Mulai Transisi dan Konservasi Energi dari Level Komunitas
Komunitas mampu menjadi pendorong transisi energi di tingkat lokal. Bentuk upayanya berupa perubahan perilaku hingga pemberdayaan komunitas.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transisi energi tidak hanya dilakukan melalui sektor kebijakan, tetapi perlu juga didorong dari tingkat komunitas. Melalui inisiasi komunitas di beberapa daerah, praktik-praktik baik dapat dilakukan untuk mendorong perubahan.
Kepala Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama M Ali Yusuf menjelaskan, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk memperluas daya dukung dan adaptasi masyarakat terhadap transisi energi. Masyarakat perlu memiliki kesadaran dan perilaku yang mendorong transisi energi yang lebih ramah lingkungan, termasuk menggunakan energi bersih dari sumbernya. Efisiensi, konservasi, dan penghematan energi menjadi salah satu proses penting dalam perubahan gaya hidup.
Untuk mendorong perubahan perilaku ini, perlu komitmen regulasi yang kuat dari pemerintah. Pemerintah perlu menghimpun dukungan dari sejumlah pihak, seperti organisasi nonpemerintah, kelompok agamawan, akademisi, dan masyarakat secara umum untuk mendorong transisi energi.
”Selain dorongan perubahan perilaku masyarakat, diperlukan daya dukung lingkungan yang cukup untuk mendorong transisi energi yang lebih baik,” kata Ali dalam Indonesia Sustainability Energy Week hari ke-3, di Jakarta, Rabu (12/10/2022). Kegiatan ini merupakan kerja sama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ), Indonesia Clean Energy Forum (ECEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia.
Hal lain yang juga cukup krusial dalam transisi energi adalah memanfaatkan energi dan modal sosial sesuai dengan konteks lokal. Dalam hal ini, ujar Ali, inklusivitas menjadi penting untuk mendorong keterlibatan kelompok-kelompok yang tersisihkan guna mendukung dan mengadopsi transisi energi.
Beberapa contoh yang sudah terjadi, seperti yang dilakukan Kopernik, organisasi nirlaba berbasis di Bali, yang bergerak di bidang isu sosial dan lingkungan. Sejak 2011, Kopernik menjalankan program Wonder Women yang bertujuan memberdayakan perempuan melalui distribusi teknologi yang mendorong energi bersih.
Direktur Komunikasi dan Inisiasi Strategis Kopernik Sergina Loncle menceritakan, di wilayah-wilayah terpencil, perempuan kesulitan mendapatkan akses energi sehingga mereka memasak dengan kompor batu atau mengambil air yang jaraknya jauh. Kemudian Kopernik mengintervensi dengan merekrut, melatih, dan mendampingi perempuan di daerah tersebut dalam teknologi tepat guna hingga pengembangan bisnis.
”Luaran dari program ini, yaitu para perempuan mampu mengembangkan bisnis dari alat sederhana yang berguna bagi komunitasnya. Beberapa di antaranya meliputi lampu portabel berbahan bakar sinar matahari, filter air, dan kompor biomassa,” ujar Sergina.
Sergina menambahkan, para perempuan yang terlibat dalam program ini memiliki peran yang sangat besar untuk meningkatkan akses energi pada masyarakat terluar. Mereka juga mampu mengembangkan kapasitas diri melalui kemampuan berbicara di depan umum, pemasaran, dan pengembangan bisnis. Selain itu, mereka berperan dalam meningkatkan pendapatan rumah tangganya.
Selain dorongan perubahan perilaku masyarakat, diperlukan daya dukung lingkungan yang cukup untuk mendorong transisi energi yang lebih baik.
Upaya konservasi energi juga dilakukan organisasi nirlaba Green School Foundation yang berbasis di Bali melalui efisiensi penggunaan air, penggunaan panel surya, hingga mengubah air sungai menjadi energi. Direktur Eksekutif Green School Foundation Kania Maniasa menjelaskan, lembaganya memiliki ruang belajar untuk membentuk kebiasaan anak hemat energi melalui pembiasaan perilaku yang berulang.
”Kami juga bekerja sama dengan sejumlah pihak di Bali untuk meningkatkan kesadaran anak dan membekali mereka dengan pengetahuan mengenai keberlanjutan lingkungan sehingga di masa depan mereka mampu kembali ke komunitasnya masing-masing dengan ilmu dan pengetahuan yang telah dimiliki,” ujarnya.
Serupa dengan hal itu, Indonesia Refill My Bottle juga mengampanyekan mengganti penggunaan botol sekali pakai. Mereka juga berupaya membentuk kebiasaan anak untuk lebih peduli pada lingkungan melalui aktivitas menghemat air di rumah dan sekolah. Bentuknya bisa dimulai dari hal sederhana, seperti menutup keran air setelah digunakan.
”Sasaran utama perubahan perilaku adalah anak karena mereka masih dalam tahap pertumbuhan dan mudah dibentuk kebiasaannya. Kita mau membentuk pola pikir dan kapabilitas penerus bangsa untuk berpikir mengenai lingkungan, dari sesederhana penggunaan air,” ucapnya.
Koordinator Elektrifikasi Direktorat Elektrifikasi Telekomunikasi dan Informatika Bappenas Yusuf Suryanto mengatakan, intervensi pemerintah terhadap komunitas-komunitas ini berbentuk pelayanan publik, regulasi, dan pembiayaan. Terkait dengan urusan pembiayaan, setiap isu umumnya dibawahi oleh kementerian terkait. Misalnya, permasalahan elektrifikasi yang diurus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.