Pada 22 tahun lalu, Dwi Putro Mulyono Jati alias Pak Wi pernah menjalani hidup tanpa arah. Ia keluyuran, bahkan memungut puntung rokok. Cinta sang adik, Nawa Tunggal, menjadi cahaya yang memulihkan kehidupannya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Dwi Putro melukis pengunjung dalam pembukaan pameran di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Pameran Trilogi Kenyamanan ini merupakan karya kolaborasi dua artis, yakni Dwi Putro dan Nawa Tunggal atau acap dipanggil Dwitunggal.
Dwi Putro Mulyono Jati alias Pak Wi (59) yang mengidap skizofrenia (gangguan pikiran, perilaku abnormal, dan antisosial) pernah berjalan dalam lorong gelap. Namun, cinta yang dicurahkan adiknya, Nawa Tunggal, menjadi cahaya yang memulihkan kehidupannya lewat melukis bersama.
Tak kurang dari 60 lukisan beraneka rupa dan warna menghidupkan suasana ruang pameran Bentara Budaya Jakarta, Rabu (12/10/2022) malam. Karya-karya dalam pameran bertajuk Trilogi Kenyamanan ini merupakan buah kreativitas kolaborasi Pak Wi dan Nawa atau Dwitunggal dalam delapan tahun terakhir. Pameran berlangsung hingga 19 Oktober.
Saat pengunjung larut menyaksikan pameran dengan beragam obyek, Pak Wi tetap fokus melukis. Ia seolah tak memedulikan keriuhan orang-orang di sekitarnya.
Hal itu sangat kontras dengan kondisi Pak Wi 22 tahun lalu. Ia pernah menjalani hidup tanpa arah. Keluyuran, bahkan memungut puntung rokok.
Lukisan Dwi Putro yang dilukis saat Asian Para Games 2018 kembali dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Nawa tergerak untuk merawat Pak Wi dengan memberinya kesibukan menggambar. Hal ini membawa Pak Wi ke dalam ”dunia baru”. Ia menemukan kenyamanan saat melukis.
Kanvas menjadi medium bagi Pak Wi untuk menumpahkan ekspresinya tentang ingatan masa lalu. Tak heran, ia banyak menggambar wayang karena saat remaja ia gemar menonton pertunjukan wayang di Agastya, Kampung Gedongkiwo, Yogyakarta.
”Suatu saat mungkin saya akan melepaskan diri, tidak lagi Dwitunggal. Pak Wi akan melalui perjalanan berkeseniannya sendiri. Namun, tidak tahu di tahun kapan,” ujar Nawa.
Melukis bukan sekadar ruang kenyamanan bagi Pak Wi. Di balik itu, ia justru bisa menunjukkan eksistensinya lewat goresan cat aneka warna di atas kanvas.
FAKHRI FADLURROHMAN
Dwi Putro (kiri) melukis pengunjung dalam pembukaan pameran di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Perjalanan berkarya lebih dari dua dekade itu telah menghasilkan lebih dari 10.000 lukisan. Produktivitas ini tak bisa dipisahkan dari peran Nawa yang tidak pernah menilai bahwa kakaknya gila sebagaimana penilaian banyak orang pada fase awal.
Kesibukan sebagai jurnalis bukan alasan bagi Nawa untuk alpa meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga bagi kakaknya. Ia tak hanya sabar, tetapi juga gigih untuk membawa Pak Wi masuk dalam ruang kenyamanannya.
Meskipun terkesan cuek dan pendengarannya terganggu, Pak Wi tetap bisa diajak berkomunikasi. Malam itu, Nawa menunjukkan bagaimana cara berkomunikasi tersebut.
”Pak Wi, mereka ini teman-teman saya. Biarkan mereka yang dulu melukis. Setelah itu Pak Wi yang melanjutkan,” ujar Nawa saat mempersilakan Kepala Galeri Nasional Pustanto dan pencinta seni, Melanie Setiawan, untuk menggoreskan kuas di kanvas.
Perjalanan berkarya lebih dari dua dekade itu telah menghasilkan lebih dari 10.000 lukisan. Produktivitas ini tak bisa dipisahkan dari peran Nawa yang tidak pernah menilai bahwa kakaknya gila sebagaimana penilaian banyak orang pada fase awal.
Pustanto mengatakan, pameran itu membuktikan, orang dengan keterbatasan juga bisa berkreativitas. Namun, diperlukan pendamping orang-orang di sekitarnya untuk mengoptimalkan potensi tersembunyi itu.
”Mereka sebenarnya sama seperti kita. Hanya saja, cara pandangnya mungkin berbeda. Namun, tetap bisa produktif dalam berkarya,” katanya.
Kurator pameran, Hilmi Faiq, mengatakan, Nawa mengorbankan tenaga, biaya, dan waktu demi kakaknya tanpa pamrih. Meski Pak Wi tidak pernah mengatakan dia bahagia, Nawa bisa merasakan itu.
FAKHRI FADLURROHMAN
Nawa Tunggal (kanan) menjelaskan terciptanya pameran di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Pameran Tunggal Berdua Trilogi Kenyamanan ini merupakan karya kolaborasi dua artis, yakni Dwi Putro dan Nawa Tunggal atau acap dipanggil Dwitunggal.
”Jadi, bukan hanya Nawa yang memberikan sesuatu kepada Pak Wi, tetapi juga sebaliknya. Saat melihat Pak Wi aktif menggambar, Nawa merasa recharge,” ujarnya.
Dalam perspektif trilogi kenyamanan, Pak Wi telah mencapai kenyamanan diri ketika menggambar. Lalu menularkan kenyamanan itu kepada lingkungan keluarga, bukan hanya dirasakan Nawa, melainkan juga saudara, bibi, paman, dan keponakannya. Ketika Pak Wi muncul di ruang publik dengan ratusan karyanya, muncul kenyamanan sosial.
General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri mengatakan, Pak Wi seperti menemukan dirinya sendiri saat melukis. Pak Wi selalu fokus dengan kanvas di depannya. Tanpa banyak berpikir atau merenung, tangannya langsung bergerak untuk melukis.
General Manager Bentara Budaya Jakarta Ilham Khoiri memberikan sambutan dalam pembukaan pameran di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Kini, hampir setiap hari Pak Wi melukis. Apa saja digambar, mulai dari binatang, benda keseharian, sampai wayang. Gambar dan lukisannya menumpuk, memenuhi rumah tempat tinggalnya. Dengan didampingi Nawa, Pak Wi kemudian tampil di sejumlah pameran.
”Tentu, perlu perjuangan yang tak mudah untuk mewujudkan itu. Namun, kerja keras Nawa membuah hasil. Pak Wi pun akhirnya benar-benar tenggelam dalam kegiatan melukis sampai sekarang,” ujarnya.