Negara-negara Asia Pasifik Akan Bahas Pemenuhan Hak Difabel
Negara-negara Asia Pasifik berkomitmen memenuhi hak penyandang disabilitas 10 tahun lalu. Komitmen itu akan dikaji pada Pertemuan Tingkat Tinggi Antarpemerintah Asia Pasifik pada 19-21 Oktober 2022.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi Antarpemerintah Asia Pasifik dalam Implementasi Dasawarasa Penyandang Disabilitas atau HLIGM-FRPD yang berlangsung di Jakarta, 19-21 Oktober 2022. Pertemuan ini akan mengkaji upaya pemenuhan hak difabel secara global selama 10 tahun terakhir. Komitmen Asia Pasifik untuk pemenuhan hak difabel juga akan diperkuat.
HLIGM-FRPD mengkaji upaya negara-negara anggota Komisi Ekonomi dan Sosial Asia Pasifik Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCAP) yang pada 2012 berkomitmen memenuhi hak penyandang disabilitas. Hal ini dinyatakan melalui The Asian and Pacific Decade of Persons with Disabilities 2013-2022.
Pemenuhan hak difabel disepakati pula pada Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Dari 53 negara anggota UNESCAP, ada 47 negara yang telah meratifikasi CRPD, termasuk Indonesia.
Negara-negara Asia Pasifik lalu mengadopsi Strategi Incheon agar CRPD tercapai. Strategi Incheon memuat 10 aspek, antara lain penanggulangan kemiskinan penyandang disabilitas, partisipasi bermakna penyandang disabilitas dalam proses politik dan pengambilan keputusan, aksesibilitas, perlindungan sosial, serta pendidikan.
“Komitmen ulang Strategi Incheon (diperlukan), termasuk bagaimana strategi ke depan karena ada hal-hal baru, seperti teknologi dan pandemi Covid-19. Semua itu akan dituangkan di draf Deklarasi Jakarta,” kata Sekretaris Eksekutif UNESCAP Armida Salsiah Alisjahbana di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Armida menambahkan, Deklarasi Jakarta merupakan deklarasi setingkat menteri yang memuat komitmen negara-negara hingga 10 tahun ke depan atau hingga 2032. Isi Deklarasi Jakarta antara lain adalah komitmen ulang terhadap Strategi Incheon, implementasi pemenuhan hak difabel, dan repons terhadap isu-isu terbaru difabel.
HLIGM-FRPD akan diikuti setidaknya 31 negara anggota, 10 badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan 12 pejabat setingkat menteri dari 11 negara. Pertemuan juga akan dihadiri puluhan organisasi masyarakat sipil.
700 juta difabel
UNESCAP mencatat ada 700 juta penyandang disabilitas di Asia Pasifik. Sebagian orang mengalami satu jenis disabilitas, namun ada pula yang mengalami disabilitas ganda.
“Tantangan yang paling umum terjadi pada penyandang disabilitas adalah norma sosial dan persepsi negatif terhadap mereka,” kata Armida. “Sebetulnya banyak kemajuan (dalam pemenuhan hak difabel) dari segi kesehatan, rehabilitasi, dan pendidikan berkualitas. Banyak negara menyusun strategi nasional untuk penyandang disabilitas. Tapi, itu belum cukup,” tambahnya.
Di sisi lain, disabilitas menjadi tantangan dalam memperoleh pekerjaan dan hidup mandiri. Ini berpengaruh ke tingkat kesejahteraan difabel yang cenderung lebih rendah dibanding masyarakat pada umumnya.
Menurut laporan Disability at a Glance 2021: The Shaping of Disability-Inclusive Employment in Asia and the Pacific oleh UNESCAP, ada 472 juta penyandang disabilitas berusia produktif. Namun, kemungkinan mereka untuk dipekerjakan dan menjadi angkatan kerja tergolong kecil. Mereka cenderung menganggur atau bekerja di sektor informal yang umumnya tidak memiliki jaminan sosial.
Kesempatan bekerja pun semakin kecil seiring dengan keparahan disabilitas yang dialami seseorang. Perempuan dan difabel yang tinggal di tempat terpencil, menurut laporan, mengalami tantangan tambahan untuk bekerja. Hal ini tidak hanya berdampak ke kesejahteraan, tapi juga menghambat difabel untuk berpartisipasi pada pembangunan.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, perhatian lebih akan diberi ke penyadang disabilitas melalui bantuan sosial pangan. Bansos senilai Rp 21.000 per hari akan diberikan ke 84.434 penyandang disabilitas di Indonesia. Bansos akan cair pada Desember 2022. Adapun pemerintah menganggarkan Rp 55 miliar untuk ini.
Selain itu, pemerintah memberi pelatihan terhadap penyandang disabilitas agar dapat berwirausaha. Pelatihan disesuaikan dengan minat difabel.
Ia juga mendorong pemanfaatan BPJS Kesehatan agar penyandang disabilitas mental dapat menerima perawatan medis. Mereka diharapkan pulih dan dapat berperan kembali di lingkungan masyarakat. Sosialisasi penanganan disabilitas mental pun akan dilakukan ke masyarakat.
“Kita berharap bisa menjadi tuan rumah yang baik dan bisa menjadikan saudara-saudara kita, para penyandang disabilitas, setara sehingga menghilangkan pandangan dan perilaku diskriminatif terhadap mereka,” kata Risma.