Dinkes Bali mengimbau dokter di fasilitas kesehatan agar sementara ini tidak meresepkan sirop obat demi menghindari gangguan ginjal akut misterius. Dinkes Bali meminta penjualan sirop obat dihentikan untuk sementara ini.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Jumat (21/10/2022), menggelar jumpa pers terkait dengan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak di Provinsi Bali. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Bali I Gusti Ngurah Sanjaya Putra (kiri) dalam jumpa pers bersama Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom (kanan) di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kota Denpasar, Jumat (21/10/2022).
DENPASAR, KOMPAS — Dinas Kesehatan Provinsi Bali meminta pemberian resep sirop obat, yang diduga mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), khususnya kepada anak-anak agar dihentikan sementara. Meskipun belum dipastikan sirop obat tersebut menjadi penyebab 200-an kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak di Indonesia, termasuk dalam 17 kasus serupa di Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali juga sementara melarang peredaran sirop obat.
Sirop obat, terutama lima produk obat yang sudah diuji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), secara bebas maupun secara bebas terbatas.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom menyatakan sudah mengimbau kalangan dokter di semua fasilitas kesehatan di Bali agar untuk sementara ini tidak meresepkan obat berbentuk cairan atau sirop obat kepada pasien anak, yang sedang sakit dengan gejala batuk, pilek, demam, atau tanpa gejala tersebut, tetapi disertai penurunan volume atau frekuensi buang air kecil (BAK).
Hal itu disampaikan Anom dalam jumpa pers di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kota Denpasar, Jumat (21/10/2022).
Anom menambahkan, sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta masukan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pihaknya juga mengimbau semua apotek dan toko obat berizin agar untuk sementara ini tidak menjual obat-obatan yang berbentuk cair atau sirop obat, baik sebagai obat bebas maupun obat bebas terbatas.
Kepada pihak orangtua, ujar Anom, juga diimbau agar tidak membeli obat untuk anak di luar resep dokter.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Jumat (21/10/2022), menggelar jumpa pers terkait dengan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak di Provinsi Bali. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom seusai jumpa pers di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kota Denpasar, Jumat (21/10/2022).
”Ini sebagai langkah kewaspadaan sehingga mudah-mudahan di Bali tidak ada penambahan kasus (gangguan ginjal akut misterius),” kata Anom dalam jumpa pers, Jumat (21/10).
Senada dengan pernyataan Anom, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Bali I Gusti Ngurah Sanjaya Putra mengatakan, dari 17 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak, yang ditangani di Bali, termasuk dua pasien gangguan ginjal akut rujukan dari Nusa Tenggara Barat (NTB), pihaknya belum dapat menyimpulkan semua kasus gangguan ginjal akut misterius tersebut diakibatkan penyebab yang sama.
Dalam jumpa pers di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Jumat (21/10), Sanjaya menyatakan, langkah penghentian sementara pemberian resep sirop obat ataupun peredaran sirop obat, khususnya obat bagi anak, adalah demi menghindarkan munculnya kasus baru.
”Silakan menggunakan obat lain, misalnya, tablet, yang dapat dicairkan atau dijadikan puyer, itu khasiatnya sama,” kata Sanjaya.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Bali I Gusti Ngurah Sanjaya Putra di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kota Denpasar, Jumat (21/10/2022), seusai jumpa pers perihal penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak di Provinsi Bali.
Berdasarkan pendataan, hingga Oktober 2022 ditemukan 17 kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak di Bali. Dua kasus merupakan pasien rujukan dari NTB dan selebihnya adalah pasien di Bali. Dari 17 kasus tersebut, 11 pasien meninggal dan 6 pasien sudah sembuh.
Melebihi
Terkait dengan pengawasan peredaran obat-obatan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), BPOM merilis bahwa pihak BPOM sudah menindaklanjuti hasil uji terhadap sirop obat dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk menarik lima produk sirop obat dengan kandungan EG, yang melebihi ambang batas aman.
Langkah kewaspadaan itu dilakukan meskipun hasil uji cemaran EG pada sirop obat tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat itu memiliki keterkaitan dengan kejadian gangguan ginjal akut.
Selain menarik lima produk sirop obat tersebut, BPOM juga memerintahkan industri farmasi pemilik izin edar tersebut untuk memusnahkan semua bets produk yang mengandung cemaran EG.
Terkait dengan langkah kewaspadaan peredaran obat dan antisipasi kejadian gangguan ginjal akut misterius pada anak, pihak Polda Bali juga turut mengawasi dan memantau penjualan obat di apotek ataupun toko-toko obat di Bali.
Selain itu, Polda Bali melalui aparatur Bhabinkamtibmas di desa-desa di Bali agar turut mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi sirop obat, yang diduga mengandung cemaran EG.
Dalam siaran pers Polda Bali, Jumat (21/10), Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto menyatakan, langkah Polda Bali tersebut sebagai bentuk antisipasi dan pencegahan.
Lebih lanjut Ketua IDAI Cabang Bali Sanjaya mengatakan, kewaspadaan dini dari orangtua juga penting dalam penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak.
Menurut Sanjaya, orangtua diharapkan segera memeriksakan anaknya ke dokter jika anak mengalami sakit dengan gejala batuk, pilek, demam, atau sakit tanpa gejala tersebut, tetapi disertai penurunan volume atau frekuensi buang air kecil.
Orangtua, menurut Sanjaya, diimbau untuk tidak membeli obat secara bebas atau tanpa diresepkan dokter yang memeriksa. ”Gangguan ginjal akut ini harus segera ditangani agar tidak menjadi gangguan ginjal kronis dan fungsi ginjal dapat dikembalikan agar normal,” kata Sanjaya di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Bali.