Museum mesti berinovasi agar dapat relevan dengan perubahan zaman. Dengan demikian, museum tidak hanya dianggap sebagai etalase benda-benda bersejarah belaka.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Suasana Ruang ImersifA di Museum Nasional, Jakarta, pada Minggu (15/5/2022). Ruang ImersifA adalah wahana pameran yang menggunakan teknologi ”video mapping” atau pemetaan video. Teknologi tersebut digunakan untuk menampilkan berbagai narasi tentang Indonesia, misalnya kondisi alam Indonesia dari masa ke mana, manusia purba, kekayaan budaya, sejarah, dan koleksi museum.
JAKARTA, KOMPAS — Membaca tren, memanfaatkan teknologi, serta mengadakan kegiatan yang menyenangkan dibutuhkan agar museum tetap relevan dengan publik. Relevansi penting agar museum tidak lagi dianggap tempat penyimpanan benda bersejarah, tetapi juga sarana belajar dan wisata.
Mahasiswa semester I di Institut Kesenian Jakarta, Jo (22), mengatakan, museum mengingatkannya dengan benda-benda bersejarah. Ini bukan berarti museum selalu terkesan membosankan. Sebaliknya, museum dapat jadi tempat belajar.
”Tapi, biasanya saya baru tertarik ke museum jika ada artikel atau konten (di media sosial) yang menggambarkan ada keseruan apa di sana, atau ada apa yang bagus,” katanya saat kunjungan kampus di Museum Nasional, Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Menurut Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) DKI Jakarta Yiyok T Herlambang, fungsi museum bukan hanya untuk edukasi, tetapi juga hiburan. Itu sebabnya museum perlu bersiasat agar ilmu yang disampaikan dapat diserap publik secara menyenangkan. Ini penting untuk menarik minat masyarakat ke museum.
”Saat akhir pekan museum bisa membuat seminar, lokakarya, kursus, atau lomba. Jadi, orang-orang jangan hanya datang, melihat koleksi, lalu pulang. Itu pengelolaan museum yang kuno,” kata Yiyok.
Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMK DKI Jakarta Nurrahmah Mazria pada Senin (10/10/2022) mengatakan, museum merupakan salah satu sarana belajar yang dapat mengasah imajinasi siswa. Ia harap museum dapat beradaptasi dengan zaman modern agar menarik minat siswa.
”Ini tantangan bagi museum agar anak yang sudah didorong datang jadi tertarik. Mungkin siswa mulanya datang ke museum karena disuruh guru. Tapi, mereka berharap ada sesuatu yang menarik di sana,” kata Nurrahmah. ”Semoga museum tidak hanya dipandang sebagai tempat teronggoknya benda bersejarah, tetapi dimaknai sebagai rumah belajar,” ujarnya lagi.
Manfaatkan teknologi
Museum Louvre di Paris pernah mengadakan pameran ”Mona Lisa: Beyond the Glass” pada 2019. Pameran dengan teknologi realitas virtual (VR) ini mengajak pengunjung ”masuk” ke lukisan yang dibuat Leonardo da Vinci pada tahun 1500-an. Pengunjung dapat berinteraksi dengan sosok virtual Mona Lisa dan melihat proses pembuatan lukisan.
Adapun tahun ini Museum Nasional membuka wahana pameran Ruang ImersifA. Ruangan ini menampilkan instalasi video mapping yang antara lain berkisah soal manusia purba, bentang alam Indonesia dari masa ke masa, sejarah kedatangan bangsa asing, dan rasi bintang.
Wahana ini berhasil menarik minat publik. Tiket kunjungan ke wahana ini kerap habis saking tingginya antusiasme publik. Lebih dari 2.000 tiket untuk periode 20-29 Mei 2022, misalnya, habis dipesan dalam dua jam.
“Museum perlu beradaptasi, berinovasi, dan berkolaborasi. Untuk itu, personel museum perlu dipersiapkan agar profesional, baik pimpinan, staf, kurator, edukator, hingga SDM teknis. Kami pun mengadakan bimtek (bimbingan teknis) bersama museum-museum di DKI Jakarta bersama dinas terkait,” kata Yiyok.
Pamong Budaya Ahli Utama Permuseuman Ditjen Kebudayaan Siswanto mengatakan, kerinduan masyarakat untuk berkunjung ke museum mulai tumbuh, khususnya setelah pandemi Covid-19 terkendali. Ini tampak dari partisipasi publik di acara permuseuman di beberapa daerah. Tingkat kunjungan publik ke museum pun naik.
”Menurut informasi yang saya terima, kunjungan di Museum Nasional pada Sabtu dan Minggu bisa mencapai 2.000-2.500 orang, sementara hari biasa lebih dari 1.000 orang,” kata Siswanto yang juga Kepala Museum Nasional 2017-2020.
Sementara itu, data Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menyatakan, jumlah pengunjung Museum Seni pada empat bulan pertama 2022 fluktuatif, yakni 12.403 orang (Januari), 5,617 orang (Februari, 11.016 orang (Maret), dan 3.515 orang (April). Angka ini naik jadi 18.142 orang di Mei 2022, 18.330 orang pada Juni, dan 18.102 orang pada Juli.
Jumlah pengunjung naik lagi menjadi 20.037 orang (Agustus) dan 29.692 orang (September). Adapun Museum Seni DKI Jakarta terdiri dari Museum Wayang, Museum Keramik, dan Museum Tekstil.
Untuk menarik minat publik, Siswanto mendorong agar museum membuka diri menjadi ruang publik. Masyarakat yang ingin mengadakan kegiatan bisa memanfaatkan area museum, misalnya untuk pameran, latihan tari, atau pertunjukan musik.
”Museum bukan hanya etalase barang kuno, tapi juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan publik. Yang penting agar museum ramai dulu. Tidak apa-apa jika orang belum masuk ke ruang koleksi. Biarkan mereka mengakrabkan diri dengan lingkungan museum. Jika sudah akrab, lama-lama mereka akan tertarik melihat ke dalam museum,” kata Siswanto.