Ilmuwan Selandia Baru Teliti Cara Kurangi Serdawa Sapi
Sejumlah pihak berupaya meminimalkan gas metana yang dihasilkan dari peternakan sapi. Hal ini untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
PALMERSTON UTARA, SABTU — Ilmuwan di Selandia Baru meneliti cara mengurangi serdawa sapi yang mengandung gas metana. Hal ini diharapkan berkontribusi ke penanganan perubahan iklim.
Penelitian dilakukan terhadap lebih dari selusin sapi di peternakan Massey University, Palmerston Utara, Selandia Baru. Sapi-sapi tersebut diberi minuman serupa susu yang diberi campuran bubuk kowbucha, sejenis suplemen probiotik.
Peneliti utama di Fonterra Research and Development Centre, Shalome Bassett, mengatakan, suplemen probiotik membuat sapi mengeluarkan gas metana 20 persen lebih sedikit dari biasanya. Ia menambahkan, penggunaan probiotik merupakan solusi baik untuk mengurangi gas metana karena bersifat alami.
”Apa pun yang kita lakukan, itu harus mudah digunakan oleh para peternak, hemat biaya, dan kami harus memastikan bahwa itu baik untuk sapi dan tidak akan berpengaruh pada susu (yang dihasilkan sapi),” kata Bassett seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (15/10/2022).
Pemberian kowbucha ini adalah bagian dari uji coba oleh produsen produk susu yang berbasis di Selandia Baru, Fonterra. Uji coba dilakukan sejak 2021. Penelitian menunjukkan hasil yang menjanjikan sejauh ini. Jika hal itu berlanjut, kowbucha akan dipasarkan pada 2024.
Adapun Pemerintah Selandia Baru berencana mengenakan pajak atas kentut dan serdawa sapi mulai 2025. Peraturan ini didukung oleh asosiasi peternak dan industri peternakan. Mereka bahkan berkomitmen untuk beralih ke sistem peternakan ramah lingkungan (Kompas.id, 17/6/2022).
Hal tersebut bagian dari komitmen Selandia Baru untuk mengurangi emisi metana biogenik sebesar 10 persen pada 2030, lalu 47 persen pada 2050. Upaya ini dilakukan pula ke industri peternakan karena jumlah ternak di Selandia Baru lebih banyak dari manusia. Penduduk di sana 5,1 juta orang, sementara sapi perah 6 juta ekor, sapi potong 4 juta ekor, dan domba 26 juta ekor.
Ternak memamah biak
Gas metana umumnya dihasilkan pada hewan memamah biak, seperti sapi, saat makanan dicerna dari satu lambung ke lambung lain. Mengutip majalah Horizon, majalah riset dan inovasi Uni Eropa, seekor sapi dewasa dapat mengeluarkan 500 liter gas metana setiap hari.
Tidak semua sapi menghasilkan gas metana dalam jumlah yang sama. Namun, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mencatat ada sekitar 1,4 miliar sapi di bumi. Artinya, sapi menyumbang sekitar 3,7 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca secara global.
Jika gas metana yang dihasilkan seluruh ternak dihitung, sektor peternakan diperkirakan menyumbang 14,5 persen dari total emisi gas rumah kaca. Ternak yang dimaksud mencakup sapi, babi, kerbau, ayam, hingga hewan memamah biak kecil (misalnya kambing dan domba).
”Orang-orang mengira karbon dioksida merupakan gas rumah kaca utama, tetapi metana pun penting. Dari semua emisi gas rumah kaca yang diproduksi manusia, 16 persen di antaranya metana, sementara sepertiganya diperoleh dari ternak memamah biak,” kata peneliti dari University of Aberdeen, Inggris, Profesor John Wallace, seperti dikutip dari Horizon.
Di Indonesia, sebagian warga memanfaatkan metana dari kotoran ternak untuk diolah menjadi biogas. Hal ini antara lain dilakukan warga Dusun Bendrong, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dan Desa Tumaluntung, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.