Guru Dituntut Mampu Menghadirkan Kegembiraan dalam Mengajar
Pembelajaran menyenangkan kini jadi tuntutan baru, namun implementasinya tidak sebatas tentang cara dan metode. Guru harus memastikan anak-anak mendapatkan proses belajar yang berkualitas sehingga siswa berkembang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Para guru se-Kabupaten Supiori, Papua, mendapat pelatihan untuk menciptakan sekolah menyenangkan, kerja sama Dinas Pendidikan Supiori dan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). Para guru merasakan langsung proses belajar yang menyenangkan untuk bisa diimplementasikan di sekolah.
JAKARTA, KOMPAS – Kegembiraan dalam mengajar harus mampu dihadirkan para guru di sekolah. Namun, kegembiraan mengajar tidak sebatas menghadirkan suasana belajar yang asyik dengan gim, kuis, atau teknologi. Yang utama adalah para guru mesti sadar bahwa dirinya menjadi penuntun para siswa agar berkembang dan siap menghadapi kehidupan yang terus berubah.
Oleh karena itu, para guru perlu menyadari bahwa memilih profesi guru berarti memilih untuk repot. Sebab, seorang guru tak hanya mengurus dirinya, masalah administratif, atau tuntutan lainnya oleh pemerintah. Para guru juga mengurus hidup anak-anak didiknya untuk berkembang dan siap hidup.
Dorongan bagi para guru Indonesia untuk terus mengembangkan diri sebagai pendidik profesional tersebut mengemuka dalam webinar yang digelar Yayasan Cahaya Guru bertajuk "Menghadirkan Kegembiraan Mengajar", Rabu (12/10/2022). Acara untuk memperingati Hari Guru Sedunia 2022 ini menghadirkan dua praktisi pendidikan, Itje Chodidjah dan Doni Koesoema, serta Guru SMAN Siwalima Ambon, Zeth Pieter Sinay.
“Terlepas dari apapun alasan guru memilih profesi sebagai pendidik, mereka tetap harus berupaya secara sadar bahwa mereka mengurus kehidupan anak-anak untuk berkembang dan siap hidup. Menjadi guru gembira itu penting karena kegembiraan menular," papar Itje yang telah menjadi pendidik selama 40 tahun dan kini menjabat Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO.
Selain itu, suasana gembira dalam proses belajar juga menumbuhkan sel-sel otak anak. Gembira bukan selalu tertawa, tetapi ketika tahu apa yang dikerjakan, dan terus mengerjakan meskipun ada tantangan.
Guru yang gembira akan sanggup memampukan diri untuk membangun lingkungan belajar yang positif. Itu dilakukan dengan membantu siswa belajar sekaligus mengembangkan potensi diri.
Menurut Itje, ada lima hal utama yang harus dimiliki guru agar dapat menghadirkan kegembiraan mengajar di kelas. Guru harus membangun rasa peduli pada diri dan siswa; kesadaran bahwa ruang kelas adalah panggung kehidupan bukan panggung drama; keyakinan bahwa guru bisa meskipun ada tantangan; keyakinan bahwa setiap guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri; dan persiapan sesuai kebutuhan.
“Kegembiraan yang diciptakan dari dalam diri guru, bukan sekadar gim karena ini hanya salah satu cara. Tapi ada mindset (pola pikir) yang harus dibangun dan ditumbuhkan para guru setiap saat dan diobrolkan dengan teman agar dapat menghadirkan kegembiraan di dalam kelas. Selalu ingat, memilih menjadi pendidik adalah keputusan untuk memperhatikan dan peduli pada orang lain,” kata dia.
Pemulihan pendidikan terus dilakukan sekolah akibat pandemi Covid-19. DI SMA Negeri 5 Jayapura, Papua, dukungan pemulihan dan peningkatan mutu pendidikan dilakukan lewat program sekolah penggerak. Salah satu kegiatan pembelajaran siswa melakukan pembelajaran berbasis proyek untuk mendorong siswa aktif dan kreatif.
Sementara itu, Zeth Pieter Sinay yang menjadi guru sejarah di SMAN Siwalima Ambon mengatakan, kegembiraan adalah hak anak. Karena itu, guru harus memastikan siswa tidak merasa bosan saat belajar dengan mengajak mereka aktif selama pembelajaran.
“Ketika mengajar saya bilang bahwa guru dan murid saling membelajarkan. Sebab, belum tentu saya tahu lebih dulu dan para siswa pun banyak yang lebih dulu siap. Jadi di ruang kelas kami saling membelajarkan,” papar Zeth.
Sebagai guru, Zeth harus memastikan siswa menikmati proses belajar. Pernah dirinya dengan percaya diri menyiapkan materi mata pelajaran Sejarah yang dipaparkan lewat proyektor. Para siswa terlihat tenang, tetapi ketika diperhatikan secara saksama, mereka ternyata asyik dengan kegiatan masing-masing.
“Lalu saya tinggalkan paparan materi di proyektor. Saya bagi kelompok kelas antara yang pro dan kontra tentang materi yang diajarkan. Para siswa pun jadi semangat belajar karena ternyata mereka pun sudah ada yang paham dengan materi yang saya siapkan,” paparnya.
Suasana gembira dalam proses belajar juga menumbuhkan sel-sel otak anak.(Itje Chodidjah)
Doni A Koesoema mengatakan, para guru saat ini menghadapi banyak tuntutan karena perubahan dan adaptasi dengan pembelajaran digital. Ada kewajiban kini bagi guru untuk aktif belajar mandiri di platform digital Merdeka Mengajar, melaporkan proses pembelajaran, berbagi, maupun ikut pelatihan mandiri. Proses pengembangan diri pun jadi “dipaksa”.
“Di tengah berbagai tuntutan perubahan pada guru, yang penting para guru menjaga keseimbangan. Utamanya para guru memastikan layanan pendidikan pada murid, namun juga harus bisa mengembangkan kapasitas diri. Namun, fokus guru tetaplah untuk memastikan pengajaran yang baik itu dampaknya ke siswa,” ucapnya.
Menurut Doni, para guru yang memahami tujuan hidupnya untuk bahagia dan selamat, juga akan mampu membawa hubungan guru-siswa pada tujuan untuk menuntut siswa hidup selamat dan bahagia. Dengan demikian, guru percaya diri memberikan ilmu dan pengalaman yang dimilikinya tersebut secara bermakna untuk kehidupan siswa.
“Mendidik itu sebagai sebuah seni. Sebab, di kelas itu dinamis. Untuk itulah, kegembiraan mengajar dihadirkan dengan memastikan proses belajar terjadi untuk membangun akal budi dan nalar sehingga siswa bisa berpikir kritis yang dibutuhkan dalam kehidupan,” kata Doni.