Kasus Gangguan Ginjal Akut Bertambah Jadi 241, Orangtua Makin Waspada
Jumlah pasien anak yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal terus bertambah. Banyak orangtua menunggu perawatan anaknya di rumah sakit selama 24 jam penuh setiap hari agar tetap bisa memantau kondisi anak.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar pasien anak yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal berada di stadium empat atau satu level sebelum gagal ginjal. Tingkat kematian yang dilaporkan sudah berada di angka 55 persen atau sekitar 133 dari 241 kasus per Jumat, 21 Oktober 2022.
Melihat situasi ini, orangtua pasien anak-anak menjadi semakin waspada. Mereka rela menunggu selama 24 jam setiap hari di rumah sakit agar tetap bisa memantau dan mendampingi anak-anak.
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan pada Jumat (21/10/2022), laporan kasus gangguan ginjal pada anak meningkat dari 208 kasus di 20 provinsi per 20 Oktober 2022 menjadi 241 kasus di 22 provinsi per 21 Oktober 2022.
Angka kematian juga bertambah dari 118 menjadi 133 jiwa. Sementara 69 anak masih dirawat dan 39 lainnya sudah sembuh. Kebanyakan pasien adalah anak usia satu sampai lima tahun, sebanyak 153 anak.
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Senen, Jakarta Pusat, merupakan salah satu RS rujukan yang melayani perawatan gangguan ginjal akut pada anak. Anak-anak itu dirawat di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) yang berada di lantai empat Gedung Pusat Kesehatan Ibu dan Anak (PKIA) RSCM Kiara.
Tercatat per 20 Oktober 2022 ada 10 pasien anak dengan gangguan ginjal akut yang sedang dirawat di ruangan tersebut, dan 1 anak lainnya di ruang Unit Gawat Darurat. Karena ruangan ini harus steril dan hanya boleh dimasuki oleh perawat dan dokter, orangtua pasien menunggu di ruang tunggu RS. Letak ruang tunggu tersebut berada di lantai B1, tepatnya di area tunggu keluarga pasien PICU non-Covid.
Di situ terdapat ruangan khusus yang dipakai para orangtua dan keluarga pasien untuk duduk, berbaring, dan tidur dengan beralaskan karpet atau tikar yang dibawa dari rumah. Di situ tersedia pula ruang untuk shalat, ruang ganti pakaian dan toilet. Pada Jumat (21/10) terlihat sembilan orang sedang berada di ruangan itu.
Salah seorang Ibu pasien bernama Hedi mengatakan, dirinya sudah menunggu lebih kurang satu minggu di RS tersebut. Ia menunggui anaknya hampir 24 jam penuh setiap hari untuk menanti pemberitahuan tentang kondisi sang buah hati.
Dalam seminggu, Ia hanya pulang ke rumah dua kali untuk memeriksa kondisi rumahnya di Jakarta Barat. Itu pun ia lakukan dengan berat hati karena terpikir kondisi anaknya.
”Saya tidak mau jauh dari anak saya. Takutnya kalau ada (pemberitahuan) apa-apa, saya sedang berada (di lokasi) jauh sehingga tidak bisa langsung melihat anak saya,” ujarnya.
Menurut Hedi, anaknya yang berusia anak balita sebelum didiagnosis gangguan ginjal akut sempat mengalami demam dan batuk selama beberapa hari. Setelah itu, anaknya mengalami penurunan frekuensi buang air kecil (BAK), yang biasanya bisa mencapai enam sampai delapan kali sehari menjadi dua sampai empat kali sehari, bahkan kemudian tidak BAK sama sekali.
Ia sempat memeriksakan anaknya ke klinik terdekat, tetapi anaknya hanya sembuh dari demam dan batuk saja, dan tetap mengalami penurunan frekuensi BAK. Karena itulah, Hedi membawa anaknya ke RSCM.
Sama halnya dengan Hedi, para orangtua kini banyak yang khawatir jika anaknya susah kencing atau tidak berkemih sama sekali. Sebab, gejala utama penyakit gangguan ginjal akut pada anak adalah oliguria atau volume urine berkurang, dan anuria atau tidak buang air kecil sama sekali.
Belum lagi kalau anak mengalami gejala-gejala prodormal, seperti demam, muntah, diare, batuk, dan pilek sebelum atau seiring dengan gejala utama tersebut. Hal ini membuat orangtua resah dan terus waspada mengawasi gejala-gejala tersebut pada anak mereka.
Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti mengatakan, ada 11 anak yang sedang dirawat di RSCM. Jika diakumulasi, sepanjang periode Januari hingga Oktober telah ada 49 anak dengan gangguan gagal ginjal akut yang diterima di RSCM.
Angka kematian dari 49 anak tersebut adalah sekitar 63 persen atau 31 anak. Sementara yang sudah sembuh dan telah pulang ada 7 anak.
”Ada (anak) yang berusia 9 bulan, ada yang 1 tahun lebih. Orangtua menceritakan bahwa anak-anak ini sebelumnya berkondisi sehat, tidak ada penyakit bawaan,” ujarnya, Kamis (20/10).
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, telah ada lebih dari 50 persen total kematian dari jumlah pasien anak yang dilaporkan menderita gangguan ginjal akut. ”Kita sangat berhati-hati. Kita sudah cek ginjal dari anak-anak yang meninggal ternyata betul ada dampak dari senyawa (penyebab toksikologi atau keracunan) kimia tersebut. Kita putuskan secara konservatif untuk menahan dulu obat-obatan yang berisiko membahayakan untuk menyelamatkan anak-anak kita,” katanya.