Intervensi Teknis Kurangi Dampak Perubahan Iklim di Pesisir Utara Jawa
Wilayah di pesisir utara Jawa sampai saat ini masih rentan terhadap dampak dari perubahan iklim seperti banjir rob. Pembangunan polder dan manajemen air dapat mengurangi dan mencegah terjadi banjir ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wilayah di pesisir utara Jawa sampai saat ini masih rentan terhadap dampak dari perubahan iklim, termasuk banjir akibat terjangan rob. Intervensi teknis seperti pembuatan sistem polder dan manajemen air dapat mengurangi dampak perubahan iklim bagi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Slamet Imam Wahyudi dalam diskusi virtual terkait dengan adaptasi iklim di pantai utara Jawa Tengah, Rabu (19/10/2022). Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian acara Pekan Pendidikan dan Penelitian Indonesia-Belanda (Winner).
Slamet mengemukakan, wilayah pesisir utara Jawa kerap mengalami kondisi cuaca ekstrem seperti hujan deras sekaligus terjangan air rob. Hal ini menyebabkan sejumlah wilayah mengalami banjir seperti di Semarang, Demak, Pekalongan, Tegal, Jepara, dan Brebes.
Mengingat pembangunan manajemen air juga bersinggungan langsung dengan masyarakat, pastikan bahwa janji yang dibuat oleh organisasi proyek dapat ditepati.
”Kota Semarang pernah mengalami banjir yang membuat bandara, kawasan Kota Lama, Simpang Lima, dan Kaligawe terendam. Ini disebabkan adanya intensitas hujan mencapai 171 milimeter per hari dan 156 milimeter per hari pada Februari 2021,” ujarnya.
Kejadian serupa juga terjadi di wilayah pesisir utara Jawa lainnya. Mayoritas wilayah pesisir tersebut banjir karena imbas hujan dengan intensitas tinggi sekaligus terjangan air rob. Bahkan, genangan air kerap membuat lumpuh jalur transportasi umum, termasuk kereta.
Selain hujan intensitas tinggi dan rob, wilayah pesisir utara Jawa setiap tahun juga selalu terancam dengan semakin meningkatnya tinggi muka air laut. Tercatat air pasang tertinggi telah mencapai sekitar 2,1 meter di atas permukaan laut pada 23-27 Mei 2022. Namun, air pasang beberapa wilayah juga tercatat masih lebih rendah berkisar 0,5-1,5 meter.
Selain itu, kerentanan di pesisir utara Jawa juga disebabkan fenomena penurunan daratan.Berdasarkan pemantauan citra satelit, penurunan muka tanah di Pekalongan 2,1-11 cm per tahun dan Semarang 0,9-6 cm per tahun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Jakarta dengan penurunan muka tanah 0,1-8 cm per tahun, Cirebon 0,3-4 cm per tahun, dan Surabaya 0,3-4,3 cm per tahun.
Menurut Slamet, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim ini dengan melakukan intervensi teknis dan mencanangkan solusi yang terintegrasi. Beberapa intervensi yang dilakukan dengan pembuatan sistem polder, penyaluran ulang air, dan perancangan area kaskade atau satu sistem integrasi.
”Dalam polder terdapat komponen seperti penyimpanan, sistem drainase, dan pos pemompa. Titik pemompa polder ini beberapa di antaranya sudah dibangun di Pekalongan, Semarang, dan Demak. Sistem ini juga terintegrasi dengan kolam retensi,” katanya.
Melalui implementasi sistem polder yang baik dan benar, kata Slamet, intensitas banjir rob beberapa wilayah di Brebes, Pekalongan, Tegal, dan Semarang kini sudah mulai berkurang. Wilayah tersebut kini mulai terproteksi karena polder yang dibuat terdiri dari kombinasi tanggul, kolam retensi, dan pompa.
Selain intervensi di bidang keteknikan, Slamet juga menyebut bahwa mengatasi dampak perubahan iklim di pesisir utara Jawa juga membutuhkan solusi yang terintegrasi melalui multiaspek dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan. Tugas pokok dari lembaga yang berwenang ialah melaksanakan operasionalisasi dan pemeliharaan infrastruktur ini baik secara teknis maupun nonteknis.
Pengajar senior manajemen air di Rotterdam University, Belanda, Rick Heikoop, mengatakan, partisipasi masyarakat sangat penting untuk mendukung efektivitas sistem polder. Sebab, kegagalan infrastuktur dan sistem manajemen perairan akan membuat masyarakat juga terimbas banjir kembali dan mengganggu aspek ekonomi ataupun sosial.
”Mengingat pembangunan manajemen air juga bersinggungan langsung dengan masyarakat, pastikan bahwa janji yang dibuat oleh organisasi proyek dapat ditepati. Pastikan juga pembangunan ini melibatkan masyarakat atau kearifan lokal,” ucapnya.