengan membatik kain seperti biasa, lalu dicomplong atau dilubangi dengan deretan jarum pada alat yang disebut complongan. Proses pencomplongan dilakukan setelah penembokan pada batik. Hasilnya, batik complongan memiliki titik-titik yang teratur dan bertekstur.