Sertifikasi dosen merupakan hal penting untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sekaligus meningkatkan pendapatan dosen. Namun, banyak dosen perguruan tinggi swasta belum melakukannya.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
AYU NURFAIZAH
Sekelompok mahasiswa sedang belajar di sela kegiatan perkuliahan di Sekolah Tinggi Pajak Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian dosen di sejumlah perguruan tinggi swasta, terutama yang termasuk kategori kecil, kesulitan mencapai sertifikasi. Padahal, sertifikasi dosen menjadi salah satu upaya untuk melihat kecakapan pengajaran dan pemenuhan standar pendidikan tinggi.
Di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STIE-STMIK) Jayakarta, misalnya, dari 50-60 dosen, hanya 20-25 persen yang tersertifikasi.
Padahal, menurut Arien Martin Parulian dari Tim Program Studi STIE Jayakarta, di Jakarta, Selasa (11/10/2022), jumlah dosen yang disertifikasi ini memengaruhi hasil akreditasi institusi. Saat ini, akreditasi enam program studi di STIE-STMIK masuk dalam kategori sangat baik, sedangkan akreditasi institusinya tergolong baik.
”Sertifikasi biasanya diadakan dua hingga tiga gelombang dalam setahun, kuotanya 5.000-10.000 dosen. Untuk dapat mengikuti sertifikasi ada prasyarat yang harus dipenuhi. Dosen yang memenuhi syarat belum tentu akan mendapat kuota langsung karena ada daftar tunggunya,” sebut Direktur Kelembagaan Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Lukman.
Dari total 271.813 dosen di 4.535 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia, hanya 49,31 persen yang tersertifikasi. Jumlah ini setara dengan 134.041 dosen di Indonesia. Data dari Kemendikbudristek ini menunjukkan, masih ada 137.722 dosen yang belum tersertifikasi.
AYU NURFAIZAH
Sekelompok mahasiswa sedang belajar bersama di Sekolah Tinggi Pajak Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2022).
Lukman menuturkan, sertifikasi dosen merupakan hal penting. Selain untuk mendapat tunjangan, sertifikasi dosen menjadi bentuk penjaminan mutu atau standar yang ditetapkan pemerintah sekaligus digunakan untuk menilai profesionalisme dan kelayakan dosen.
”Kami mendorong para dosen yang sudah memenuhi syarat sertifikasi dosen (serdos) untuk melakukan sertifikasi. Setiap gelombang pendaftaran, kami mendapat kuota dua hingga empat dosen untuk mengikuti sertifikasi. Hasilnya, mayoritas lolos dan hanya sebagian yang diminta untuk revisi,” kata Arien Martin.
Sertifikasi dosen merupakan hal penting. Selain untuk mendapat tunjangan, sertifikasi dosen menjadi bentuk penjaminan mutu atau standar yang ditetapkan pemerintah sekaligus digunakan untuk menilai profesionalisme dan kelayakan dosen.
Sementara itu, Wakil Ketua II Bidang Non-Akademik, Arrum Budi Leksono Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Jakarta, menyebutkan, sertifikasi dosen membutuhkan perjuangan karena bersaing dengan dosen dari seluruh Indonesia. Kuota yang disediakan terbatas sehingga beberapa dosen mengantre mendapatkan gilirannya.
Pemberkasan rumit
Secara terpisah, pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Litigasi, Wisnu Hadiwibowo, menceritakan, saat ini ia belum mengurus sertifikasi dosen, meski sudah mengurus jabatan fungsional yang merupakan salah satu prasyarat pengajuan sertifikasi dosen. Jabatan fungsional merupakan jabatan keahlian dosen dari tingkatan paling bawah, yaitu asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga profesor.
”Mengurus sertifikasi dosen tidak mudah karena memakan waktu, banyak dokumen harus disiapkan, dan mengikuti beberapa tes. Mulai dari tes TOEFL, pelatihan peningkatan keterampilan teknik instruksional (pekerti) hingga mengurus jabatan fungsional yang tak mudah. Persiapan ini membutuhkan biaya, kalaupun ada yang gratis saya tidak tahu ada di mana,” ujarnya.
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
Suasana Rapat Pengurus Pusat Pleno ke-6 Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia atau Aptisi di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/1/2020). Aptisi yang menaungi lebih dari 4.600 kampus swasta dengan 8,2 juta mahasiswa berharap pemerintah tidak melulu memberikan perhatian kepada kampus-kampus negeri.
Wisnu mengakui, setiap orang memiliki kemampuan berbeda untuk persiapan sertifikasi ini. Ia merasa kesulitan untuk usianya yang hampir 50 tahun. Maka dari itu, ia berharap pemerintah mempermudah prosesnya mengingat sertifikasi dosen bisa menjadi tambahan untuk gaji dosen di beberapa PTS yang tergolong kecil.