Penggunaan Media Audiovisual Efektif untuk Belajar Sains
Siswa generasi sekarang lebih intens dalam mengakses media audiovisual. Tren ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan audiovisual sebagai media yang efektif untuk belajar sains.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi digital membuat generasi muda semakin akrab dengan media audiovisual. Media ini tidak hanya digandrungi pelajar untuk bermain gim, tetapi juga efektif digunakan dalam pembelajaran termasuk memudahkan siswa memahami sains.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan, berdasarkan sejumlah riset, waktu yang dihabiskan anak untuk mengakses media audiovisual semakin lama, hingga 4-5 jam per hari. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan menyita waktu untuk fokus pada pelajaran sekolah.
Oleh karena itu, metode pembelajaran perlu menyesuaikan dengan platform yang digemari siswa saat ini. ”Penggunaan film dan media audiovisual lainnya efektif digunakan dalam pembelajaran, termasuk sains. Jadi, bukan melarang anak karena mereka punya 1.001 cara untuk tetap bisa mengaksesnya,” ujarnya dalam pembukaan Science Film Festival 2022 yang diinisiasi Goethe-Institut, di Jakarta, Selasa (18/10/2022).
Hilmar mengatakan, era sekarang melahirkan generasi yang sangat terpapar oleh audiovisual. Diperlukan intervensi banyak pihak untuk mengakomodasinya dalam dunia pendidikan sehingga kegiatan belajar lebih menyenangkan.
”Ajak siswa berpartisipasi (belajar) di platform yang mereka sukai. Sebab, kalau mereka dibawa ke media berbeda, sepertinya tidak akan afektif. Ini menjadi tantangan bersama,” katanya.
Menurut Hilmar, materi pembelajaran yang disampaikan melalui media audiovisual juga mesti relevan dengan kondisi saat ini. Tujuannya agar siswa lebih gampang memahaminya karena berkaitan dengan kehidupan sekarang.
Terkait perubahan iklim, misalnya, bisa dihubungkan dengan anomali cuaca yang salah satu dampaknya membuat petani gagal panen. Film-film dalam Science Film Festival meliputi berbagai tema, seperti ekologi, iklim, teknologi, kekuatan pikiran, dan prostetik.
Hilmar menuturkan, perangai ilmiah di tengah masyarakat harus ditumbuhkan sejak dini. Oleh karena itu, akses belajar sains tidak hanya melalui satuan pendidikan, tetapi juga memerlukan dukungan orangtua.
”Film-film tentang sains juga penting bagi orangtua. Ini akan membantu dalam membangun basis atau fondasi dari perangai ilmiah tersebut,” katanya.
Kesempatan yang setara
Science Film Festival merupakan perayaan sains di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah. Bekerja sama dengan mitra lokal, festival ini mempromosikan literasi sains dan memfasilitasi kesadaran akan isu ilmiah, teknologi, dan lingkungan kontemporer melalui pemutaran film internasional.
Sejumlah 17 film akan diputar di 55 kabupaten/kota di Indonesia pada 18 Oktober sampai 30 November 2022. Film tersebut berasal dari sepuluh negara, yaitu Afrika Selatan, Austria, Belgia, Chile, Haiti, India, Indonesia, Jerman, Spanyol, dan Thailand.
Materi pembelajaran yang disampaikan melalui media audiovisual juga mesti relevan dengan kondisi saat ini. Tujuannya agar siswa lebih gampang memahaminya karena berkaitan dengan kehidupan sekarang.
Pemutaran film dan eksperimen sains dilakukan secara luring di sekolah dan pusat sains di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung (Jawa Barat), Sidoarjo (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), Yogyakarta, dan Pontianak (Kalimantan Barat).
Sementara pemutaran film secara daring antara lain di Aceh, Bintuni, Fakfak (Papua Barat), Bombana (Sulawesi Tenggara), Denpasar (Bali), Flores Timur, Kupang, Maumere, Tambolaka, Waikabubak, Waingapu (Nusa Tenggara Timur), Humbang Hasundutan (Sumut), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Jayapura (Papua).
Dengan tema “Kesempatan yang Setara di Dunia Sains”, Science Film Festival diharapkan mendorong kesetaraan dalam sains, teknologi, perekayasaan, dan matematika. Kesempatan itu meliputi pengakuan terhadap keberagaman dan inklusivitas.
”Ini kontribusi besar dengan tidak hanya melulu (digelar) di ibu kota provinsi, tetapi juga ke daerah pelosok. Namun, untuk peningkatan kapasitas (pemahaman sains) menyeluruh, masih memerlukan usaha masif lewat berbagai kementerian dan lembaga,” ujar Farid.
Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Stefan Dreyer mengatakan, setelah dua tahun terakhir Science Film Festival berlangsung secara daring akibat terkendala pandemi Covid-19, pada tahun ini dapat digelar secara hybrid.
”Hari ini, dalam hal kesetaraan di dunia sains, masih banyak yang perlu dilakukan. Misalnya, kurangnya keterwakilan komunitas atau kelompok tertentu, seperti perempuan dalam bidang penelitian ilmiah,” ucapnya.
Dreyer berharap, melalui festival film itu, semakin banyak generasi muda yang tertarik berkarier di bidang sains. Oleh karena itu, penting mengubah pendekatan agar belajar sains menjadi menyenangkan, salah satunya lewat media film.
”Terkadang sains dianggap membosankan dan sulit. Lewat film, sains menjadi lebih menarik bagi anak muda. Pesan ini harus terus digemakan,” katanya.
Dalam pembukaan Science Film Festival 2022 diputar film dari Jerman berjudul “Nine-and-a-half-Your Reporters: Unimaginable!-What Thoughts Can Move”. Film berdurasi 10 menit yang disutradarai Sarah Schultes ini bercerita tentang ilmuwan pencipta alat yang dapat digerakkan dengan kekuatan pikiran.
Film ini ditonton lebih dari 200 siswa. Setelah menonton, perwakilan siswa berpartisipasi dalam eksperimen sains ”Kaleng Bergerak” yang mempraktikkan listrik statis dari perpindahan elektron.
Science Film Festival tahun ini bermitra dengan sejumlah pihak, seperti Kemendikbudristek, Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, dan Rolls-Royce. Selain itu juga beberapa perguruan tinggi, yaitu Universitas Paramadina, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dan Universitas Negeri Jakarta.