Batasan Kandungan Timbal pada Cat Belum Diatur Tegas
Cat dengan kandungan timbal tinggi berdampak buruk bagi kesehatan, terutama tumbuh kembang anak. Untuk itu, pemerintah didorong agar membatasi penggunaan timbal melalui kebijakan yang tegas.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Batasan kadar timbal dalam cat belum diatur dengan tegas oleh pemerintah. Padahal, timbal memiliki dampak yang serius bagi kesehatan, mengganggu sistem saraf, serta menurunkan kecerdasan atau IQ, terutama pada anak. Maka dari itu, pemerintah didesak agar segera membatasi kadar timbal dalam cat ataupun melarang penggunaan timbal sebagai bahan dasar cat.
Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers Nexus8 Foundation di Jakarta Selatan, Minggu (23/10/2022), memperingati Pekan Internasional Pencegahan Keracunan timbal (ILPPW).
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menjelaskan, salah satu tantangan mewujudkan upaya cat bebas timbal adalah mendorong pemerintah agar mengeluarkan peraturan resmi. Menurut dia, peraturan yang sekarang berlaku hanya mengatur standar penggunaan timbal secara terbatas saja. Standar ini pun tidak bersifat mengikat, tetapi sukarela. ”Pemerintah wajib melindungi otak generasi penerus Indonesia dan melarang penggunaan logam beracun dalam produksi cat,” ujarnya.
Standardisasi yang dimaksud Yuyun adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 8011 Tahun 2014 yang mengatur batas kadar timbal dalam cat sebanyak 600 ppm pada produk cat. Padahal, standar kandungan timbal maksimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 90 ppm. ”Kandungan timbal di atas 90 ppm itu sudah berbahaya, seharusnya standarnya tidak melebihi 90 ppm,” ujarnya.
Hal itu membuat industri masih menyepelekan kesehatan pada produksi cat mereka yang mengandung timbal. Padahal, ada banyak perusahaan lokal yang telah bebas timbal, seharusnya perusahaan besar juga bisa,” ucapnya.
Penggunaan timbal yang gencar oleh industri cat disebabkan aturan yang belum pasti, minimnya kesadaran dan komitmen industri, serta murahnya timbal dibandingkan bahan lain.
Studi Nexus8 Foundation pada tahun 2021 menemukan, 88 dari 120 sampel cat berbasis pelarut dan cat industri yang dijual mengandung timbal di atas 90 ppm. Bahkan, 47 sampel cat di antaranya mengandung timbal di atas 10.000 ppm. Sementara cat yang mengandung timbal di bawah 90 ppm hanya ditemukan di 32 sampel.
Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan secara acak 120 sampel cat berbasis pelarut dan cat industri yang dijual di sejumlah toko di 10 kota di Indonesia, yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, dan Denpasar.
Yuyun menjelaskan, penggunaan timbal yang gencar oleh industri cat disebabkan aturan yang belum pasti, minimnya kesadaran dan komitmen industri, serta murahnya timbal dibandingkan bahan lain. Meski begitu, sejak tahun 2022, kesadaran industri cat mulai berkembang. Hal ini ditandai dengan komitmen sejumlah produsen cat dalam mewujudkan produksi cat bebas timbal pada 2023. Ada tiga perusahaan cat yang menyatakan komitmen mereka, yakni PT Rajawali Hiyoto, PT Sigma Utama Paint, dan PT Mowilex Indonesia.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pengaturan kandungan timbal dalam cat mendesak dilakukan. Sebab, timbal telah terbukti berdampak negatif pada kesehatan, bahkan dalam beberapa kasus bisa menyebabkan kanker. Selain itu, anak-anak memiliki kemungkinan besar terdampak timbal karena cat bertimbal dengan warna terang banyak digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, taman bermain, meja belajar, dan alat bermain.
”Risiko keterpaparan pada anak sangat tinggi mengingat cat bertimbal masih banyak digunakan di ruang-ruang anak. Bahkan, penggunaannya di rumah juga masih ditemukan karena orangtua tidak memilih cat bebas timbal,” ucapnya.
Menurut Tulus, semua pihak perlu memiliki komitmen serta kesadaran untuk dapat meminimalkan bahkan mengeliminasi dampak timbal pada kesehatan dan lingkungan. Konsumen sebagai pihak pengguna juga harus konsisten menggunakan cat tanpa timbal. Sementara produsen sebagai penyedia cat harus berusaha mencari alternatif bahan untuk mengganti timbal sebagai bahan dalam produksi cat. Terakhir dan paling penting, pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana mandat undang-undang harus membuat kebijakan yang pasti untuk membatasi ataupun melarang penggunaan timbal.
”Konsumen, produsen, dan terutama pemerintah harus konsisten dan berkomitmen dalam cat bebas timbal. Jangan sampai mengedepankan kepentingan bisnis tapi malah mengorbankan kesehatan anak,” katanya.