Inovasi di Perkotaan Membaik, di Daerah Terluar Layanan Kesehatan Belum Memadai
Kualitas layanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional di beberapa daerah perkotaan semakin baik. Namun, banyak masyarakat di daerah terluar masih harus berjuang mencari layanan fasilitas kesehatan yang memadai.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
BANGLI, KOMPAS — Hingga akhir September 2022, jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional yang mulai bergulir sejak 2014 itu sudah mencapai 244.600.449 jiwa atau 88,8 persen dari jumlah penduduk. Banyak fasilitas kesehatan terus berinovasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Namun, di sejumlah daerah, ketersediaan layanan kesehatan yang memadai masih menjadi pekerjaan rumah.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ghufron Mukti, di sela-sela acara Media Workshop BPJS Kesehatan 2022 di Bangli, Provinsi Bali, Kamis (13/10/2022), menuturkan, jumlah peserta jaminan kesehatan di Indonesia merupakan yang terbanyak dalam sistem jaminan sosial di dunia. Sistem itu dijalankan dengan semangat gotong, yakni yang kaya membantu yang miskin dan yang sehat membantu yang sakit.
Seiring waktu sejak mulai bergulir tahun 2014, jumlah kepesertaan pun terus bertambah. Dalam satu tahun terakhir, jumlah provinsi yang cukupan kepesertaan sudah mencapai 100 persen meningkat dari 5 menjadi 14, kabupaten dari 127 menjadi 188, dan kota dari 50 menjadi 66.
Sementara itu, total pemanfaatan layanan jaminan kesehatan juga tinggi. Tahun 2019 sekitar 433 juta kali, tahun 2020 sekitar 326 juta kali, tahun 2021 sekitar 392 juta kali. Artinya, dalam satu tahun, ada orang yang menggunakan layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) lebih dari satu kali. Per hari kalender, lebih dari 1 juta orang menggunakan layanan tersebut.
Semula waktu antre paling lama 60 menit itu baru dirasakan oleh sekitar 66 persen pasien, kini meningkat hingga 96,67 persen pasien. Artinya, hampir semua pasien di rumah sakit itu mendapat pelayanan setelah paling lama 1 jam mengantre. Padahal, secara umum, waktu pelayanan semua faskes di Indonesia berkisar 2-3 jam.
Selain itu, lanjut Ghufron, BPJS Kesehatan kini tidak lagi memiliki utang kepada penyedia layanan kesehatan. ”Bahkan, ada yang kami bayar di muka. Untuk sistem digitalisasi pada layanan kesehatan, kami dukung dengan sumber daya yang kami punya. Ini bertujuan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien,” katanya.
Sementara itu, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, masih banyak peserta JKN yang belum menikmati layanan kesehatan bermutu. Itu lantaran di daerah terluar dan terdepan minim fasilitas kesehatan dan tenaga medis. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. ”Konstitusi memerintahkan negara untuk menghadirkan layanan kesehatan bagi rakyat,” ujarnya.
Dalam catatan Kompas, di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, warga yang sakit terpaksa berlayar dengan kapal selama berhari-hari untuk mencari rumah sakit di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada Agustus lalu, seorang ibu hamil dengan janin sudah meninggal baru mendapatkan pertolongan setelah 12 hari berjuang mencari rumah sakit.
Tak hanya itu, banyak warga di kabupaten tersebut terpaksa berobat ke negara tetangga, Timor Leste. Jarak tempuh ke Pulau Atauro, wilayah terdekat Timor Leste, tidak lebih dari 1 jam. ”Kami tidak punya pilihan selain menyelamatkan nyawa. Di Timor Leste, kami dilayani gratis,” ujar Lasarus, warga Pulau Lirang.
Terkait dengan hal itu, Timboel mendorong agar langkah preventif perlu gencar dilakukan untuk menciptakan kehidupan yang sehat di lingkungan masyarakat, mulai dari keluarga. Dengan begitu, masyarakat semakin sadar hidup sehat. Jangan sampai masyarakat baru datang memeriksa kesehatan setelah kondisi mereka sudah parah.
Namun, Timboel kembali menegaskan bahwa negara wajib membangun fasilitas kesehatan yang memadai. Terlebih lagi, kondisi seperti di Maluku Barat Daya itu sudah terjadi lama. Negara harus hadir untuk rakyat di daerah terluar.