Monolog Drupadi Isi Adilango Festival Seni Bali Jani 2022
Adilango (Pergelaran) Festival Seni Bali Jani IV 2022 diisi pementasan teater monolog ”Drupadi” di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Denpasar, Sabtu (15/10/2022). Drupadi merupakan garapan Putu Fajar Arcana.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Sebentuk pentas teater monolog berjudul ”Drupadi” dipergelarkan di Gedung Ksirarnawa, Taman Werdhi Budaya (Art Center) Provinsi Bali, Kota Denpasar, Sabtu (15/10/2022). Pementasan teater modern mengisi Festival Seni Bali Jani tahun ke-4.
Lakon Drupadi merupakan garapan sutradara Putu Fajar Arcana, yang juga penulis cerita dan naskah tersebut. Pergelaran teater monolog berjudul ”Drupadi”, yang dihadirkan Arcana Foundation dan Kitapoleng Bali, disuguhkan dengan pendekatan multimedia, termasuk pemanfaatan teknologi visual.
Pergelaran teater monolog ”Drupadi”, yang turut mengisi Festival Seni Bali Jani 2022, menjadi pergelaran hibrida, dipentaskan secara langsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, dan ditayangkan secara langsung melalui kanal Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Disaksikan melalui tayangan langsung di kanal Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Sabtu (15/10/2022), pementasan teater monolog ”Drupadi” menjadi bagian dari rangkaian Adilango (pergelaran) dalam Festival Seni Bali Jani (FSBJ) tahun ke-4.
Festival Seni Bali Jani merupakan festival seni modern kontemporer dan menjadi ajang bagi seniman dan kreator lintas bidang seni dan lintas generasi. FSBJ IV 2022 berlangsung mulai 9 Oktober sampai 23 Oktober 2022.
Kuasa menentukan nasib diriku/dipertaruhkan di antara kesatria/lantas dicampakkan
Monolog ”Drupadi” dibawakan Anak Agung Oka Diartini, penyanyi Bali yang populer dipanggil Agung Ocha. Fajar menggandeng I Gusti Dibal Ranuh sebagai sutradara visual dan Jasmine Okubo sebagai koreografer untuk pergelaran teater monolog ”Drupadi”. Adapun manajer panggung dipercayakan kepada Wendra Wijaya.
Cerita ”Drupadi” mengisahkan sosok Drupadi, istri Pandawa dalam kisah Mahabharata. Monolog ”Drupadi”, yang dibawakan Agung Ocha dengan apik, menggugat sistem budaya patriarki yang menempatkan perempuan di posisi pasif.
”Kuasa menentukan nasib diriku/dipertaruhkan di antara kesatria/lantas dicampakkan,” tutur sosok Drupadi dalam pergelaran teater monolog di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Sabtu.
Drupadi tidak hanya menyindir Kurawa, yang tidak hanya berkeinginan menguasai Indraprasta, tetapi juga mempermalukan Drupadi, seorang perempuan, yang juga putri raja dan istri dari kesatria.
Drupadi juga menggugat ayahnya karena telah menempatkan putrinya sebagai hadiah sayembara, kesatria Pandawa lantaran menjadikan istri mereka sebagai benda taruhan judi, dan Kunti karena mengibaratkan Drupadi sebagai apel, yang dapat dibagi-bagi untuk Pandawa.
Drupadi juga menggugat keegoisan manusia yang bernafsu berkuasa melalui perang. Perang, dalam gugatan Drupadi, adalah tindakan manusia mengambil kuasa Tuhan menentukan kehidupan umat dan menghilangkan harapan lahirnya generasi baru yang lebih berbudi. Gugatan Drupadi sangat kontekstual dengan kondisi kekinian.
”Aku sudah curahkan segala hal/ihwal yang merundung kehidupanku/biarkan kini aku berjalan/berjalan melepas segala ikatan/aku/Drupadi/ingin memberikan apa yang aku miliki/keteduhan dan rasa welas asih/sebagai seorang ibu.”