Perempuan lebih cepat mengalami osteoporosis ketimbang laki-laki. Hal ini disebabkan karena faktor biologis seperti menopause dan penumpukan massa lemak.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih rentan dua hingga tiga kali terkena osteoporosis. Oleh karena itu, perlu langkah konkret untuk mengurangi dampak akibat penurunan massa tulang.
Dalam peringatan Hari Osteoporosis Nasional di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (23/10/2022), dokter spesialis kedokteran olahraga, Andi Kurniawan, menyampaikan, perempuan lebih rentan mengalami osteoporosis ketimbang laki-laki. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan International Osteoporosis Foundation 2020, satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki Indonesia mengalami osteoporosis.
Kondisi biologis yang membuat perempuan lebih rentan adalah karena mengalami menopause. Hormon estrogen sangat berpengaruh terhadap kepadatan tulang. “Ketika hormon estrogen turun seperti pada menopause, prevalensi perempuan yang mengalami osteoporosis jadi lebih tinggi,” tambahnya.
Puncak massa tulang perempuan terjadi sebelum usia 30 tahun, setelah itu mulai menurun kepadatannya. Laju penurunan kerapatan tulang perempuan umumnya juga dua kali lebih cepat dibanding laki-laki, dimulai dari awal menopause hingga lima tahun pascamenopause (Kompas, 6/11/2021).
Dokter spesialis gizi Putri Sakti menambahkan, perempuan juga lebih mudah menumpuk lemak. Padahal, kondisi hormon tidak bisa dilepaskan dari massa lemak. Selain itu, risiko mengalami osteoporosis juga lebih besar karena tingginya radikal bebas dari massa lemak yang tinggi. Massa lemak ini memengaruhi percepatan menopause.
“Bagi para ibu yang mudah menumpuk massa lemak, baik sebelum atau sesudah menopause, diharapkan bisa menurunkan massa lemaknya. Usaha ini sebaiknya dibarengi dengan peningkatan massa otot, agar mampu menekan risiko akibat osteoporosis yang diperparah karena menopause,” tambah Putri.
Dengan nutrisi yang seimbang, tepat, dan olahraga rutin, harusnya semua risiko ke arah gangguan kepadatan tulang dan penurunan massa otot tidak terjadi secara cepat.
Menurut Putri, untuk mengurangi risiko akibat osteoporosis perlu diperhatikan beberapa hal. Dari segi nutrisi, perlu diperhatikan asupan kalsium, protein, vitamin D, magnesium, dan vitamin K2. Dalam mengonsumsi lemak juga penting memerhatikan kandungan lemak sehat yang kaya omega 3. Anti oksidan juga penting untuk memperkuat massa tulang seperti yang terdapat pada vitamin A, C, E, atau yang tinggi kandungannya dari ekstrak minyak zaitun.
“Dengan nutrisi yang seimbang, tepat, dan dioptimalkan dengan olahraga rutin. Harusnya semua risiko ke arah gangguan kepadatan tulang dan penurunan massa otot tidak terjadi secara cepat. Mengingat puncak kepadatan massa tulang terjadi pada usia 20-30 tahun, sehingga diharapkan tidak terjadi penurunan kepadatan tulang pada usia 40 tahun,” sebutnya.
Mencegah osteoporosis sebaiknya dilakukan sejak dini. Ketua Perkumpulan Warga Tulang Sehat Indonesia (Perwatusi) menyebutkan, osteoporosis tidak hanya dialami oleh orang tua, anak muda juga berpotensi mengalami osteoporosis dan osteopenia. Osteopenia merupakan kondisi pengeroposan tulang di mana tubuh tidak membangun tulang baru secepat penyerapan kembali tulang lama.
Maka dari itu Perwatusi mengedukasi masyarakat dengan senam osteoporosis secara daring yang dilakukan seminggu tiga kali sehingga bisa diikuti masyarakat seluruh Indonesia. Selain itu, Perwatusi juga mengedukasi ibu hamil terkait jumlah kalsium yang harus dikonsumsi. Sosialisasi dan edukasi juga dilakukan pada anak usia sekolah.