Komnas Perempuan Memperkenalkan Laporan Tahunan ke Mitra Internasional
Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang terjadi di berbagai ranah perlu mendapat perhatian khusus. Karena itu, pendataan jumlah kekerasan diharapkan membantu pemerintah program perlindungan bagi perempuan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR
Catatan Tahunan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) 2020 yang diluncurkan pada Jumat (6/3/2020) di Jakarta,
JAKARTA, KOMPAS — Selama lebih dari 20 tahun, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan menerbitkan laporan tahunan tentang kasus kekerasan berbasis jender terhadap perempuan. Laporan yang diluncurkan dalam bentuk catatan tahunan tersebut kini mulai diperkenalkan kepada sejumlah lembaga mitra dari komunitas internasional di Indonesia.
Dalam rangka memperkenalkan Catatan Tahunan yang diterbitkan setiap tahun bersamaan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia pada 8 Maret, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Senin (17/10/2022), menggelar diskusi yang membahas Laporan Tahunan Komnas Perempuan 2022 dengan perwakilan beberapa negara.
Diskusi yang dibuka oleh Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy dihadiri perwakilan dari kedutaan besar empat negara di Indonesia, yakni Jerman, Swedia, Kanada, dan Wakil Republik Korea untuk Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, presentasi Laporan Tahunan Komnas Perempuan 2022 tentang ”Kekerasan Berbasis Jender Terhadap Perempuan” di Indonesia dibawakan oleh komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah dan Rainy Maryke Hutabarat.
Setelah itu, tanggapan dari Sekretaris Kedua Kedutaan Besar Belanda Sophie van Huut dan Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Australia Felicity Lane. Tanggapan juga diberikan oleh Novi Anggriani dari perwakilan Kedubes Kanada.
Olivia dalam sambutannya memperkenalkan Komnas Perempuan sebagai salah satu lembaga HAM nasional di Indonesia yang berfokus pada penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemajuan hak asasi perempuan sesuai amanat peraturan presiden,
Komnas Perempuan melakukan pemantauan, pengumpulan fakta, dan pendokumentasian yang akan dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan rekomendasi kebijakan.
Sejak tahun 2001, Komnas Perempuan menerbitkan Catatan Tahunanyang menghimpun data kasus yang dilaporkan dari lembaga layanan di seluruh Indonesia, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, dan laporan pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.
Catatan Tahunan memberikan informasi mengenai tren kasus yang dilaporkan, dan berbagi informasi terkait situasi layanan yang tersedia, kebijakan dan tantangan yang dihadapi di lapangan. ”Hingga saat ini, Catatan Tahunan banyak digunakan sebagai referensi oleh para pemangku kepentingan untuk pembuatan kebijakan, program, dan dalam kampanye,” ujar Olivia.
Data terbatas
Menurut Olivia, data dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan mengindikasikan fenomena gunung es pada isu kekerasan berbasis jender di Indonesia. Hingga kini, data yang ada masih terbatas pada kasus yang dilaporkan oleh korban, serta berdasarkan jumlah dan kapasitas lembaga yang terlibat dalam pengumpulan data.
Catatan Tahunan memberikan informasi mengenai tren kasus yang dilaporkan, dan berbagi informasi terkait situasi layanan yang tersedia, kebijakan dan tantangan yang dihadapi di lapangan.
”Peningkatan jumlah kasus bukan berarti kasus kekerasan pada tahun sebelumnya berkurang, melainkan karena jumlah korban yang berani melaporkan kasusnya semakin banyak dan akses ke lembaga pengaduan juga semakin luas,” kata Olivia.
DOKUMEN PANITIA WEBINAR ZAKAT UNTUK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah.
Alimatul dalam paparan menjelaskan bagaimana proses pengumpulan data dan proses analisis datanya dalam pembuatan Laporan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2021 yang diluncurkan Maret 2022. Pada awalnya, Komnas Perempuan mengirimkan kuesioner ke lembaga penyedia layanan di seluruh Indonesia.
Dari kuesioner tersebut, paling banyak dari Women Crisis Center (71 persen), diikuti oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (19 persen), organisasi masyarakat sipil (16 persen), dan pengadilan negeri (16 persen). Adapun pengembalian kuesioner berasal dari 129 lembaga penyedia layanan, meningkat 7,5 persen dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2021, laporan kekerasan berbasis jender meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2020, bahkan lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi tahun 2019. Angka tersebut menunjukkan selama tahun kedua masa pandemi Covid-19, akses terhadap laporan dilakukan melalui daring yang diikuti karena kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus mereka.
Lonjakan data tersebut karena adanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih baik. Selain akses daring, kesadaran publik untuk mengajukan laporan juga meningkat, sedangkan peningkatan data Badilag kemungkinan karena keadilan e-court sistem.
”Bagi Komnas Perempuan, lonjakan ini juga menjadi tantangan karena rata-rata jumlah kasus yang perlu ditanggapi sekitar 16 kasus per hari, yang ditangani hanya dengan sumber daya yang terbatas,” ujar Alimatul.
Sementara itu, penurunan data Gender-Based Violence (GBV) yang bersumber dari lembaga penyedia layanan sama seperti pada tahun 2020 karena selama dua tahun pandemi sejumlah lembaga penyedia layanan tidak beroperasi. Sistem dokumentasi yang tidak memadai, sumber daya terbatas, dan ada lembaga penyedia layanan yang tahun 2021 tidak mengirim kembali kuesionar ke Komnas Perempuan.
Berdasarkan data yang terkumpul, Komnas Perempuan membagi kekerasan berbasis jender terhadap perempuan menjadi tiga ranah, yaitu personal, publik, dan negara.
Kekerasan tertinggi masih terjadi di ranah personal, yakni 335.399 kasus (99,09 persen). Di ranah publik terdapat 3.045 kasus kekerasan (0,9 persen) dan ada 52 kasus (0,01 persen) di ranah negara. Kekerasan terbanyak adalah fisik, psikis, seksual, sisanya kekerasan ekonomi, dan kasus lainnya.
TANGGAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL
Peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022 dan Data kekerasan Perempuan 2021, Senin (7/4/2022). Peluncuran Catatan Tahunan yang mengangkat tema Bayang-bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam, dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan menampilkan data kekerasan perempuan sepanjang 2021.
Adapun Rainy membacakan rekomendasi dari kajian Catatan Tahunan 2022 kepada pemerintah pusat dan daerah, legislatif, dan yudikatif. Sebagai contoh, untuk MA, Komnas Perempuan merekomendasikan agar MA menjamin terselenggaranya Peraturan Pemerintah tentang Akomodasi yang Layak.
Komnas Perempuan juga merekomendasikan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Hal itu bertujuan mekanisme monitoring dan evaluasi serta peraturan pemerintah tentang akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas di pengadilan.
MA juga diharapkan membangun sistem dokumenter tentang data terpilah berbasis jender untuk semua kasus, serta mlaksanakan affirmative action kuota 30 persen perempuan dalam proses rekrutmen hakim di semua jenis pengadilan.
Penjelasan mengenai Catatan Tahunan Komnas Perempuan disambut positif oleh Sophie van Huut, Felicity Lane, serta Novi Anggriani. Selain siap bekerja sama, mereka berharap pendataan kekerasan berbasis jender terus diperluas. Demikian juga dengan analisis datanya menggunakan interkoneksitas dari berbagai kelompok rentan.